Hari beranjak sore saat Jimin menghentikan motornya diatas halaman berwarna hitam dengan rumput dan pepohonan rapat mengelilingi.
"Ini dimana?" Yoongi bertanya. Fokus mengamati hijau lingkungan sekitar.
"Villa milik keluarga" Jimin menjawab, memutar badan sekilas kemudian melanjutkan langkahnya menuruni tangga, "Kau bisa mengobati luka ku sepuasmu, kau senang sekarang?"
Sebuah villa milik keluarga Park. Jauh dari ingar bingar kota, terletak pada pusat puluhan hektar luas hutan dibawah kepemilikan Ayah Jimin.
Dahulu Jimin, dua Kakak, dan sang Ibu sering sekali berkunjung kemari untuk menikmati suasana damai tenang dengan udara sejuk menemani. Terkadang Ayah juga akan menyusul saat pekerjaan perusahaan selesai. Namun itu jarang sekali terjadi. Satu sisi jari tangan kalian akan bersisa jika digunakan untuk menghitungnya.
Perihal dua Kakak Jimin, akan kusisihkan waktu untuk menjelaskannya.
Kaki Jimin menapaki tangga terakhir, mengantarkannya pada lantai hitam pekat dengan sebuah kolam renang disampingnya.
"Jimin, ini benar-benar villa keluargamu kan?" Yoongi masih meragu dengan mata mengamati sekeliling. Kakinya menuruni perlahan anak tangga yang tersisa beberapa, "Kau tak membohongiku dan-
"Bibi" Jimin melambaikan tangannya, mengabaikan Yoongi yang kini langsung menggembungkan pipi, kesal.
Didepan sana, tak jauh dari tempat Jimin dan Yoongi, berdiri seorang wanita paruh baya. Kedua tangannya sibuk memegang sapu dan kemoceng, sementara diatas tubuh yang kini dibalut dress usang dengan warna pudar itu terpasang celemek dengan banyak noda diatasnya.
"Jimin... kapan kau datang, Nak?" Wanita itu menaruh kemoceng dan sapu diatas kursi, kemudian melangkahkan kakinya menuju Jimin.
"Baru saja"
"Oh astaga, ada apa dengan wajahmu?" Sang Wanita menangkup wajah Jimin, menatap khawatir pada luka-luka disana.
"Perkelahian kecil, bukan masalah. Dia akan mengobatinya" Jimin menunjuk Yoongi dibelakang sana dengan ibu jarinya. Menuntun pandangan sang Wanita untuk menatap pada Yoongi.
Sang Wanita berjalan pelan mendekati Yoongi dengan tatapan masih pada Jimin, "Mengobati? sejak kapan seorang Tuan Muda Jimin mau diobati, lukanya?"
Jimin mendengus mendengar kata 'tuan muda', "Dia memaksa, dan jangan panggil aku dengan itu. Bibi tau aku benci itu" Jimin balas dengan suara rendah.
"Siapa namamu, Gadis manis?" Sang Wanita berjalan mendekat hingga jarak antar mereka terkikis.
Dari jarak sedekat ini, Yoongi dapat melihat beberapa kerutan disekitar mata, dahi, dan rambut yang memutih dibeberapa tempat. Dan terakhir, mata gadis wortel kita menangkap senyum teduh yang rasanya memberi dampak hangat padanya.
"Min Yoongi" Yoongi menjawab dengan senyum canggung.
Yoongi memang tak bagus dalam sebuah pertemuan pertama. Meskipun senyum teduh itu memberinya rasa tenang, Yoongi masih tak bisa menghilangkan canggung serta gugupnya.
"Nama yang cantik, seperti dirimu" Wanita itu tersenyum menatap Yoongi hingga kemudian dia tersadar akan sesuatu, "Astaga, maaf, kau terlalu manis untuk dipandangi"
Wanita itu berjalan menjauh menuju kursi dimana Ia meletakkan kemoceng dan sapu sebelumnya. Tangan tua itu terulur mengambil dua barangnya untuk kemudian menoleh kepada Jimin dan Yoongi, "Kalian masuklah, Bibi akan buatkan minuman"
Sepeninggal wanita itu, Yoongi menatap Jimin. Menyampaikan melalui tatapan 'siapa dia?'
"Bibi Kim Mi Kyung. Dia pengurus villa ini sejak aku bahkan belum lahir. Dia sudah seperti Ibu kedua ku"
KAMU SEDANG MEMBACA
People
FanfictionKisah tentang hidup, pertemuan, perpisahaan, tentang degupan aneh dalam dada saat melihat dirinya, juga tentang pilihan yang jatuh pada satu orang diantara banyaknya manusia. Pada akhirnya Jimin tahu, Yoongi lebih dari sekedar teman sebangku untukn...