Akhirnya Liffi ikut ke rumah Abeno dengan dibonceng motor. Hati Abeno dipenuhi rasa sakit hingga tak sadar bahwa ada secuil dendam yang ingin dilampiaskan di sana. Tak bisa dipungkiri bahwa rencana yang dibuat Abeno berasal dari cemburu buta yang memantik dendam yang membara. Dia ingin membalas Viviana, dia ingin menyakiti Viviana seperti rasa sakit yang dirasakannya saat melihat Viviana bersama Moreno. Kalau bisa Abeno bahkan ingin membuat hati Viviana jauh lebih sakit dari patah hatinya sendiri.
Namun Abeno mengerem motornya tiba-tiba saat dirasakannya perut kosongnya yang mulai terasa perih.
"Lo kenapa?" tanya Liffi.
"Gak apa-apa kok, Lif. Cuma agak perih perut gue."
"Lo bilang tadi belum makan kan? Mampir makan dulu aja gimana?" usul Liffi karena tak mau terjadi apa-apa pada sahabat pacarnya.
"Gak usah, gue masih bisa. Nanti di rumah aja gue makannya. Setelah sandiwara kita berhasil, lo temani gue makan dulu, baru gue antar lo balik ke rumah Yuan ya?"
"Ok terserah lo aja."
Lalu motor itu kembali dipacu dengan kecepatan tinggi. Abeno tak ingin kehilangan kesempatan balas dendamnya kalau sampai Viviana ternyata sudah pergi dari rumahnya saat dia datang.
Dan benar, saat Abeno dan Liffi datang, terlihat Viviana keluar dari rumah itu. Sepertinya Viviana memang sudah mau pulang. Hampir saja Abeno kehilangan kesempatannya.
Saat melihat Abeno membonceng seorang gadis di motor kesayangannya, ada yang terasa patah di hati Viviana. Secepat itukah Abeno mendapatkan penggantinya? Semudah itukah Abeno melupakan cinta mereka? Hati Viviana telah patah sebelumnya hingga serangan kali ini membuatnya remuk redam. Dia hanya bisa mematung di teras rumah itu sambil menatap cowok yang dicintainya bersama cewek lain.
Tanpa membuang-buang waktu, Abeno segera melancarkan aksinya. Sesaat setelah dia dan Liffi turun dari motor, dia segera memposisikan diri membelakangi Viviana dan berhadap-hadapan dengan Liffi.
"Lo diam aja, pura-puranya kita ciuman," bisik Abeno pada Liffi. Sebagai aktris, Liffi hanya mengikuti saja perintah sang sutradara dalam sandiwara ini.
Viviana yang menyaksikan adegan itu tak kuat lagi bertahan. Bahkan kakinya terasa lemas seperti tak bertulang. Susah payah Viviana menguatkan hati dan raganya agar tidak pingsan di tempat itu. Bagaimana tidak, di depan matanya Abeno sedang mencium gadis lain. Air mata tak pelak meluncur deras dari kedua matanya. Darah segar seperti memenuhi patahan hatinya yang sudah berkeping-keping.
Tak tahan lagi dengan pemandangan di hadapannya, Viviana memalingkan wajah dan segera menuju tempat mobilnya terparkir. Dengan segera dia masuk ke dalam mobil itu kemudian memacunya dengan kecepatan tinggi. Dia pergi membawa luka hati yang kian menganga.
Sementara Abeno menyudahi sandiwaranya dengan Liffi saat mobil itu meninggalkan pelataran rumahnya.
"Apa lo gak keterlaluan, Ben? Kayaknya dia terluka banget deh. Gak tega tau gue lihatnya." Liffi yang sekilas melihat air mata Viviana menjadi sangat iba.
"Dia yang duluan tega sama gue, Lif. Dia pacaran sama kakak gue sendiri. Lo lihat aja barusan dia keluar dari rumah gue, ngapain lagi coba kalau bukan pacaran."
"Tapi, Ben. Kalau emang dia pacaran sama kakak lo, gak mungkin dia nangis kayak tadi. Dia gak mungkin patah hati lihat kita. Siapa tahu lo cuma salah paham."
"Jelas-jelas kemarin gue lihat mereka pegangan tangan, Lif. Kalau kemarin saja pegangan tangan, lo bisa bayangin kan hari ini mereka ngapain?"
Meski masih menyimpan iba pada Viviana, tapi dia tak mau lagi mendebat Abeno. Kalau apa yang diceritakan Abeno benar, maka berarti air mata itu hanya air mata buaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cowok Berondongku
Novela JuvenilViviana, guru Matematika yang terkenal tegas dan disiplin. Ia menjadi guru di usianya yang masih muda berkat kecerdasannya. Dia memasuki sekolah dasar di usia belum genap 6 tahun dan di sekolah menengah pun ia mengambil kelas percepatan. Usianya bar...