Satu

725 79 4
                                    

Heejin menatap sendu ke arah dua pusara yang terpampang nyata nama kedua orang tuanya. 10 tahun sudah dia menjadi yatim piatu, tapi hatinya tak pernah merasa ikhlas.

"Hee, balik yuk. Gue tak—" Kalimat gadis itu terhenti bertepatan saat Heejin mengangkat tangan kanannya.

Bukan. Gadis itu berhenti bicara bukan karena Heejin mengangkat tangannya, tapi karena Heejin menghentikan waktu.

Heejin melirik sahabatnya itu sekilas. Lalu kembali menatap ke kuburan orang tua nya. Dia paling tidak suka jika ada yang mengganggu quality time dengan orang tuanya.

"Ryujin, kalau lo tau gue punya kekuatan. Lo masih mau jadi sahabat gue gak?" Tanya Heejin.

Walau dia tahu Ryujin tidak akan menjawab pertanyaannya karena waktu yang masih terhenti.

"Apa papah sama mamah juga punya kekuatan kayak Heejin? Apa kakek juga? Atau cuma Heejin?" Gumam Heejin.

Benar-benar tipikal gadis malang. Heejin kembali mengangkat tangannya. Dan waktu kembali berjalan seperti semula.

"Ut. Ayo Jin. Pulang." Ryujin kembali melanjutkan ucapannnya.

Heejin berbalik dan mengangguk. Wajar jika Ryujin takut, pasalnya Heejin mengajak gadis itu ke makam pada pukul 8 malam. Heejin biasanya akan ke makam sendirian, tapi rasanya malam ini akan ada sesuatu yang terjadi jika Heejin pergi sendiri. Jadi dia memutuskan untuk mengajak Ryujin.

"Kenapa nggak besok aja sih ke makamnya. Horror parah jam segini." Sungut Ryujin.

Heejin terkekeh. Lalu menggeleng.

"Emang pernah lo liat gue ke makam pas masih terang? Gue lebih tenang kalau kesini malam hari. Gak ada yang ganggu." Balas Heejin.

Ryujin akhirnya mau melepas tangan Heejin saat keduanya sudah menjauh dari area pemakaman. Wajah gadis itu bahkan sudah pucat pasi.

"Lo tuh jahat tau gak sih Jin. Udah tau gue bisa liat kek begituan eh malah di ajak ke rumah mereka." Ucap Ryujin yang jelas sangat kesal, mengingat apa saja yang sudah dia lihat selama di makam tadi.

Heejin hanya tertawa menanggapi omelan sahabatnya itu. Keduanya berjalan beriringan sambil bercanda.

"Jin, haus. Beli es teh di angkringan depan sono yuk." Heejin menyipitkan matanya untuk melihat angkringan yang di tunjuk Ryujin.

Di seberang jalan. Dan Heejin malas untuk menyebrang walau ada jembatan penyebrangan sekalipun.

"Pasti males nyabrang kan lo. Wajah lo keliatan banget anjir." Ungkap Ryujin yang seratus persen benar.

"Lo aja sana gih. Gue tunggu disini. Cepetan tapi. Awas jo malah ngemper sambil godain cowok disana, gue tinggal beneran." Ancam Heejin sambil duduk pada pinggiran jalan.

Ryujin mengangguk semangat lalu mulai menyebrang jauh. Heejin memilih memainkan ponselnya. Sampai seseorang berdiri tepat di depannya secara tiba-tiba.

"Apa?" Tanya Heejin setelah mendongak.

Pria bermasker itu terus menatap Heejin. Sampai risih dibuatnya. Jadi Heejin berdiri dan sedikit menjauhi pria itu. Heejin meliriknya saat pria itu membuka maskernya.

Tampan. Sangat tampan. Heejin bahkan sampai melongo dibuatnya. Pria itu mendekati Heejin.

"Time control. Gue bener?" Tanya pria itu.

Heejin nyaris menjerit saat pria itu berkata demikian. Hanya kakeknya yang tau soal kekuatan Heejin. Bagaimana pria itu bisa tahu. Heejin mendekat ke arah pria itu.

"Gimana—Ah! Enggak. Siapa lo?" Tanya Heejin panik.

Bagaimana tidak panik, keberadaannya di incar oleh para pimpinan dunia. Mereka yang punya kekuatan dianggap orang yang mampu membahayakan bumi. Mereka yang punya kekuatan harus mati.

The Memories of PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang