BAB 15

27 5 0
                                    

"Tersenyum dong, sayang", bujuk ibunya dengan nada yang lembut.

Wika masih mempertahankan wajah kusutnya ketika selesai makan malam.

Bagaimana tidak kesal? Hari ini rencana fitting baju pernikahan tetapi Yoga justru mendadak membatalkannya dengan alasan ada meeting di kantor.

Akhirnya dirinya tahu jika teman Yoga yang bernama Piva Haryan itu telah bekerja di perusahaan cabang Keluarga Sigatra dimana direkturnya sudah pasti calon suaminya. Betapa terkejutnya jika orang yang bernama Piva itu telah menjadi sekretaris Yoga.

Ini memang kejutan yang dibuat oleh Piva ketika dirinya memberi tahu kepada Yoga pada saat pertemuan mereka ketika makan malam tersebut.

"Dasar tante-tante ituuu..!", bisik Wika kesal.

"Apa kau ada acara lagi dengan Yoga?", tanya Wisesa, ayahnya.

Wika menggeleng, "Tidak, ayah. Hari ini aku ingin beristirahat sesudah makan malam. Lelah sekali", jawabnya.

"Istirahatlah nak, hari ini kamu begitu sibuk mempersiapkan pernikahanmu terlebih Yoga tidak dapat menemanimu karena ada meeting yang padat pada hari ini", jelas ayahnya.

Wika mengangguk setuju, "Selamat malam dan selamat tidur ayah, ibu..", ucapnya.

"Selamat malam dan selamat tidur, sayang", balas ibunya yang diangguki oleh sang ayah.

Wika segera pergi ke kamar dan merebahkan tubuhnya di tempat tidur.

Pada saat matanya mulai terpejam, terdengar suara panggilan masuk dari handphone miliknya yang berada di meja sebelah tempat tidur.

"Halo", sapa Wika agak malas.

Terdengar suara sahutan dari seberang sana, [Halo, sayang. Maaf tidak dapat menemanimu hari ini. Setengah jam lagi aku akan meeting dengan klien terakhir. Apakah sudah makan?]

"Tidak apa. Aku sudah makan. Kamu sudah?", tanya Wika dengan nada yang sedikit ketus.

[Aku benar-benar minta maaf telah membuatmu marah. Maaf ya sayang], pinta Yoga terdengar memohon karena rasa bersalahnya.

Mendengar itu membuat Wika kasihan, tidak sepantasnya dirinya kekanak-kanakan seperti ini. Wika harus percaya kepada Yoga. Yoga sangat profesional dengan pekerjaannya.

Ketika dirinya ingin membalas perkataan Yoga terdengar dari seberang suara wanita yang dikenal olehnya, [Pak Yoga, meeting akan segera dimulai. Saya tunggu anda, pak]

Suara itu terdengar seperti rayuan dan sedikit mendesah.

Wika menggenggam handphone yang masih menempel ditelingannya dengan kencang.

[Terima kasih], kembali terdengar balasan dari Yoga kepada wanita itu.

[Sayang, aku akan segera pergi karena jadwal meeting dimajukan. Aku akan berusaha mengatur jadwal agar bisa menemanimu kembali. I love you sayang]

Tanpa menunggu balasan dari Wika, panggilan tersebut sudah terputus.

Wika berusaha menenangkan dirinya.

Pertama kalinya merasakan hal seperti ini.

Ini tidak seperti dirinya yang dia kenali.

Wika tidak seperti ini. Wika pendiam dan polos.

Semenjak bersama dengan Yoga, Wika menjadi sosok yang ramah, ceria, dan cerewet. Apalagi perasaan cemburu seperti ini.

Tidak pernah dia rasakan.

Remember (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang