Tiga Puluh Tujuh

930 44 6
                                    

“Aku tidak marah jika kamu berbohong, tapi aku kesal pada diriku sendiri karena tidak bisa mempercayaimu lagi.”

🍀🍀🍀

06.00

Hari telah berganti, jam dinding terus berputar dan warna langit pun mulai berubah. Yang semula gelap perlahan menerang.

Arkan yang biasanya berangkat kerja sekitar jam setengah tujuh, kini harus berangkat lebih pagi karena ada beberapa file yang harus ia selesaikan di tempat lain. Tempat yang cukup jauh dari tempat kerjanya sementara.

Sudah setengah jam ia berada di perjalanan, akhirnya sampai tujuan. Untung saja perusahaannya menyediakan kendaraan pribadi selama beberapa karyawannya berada di kota yang terkenal dengan gudeg, Yogyakarta.

Udara Yogyakarta saat pagi hari seperti ini sangatlah dingin. Selain dingin, sejuk juga termasuk didalamnya membuat semua orang yang ada disana menjadi betah.

Arkan sendiri sudah merasakannya. Bahkan rasanya ia tak ingin kembali ke Jakarta, saking betahnya dengan suasana kota Yogyakarta.

Tepat pukul 06.30 ia sampai dan langsung turun dari motor. Iya, Arkan menggunakan fasilitas kantor berupa motor agar lebih cepat sampainya.

“Pagi pak Satpam,” sapa Arkan kepada bapak-bapak yang bertugas di depan pintu masuk gedung. Bekerja sebagai satpam disana.

“Njeh pagi, Mas.” sahut si Bapak dengan ramah.

“Maaf Mas, rasane Mas iki bukan karyawan disini, betul toh?” tanya si Bapak dengan logat khas Jawa nya.

Arkan mengangguk mantap. “Betul Pak. Saya kesini cuma mau ambil file nya Pak Subroto, Bapak tau?”

Si bapak tampak berpikir sesuatu, “Ah iya, Mas ini yang namanya Arkan?”

“Lho bapak tau nama saya?”

“Njeh, Mas. Pak Subroto semalam telpon saya. Mari saya antar untuk bertemu sekertaris nya.” tawar Pak satpam dengan sopan. Arkan merasa sangat dihargai tapi ia juga merasa tak enak karena si bapak terlalu sopan padanya.

Padahal perbandingan umur mereka mungkin cukup jauh, pikir Arkan.

Arkan mengangguk, mengekori Pak satpam dari belakang. Mereka naik kedalam lift menuju lantai 3, ruangan kerja seorang direktur yang tadi disebutkan Arkan. Pak Subroto namanya.

Sampai di lantai 3, mereka langsung mendatangi sekertaris Pak Subroto yang kebetulan sudah datang beberapa menit lalu.

“Permisi Mbak Ajeng,” kata si bapak satpam menyapa.

“Njeh Pak, ono opo toh?” jawab sang empu yang bernama Ajeng tersebut.

“Iki Mbak ada Mas Arkan yang datang dari Jakarta. Semalam Pak Subroto telpon saya,” jelas si bapak. Ajeng mengangguk paham.

“Iya Mbak, saya Arkan dan kesini mau ambil file titipan Pak Subroto.” timpal Arkan.

“Oh iya Mas, kemarin Pak Subroto juga sudah bilang ke saya. Mari ikut saya,” ajak Ajeng dengan logat Jawa yang sangat kental.

“Kalo gitu saya pamit ya Mbak, Mas.” ujar Pak satpam.

“Terimakasih ya Pak sudah mengantarkan saya,” ucap Arkan.

“Maturnuwun njeh, Pak.” tambah Ajeng.

“Sami sami, Mas Mbak.”

🍀🍀🍀

Setelah terjadi perdebatan kecil setengah jam yang lalu, kini Reyhan dan Reyna sedang menikmati sarapan pagi mereka di Cafetaria yang ada di hotel, tepatnya di lantai dasar dengan nuansa outdoor.

Reyna AprilliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang