Part 18

479 23 2
                                    

Seorang perempuan tengah berdiri di balkon kamarnya menatap langit-langit malam.
"Kurang seru sih tadi permainannya... Coba aja Jeno gak langsung bongkar semuanya, pasti si Anin bakal lebih kacau saat nantinya dia tahu eh ternyata si Arga udah tewas hahah... Gue akan melakukan apa pun untuk membuat lo menderita nin! Apa pun! " ucap orang itu tajam.

..........

Kini, mobil Anin telah terparkir di halaman rumah Arga. Sebelum ke luar dari mobil, Anin melirik Hanan.
Hanan mengangguk. Anin pun kemudian mengangguk dan ke luar dari mobil yang disusul oleh Hanan. Ia kemudian memencet bel rumah. Tak lama, seorang wanita paruh baya ke luar.
"Selamat malam, ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita itu.
Anin membungkukkan badan sejenak.
"Malam bu, saya ingin bertemu dengan mas Arga, apakah ada?" tanya Anin sopan.
Wanita itu langsung menunjukkan ekspresi sedih.
"Maaf bu, kenapa?" tanya Hanan. Wanita itu pun melirik Hanan dengan tatapan sedih.
Wanita itu kemudian menutup pintu dari luar, mereka duduk di kursi teras.
"Den Arga, hiks, dia sakit sudah 2 tahun ini. Beliau sakit semenjak beliau kehilangan semuanya. Beliau kehilangan kekasihnya tanpa kesalahan yang sama sekali tidak pernah beliau lakukan, beliau kehilangan pekerjaannya tanpa melakukan kesalahan apa pun. Beliau difitnah. Ibu gak tega melihat keadaan den Arga saat ini. Dia seperti tidak memiliki arah hidup. Ibu gak tahu harus berbuat apa lagi. Tuan dan Nyonya sudah berusaha membawa den Arga berobat ke mana pun, tapi dia tetap seperti itu. Dia sangat terpukul dengan semua kejadian yang menimpanya." ucap Ibu itu menatap Anin dan Hanan sedih.
"Apa kalian sudah tahu siapa yang telah memfitnah Arga?" tanya Anin.
"Sebenarnya saya sudah tahu mbak, tapi saya hanya seorang pembantu di sini. Saya gak mungkin bisa berbuat apa pun terlebih lagi, pelakunya adalah sepupu den Arga sendiri."
"Sepupu?" beo Anin. Ibu itu kemudian mengangguk.
"Ma-maksud ibu Jeno? Jeno sepupu Arga?" tanya Anin lagi.
Ibu itu mengangguk.
"Ya mbak... Jeno dulu juga sering dititipkan di sini karena orang tuanya yang sibuk bekerja."
Anin menutup mulutnya tak percaya.
"Ya Allah... Kenapa Jeno sejahat ini sih?" lirih Anin yang meneteskan air mata.
Hanan yang dari tadi berdiri di belakang Anin berusaha menenangkan Anin.
"Ibu juga berpikir kenapa den Arga gak kunjung sembuh ini pasti ada campur tangan Jeno. " ucap ibu itu dengan sorot mata kebencian yang berkaca-kaca.
"Maksudnya bu?" tanya Anin.
"Ibu pernah beberapa kali melihat Jeno ke luar dari kamar den Arga lalu ibu ikutin dan ternyata dia memasukkan racun pada makanan ataupun minuman den Arga."
"Ya Allah... Bu, ini kriminal... Kita gak bisa diam aja.. Jeno harus ditindak." ucap Anin tak terima.
"Saya sudah bicarakan ini pada Nyonya.. Tapi nyonya bilang, dia tidak mungkin memenjarakan anak dari adik lelakinya sendiri. Jeno itu keluarganya broken home. Orang tuanya sudah lama berpisah tanpa sepengetahuan dia. Mungkin karena itu nyonya kasihan."
"Tidak ada kata kasihan bu... Arga sekarang sakit semua karena Jeno! Kita harus melakukan sesuatu. Sampai kapan pun saya tidak akan pernah terima." lantang Anin.
"Ibu akan bantu. Kita lakukan ini di belakang mereka semua." ucap Ibu.
"Aku juga pasti bantu kamu nin.. Aku juga akan membawa kasus tadi ke jalur hukum." ucap Hanan. Anin kemudian mendongak menatap Hanan dengan senyuman.
"Bu, boleh saya bertemu dengan Arga? " tanya Anin dengan mata yang berkaca-kaca.
"Maaf sebelumnya, kamu siapa nak?"
"Sa-saya... Mantan kekasihnya Arga..." lirih Anin menunduk.
Ibu itu pun terkejut.
"Kenapa kamu putusin Arga pada saat itu?"
"Jeno bu.. Fitnah Jeno"
"Astaghfirullah... Ayo, kita temui den Arga... Dia ada di kamar."
.
.
.
Mereka pun sampai di depan pintu kamar Arga.
"Kamu masuk sendiri ya... Ibu dan dia akan melihat dari sini. Pintunya dibuka saja." ucap ibu itu.
Anin mengangguk. " makasih bu.." ucap Anin.
"Hati-hati.." ucap Hanan pada Anin. Anin mengangguk tersenyum.
Anin membuka pintu. Ia melihat Arga yang sedang berdiri di dekat jendela menatap ke luar. Tubuh Arga masih sehat, tapi mentalnya terganggu.
"Assalamualaikum ga..." ucap Anin sedikit cemas. Arga menoleh.
Ia menatap Anin dari bawah hingga atas lalu saat ia menemukan wajah Anin, langkahnya perlahan mendekat dengan tatapan sendu.
"Waalaikumsalam..." jawabnya pelan dan menghentikan langkahnya agak jauh dari Anin.Tatapan Arga kosong.
"Arga...." lirih Anin bergetar. Arga tersenyum. Senyuman sendu yang menyiksa hati Anin.
Di luar, ibu terlihat senang kala melihat Arga akhirnya tersenyum.
"Alhamdulillah... Akhirnya dia bisa tersenyum.." ucap ibu. Hanan hanya memperhatikan kedua orang di sana.
"Kamu??" tanya Arga.
"Aku Anin ga... Anin..." ucap Anin menangis.
"Anindya??" tanya Arga meneteskan air mata.
Anin mengangguk.
"Gak! Gak mungkin! Anindya sudah membenci gue! Anindya sudah meninggalkan gue! Dia gak akan pernah lagi temui gue! Gak akan! Lo bukan Anin!"
"Arga.... Ini aku Anindya... Hiks..."
Arga menatap dalam Anin.
"Apa buktinya?" Anin lalu melepas kalung yang ia pakai dan menyerahkannya pada Arga. Arga menerimanya, ia menatap lama kalung itu. Air matanya menetes. Ia pun berjalan ke arah Anin perlahan, berhenti sejenak tepat di depan wajah Anin, keduanya saling tatap, hingga akhirnya Arga memeluk erat Anin.
"Don't leave me..." ucap Arga memohon saat memeluk Anin. Air mata Anin pun menetes.
Ia melihat ke luar kamar, dan mendapati Hanan dengan tatapan kecewa.
Di luar, Hanan menatap keduanya seakan tak terima. Ia kecewa, sakit hati.
'Aku sangat mencintai kamu nin... Tapi jika Arga adalah bahagia kamu, aku bisa apa? Aku hanya orang baru yang mampir di antara kalian. Mungkin Tuhan mempertemukan kita hanya untuk saling mengenal, tetapi tidak untuk saling memiliki.' Batin Hanan.
Mata Anin terus menatap Hanan.
'Maafin saya pak... Saya masih mencintai Arga.. Maaf sudah membuat bapak terjebak di dalam kehidupan saya. Mungkin, pertemuan kita diciptakan hanya untuk sebuah pertemanan bukan hubungan lain. Semoga bapak gak menjauhi saya setelah ini..' Batin Anin.
Arga melerai pelukan mereka.
"Anin, kenapa kamu diam aja?" tanya Arga.
Anin menghapus jejak air matanya.
"Maaf pak.." ceplos Anin yang membuat Arga mengernyitkan kening.
"Pak?" tanya Arga. Anin memejamkan mata merutuki kecerobohannya.
"Eh... Maaf ga .. Maaf.."
"Tolong jangan pernah tinggalkan saya lagi nin... Saya akan kuat saat saya kehilangan pekerjaan saya, tapi saya gak akan pernah kuat saat saya kehilangan kamu. Kamu berharga untuk saya.." ucap Arga menatap dalam Anin.
Hanan tanpa sadar meneteskan air matanya.
'Andai kamu tahu nin bahwa saya pun sama.. Saya kuat saat saya kehilangan profesi saya, tapi saya tidak akan pernah kuat saat saya kehilangan kamu. Kamu berbeda nin... Saya mencintai kamu nin... Bahkan sangat... Kamu adalah yang pertama yang berhasil merebut hati saya.. Meski pada akhirnya saya tidak akan pernah bisa memiliki kamu...'  Batin Hanan.
"Iya ga... Tapi, kamu harus janji sama aku, kalau kamu akan sehat. Janji?" ucap Anin menunjukkan kelingkingnya. Arga kemudian menautkan kelingkingnya pada kelingking Anin.
"I promise..." ucap Arga tersenyum.
'Apa gak ada sedikit saja perasaan kamu untuk saya nin? Apa gak ada?? Setelah semua yang saya lakukan? Apa semuanya gak berarti apapun untuk kamu? Lalu, untuk apa lagi saya di sini? Untuk apa?' batin Hanan menahan tangis. Hanan beranjak, ia pun melangkahkan kakinya, namun Anin melihat.
"Tunggu pak!" ucap Anin sedikit berteriak. Langkah Hanan terhenti. Arga pun mengikuti arah pandang Anin.
"Siapa dia?" tanya Arga datar.
"Ga, tunggu sebentar." ucap Anin menenangkan.
"Siapa dia nin?!" tegas Arga.
"Bentar ga... Bentar..." bujuk Anin. Arga pun diam. Ia kemudian berjalan ke arah Hanan. Ia sampai di depan Hanan.
"Bapak mau ke mana?" tanya Anin.
"Saya gak perlu menjelaskan lagi dan saya rasa kamu juga sudah tahu jawabannya." ucap Hanan .
"Tolong jangan pergi pak.."
"Dengan melihat kamu dan dia bermesraan begitu? Itu menyakiti hati saya nin! Sakit! Apa kamu pernah tahu? Pernah sedikit pun kamu memikirkan bagaimana sakitnya hati saya?"
"Maaf pak.... Saya gak bermaksud nyakitin hati bapak... Sama sekali gak pak..." ucap Anin dengan air mata yang terus mengalir.
"Saya mencintai kamu. Berulang kali sudah saya katakan, tapi kamu tidak pernah ingin membalasnya dan sekarang saya tahu kenapa. Hati kamu masih bersama masa lalu kamu. Saya bukan pilihan kamu. Lalu, untuk apa lagi saya bertahan? Hari ini, adalah hari terakhir saya mengatakan bahwa saya mencintai kamu. Saya tidak akan pernah mengganggu kamu lagi mulai detik ini. Terima kasih untuk setiap kenangan yang pernah kamu lukis. Saya tidak akan pernah lupa... Semoga kamu bisa mengukir kebahagiaan bersama masa lalu kamu.. Saya permisi." pamit Hanan dengan mata yang berkaca-kaca. Anin membeku.
"Maafin saya..." lirih Anin terisak yang masih bisa didengar oleh Hanan.
Arga kemudian menghampiri Anin. Ia memeluk Anin.

















Jangan lupa untuk Vote dan Comment ya..
Thank you!!
Wait for the next part!!
Sorry, karena baru update lagi

HAnindya Story [Police]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang