BAB 10

34 5 0
                                    

"Tidak diangkat", kata Yoga.

Sudah 10 kali dirinya berusaha menelpon Yuna.

"Yuna... kenapa dia tidak mengangkat telponnya. Dimana anak kita?", gumam Mira, ibu Yuna.

"Tenanglah, Mir. Yuna pasti baik-baik saja"

"Pernikahan ini harus dipercepat dan segera dilaksanakan", tegas Martin.

"Apa benar yang kau katakan kejadian semalam?", tanya Yama menatap Martin dengan tatapan tajam.

Martin seketika gugup namun segera mengembalikan ekspresinya, "Ya, Yuna kabur dengan seorang pria. Saya berusaha melawannya namun orang itu memukul saya tanpa ampun dan mengajak Yuna pergi begitu saja"

"Yuna tidak akan melakukan itu jika dirinya merasa terancam oleh orang sekitarnya. Mungkin dirinya meminta pertolongan", sahut Yuda.

Martin mendengus, "Saya korban dari kakakmu. Lagian Yuna adalah tunangan saya, jika kau lupa"

Yuda membalas Martin dengan tatapan sinis dan santai, "Perlu anda ingat juga jika saya adik kandungnya. Saya jauh lebih tau kebiasaan kakak saya ketimbang anda, jika anda lupa"

Martin ingin membalasnya namun Yoga kembali menengah, "Sudahlah. Intinya sekarang kita mencari keberadaan Yuna. Untuk alasannya biarkan Yuna yang mengatakannya kebenarannya"

Martin begitu khawatir mengingat Yuna akan mengatakan kejadian kemarin yang telah dilakukannya, bagaimanapun caranya Yuna harus dibuatnya bungkam dan Martin harus segera menikahinya.

Dia harus menikahi Yuna.

Tidak boleh orang lain selain dirinya.

***

Yuna ingin mengatur posisi tubuhnya namun dirinya merasakan sesak tidak dapat bergerak.

Merasa aneh Yuna segera membuka kedua matanya.

Astaga!

Yuna begitu terkejut.

Dirinya lupa jika menginap di apartemen Wira.

Wajah Wira begitu dekat dengannya membuat jantungnya berdegup kencang. Wira tampak enggan bangun dari tidurnya. Matanya masih tertutup dengan wajah tidur yang damai. Yuna mengamati garis wajah Wira. Tampan. Alis yang tebal, hidung yang mancung, bulu mata yang tipis namun lentik, bibir yang tipis namun menggoda.

Aduuh.. sudah.. sudaaaah, pikirnya.

Yuna berlahan menoleh kearah tangan Wira yang masih memeluk pinggangnya.

Yuna berusaha berlahan memindahkan tangan Wira. Dirinya menghela nafas lega, dilihatnya jam dinding sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.

Yuna sempat terkejut karena biasanya jam enam pagi dirinya sudah terbangun.

Yuna pun bergegas menuju ke kamar mandi.

***

Wika tampak gugup ketika Yoga mengajaknya berkeliling mencari keberadaan Yuna.

"Sempat menghubungi Yuna?", tanya Yoga.

Wika mengangguk, "Nomor-nya tetap tidak aktif"

Wika menjadi semakin khawatir, Yoga pun dapat melihat kekhawatiran Wika.

Yoga yang sedang mengendarai mobilnya tersenyum dan mengelus puncak kepala Wika dengan sebelah tangannya.

Merasa diperlakukan seperti itu membuat Wika menunduk malu.

Remember (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang