Dua hari berlalu sejak hari dimana Keenan memergoki tiga orang gadis berandal memukuli tubuh Charis hingga hampir seluruh seragamnya terselimuti oleh rembesan darah dari luka terbuka di sekujur tubuhnya.
Sudah dua hari pula sejak Charis dengan nekadnya membanting stir mobil yang tengah Keenan kendarai hingga hampir menabrak trotoar di sudut jalan, lalu pergi dan menghilang di balik tikungan gang dekat halte berwarna biru itu setelah sebelumnya sempat menggumamkan kata terimakasih.
Dan entah karena alasan apa, sejak hari dimana cahaya langit yang meredup dan membentuk kelabu bersama rintik hujan yang turun mengguyur tubuh gadis pemurung itu, gadis itu tak pernah terlihat sosoknya. Seperti hilang begitu saja, begitu lama untuk benak Keenan yang terus dan tak pernah berhenti mempertanyakan gadis pemurung yang jujur saja agak menyebalkan itu.
Mata Keenan bergulir ke sisi pojok kelas, tempat dimana gadis itu biasanya merebahkan tubuhnya yang selalu nampak layu ke meja, dan menutup telinganya rapat dengan headset biru gelap khasnya.
Bahkan hari ini pun, gadis itu tidak hadir. Tidak Keenan jumpai langkahnya yang selalu tanpa energi. Atau setidaknya ekspresi datar tanpa emosi yang selalu menjadi ciri khas dari wajah menawan si pemurung itu.
Yang dapat ia lihat kini hanyalah sebuah bangku kosong dengan ketiga teman gadis itu yang sedang asik bercengkrama sambil sesekali melirik pada ponsel di tangan masing-masing.
Keenan menutup wajahnya gusar. Nafasnya bahkan tak nyaman. Ada saja hal yang membuatnya kembali memikirkan gadis layu pemurung yang kini ntah bagaimana kabarnya. Terlalu aneh dan tidak biasa. Dua hari belum pernah terasa sepanjang dan selama ini bagi Keenan. Tidak pernah bahkan sekalipun.
Elfan yang sejak tadi menyadari keanehan pada sikap Keenan menepuk bahu sahabatnya itu "Lo kenapa, Nan?"
Rhandy yang sedari tadi juga turut memperhatikan tingkah Keenan hanya tersenyum simpul. Ia tau jelas hal macam apa yang kini tengah memenuhi benak dan otak Keenan. Kekosongan kursi di pojok kelas sana menjadi jawaban pasti mengapa Keenan terlihat begitu gusar.
"Gue oke, Fan" Keenan menghela nafasnya entah untuk yang keberapa kali hari ini. Dua hari dimana si pemurung itu hilang adalah dua hari yang berat. Dengan gumpalan kemungkinan negatif, serta gunungan rasa khawatir yang rasanya seolah menimbun kewarasan Keenan hingga bernafas saja menjadi sebuah hal yang begitu sulit.
Sedang Banyu kini juga tak kalah kalut, hingga bahkan pria itu tak sadar jika buku yang ia baca sejak lima belas menit yang lalu sedang dalam posisi terbalik. Rhandy yang menyaksikan tingkah para sahabatnya hanya terkekeh miris dalam hati.
"Kacau"
__GLADIOLA__
Dari gelapnya kaca mobil berwarna hitam yang kini tengah melaju perlahan di tengah padatnya lalu lintas ibukota, seorang gadis murung dengan netra layu menatap datar para pengendara motor yang tampak begitu terburu-buru mengingat keadaan langit yang lagi-lagi terlihat begitu menyedihkan dengan corak kelabunya.
Perlahan, langit sekali lagi menangis. Rintik air matanya jatuh titik demi titik, menangisi tiap waktu dimana bumi terus beranjak tua, dengan beban yang makin lama makin berat. Rintiknya makin deras, bersama tiap detik yang terlewat tanpa sekalipun dapat berbagi beban.
Charis menghela nafas. Seharusnya langit dan bumi bisa jadi lebih egois, seharusnya mereka abaikan saja para manusia tidak tahu diri itu. Lantas mereka bisa menyatu tanpa harus merasakan sendu di tiap detik perpisahan yang begitu menyiksa. Namun tetap saja, nyatanya langit dan bumi bukanlah sosok egois. Mereka, tidak seburuk Charis.
![](https://img.wattpad.com/cover/224671930-288-k175500.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
GLADIOLA
Ficção AdolescenteHopping is something closely related to humans. If people don't have expectation anymore, means they stop believing. World where people stop believing, means human let the darkness eat every piece of them in pleasure. ...