#7

17 4 0
                                    

Disclaimer

Cerita ini dibuat secara fiktif. Tidak ada sangkut paut dengan dunia luar. Tolong untuk tidak membawa karakter cerita ini ke dalam dunia nyata. Kesamaan nama, tokoh, tempat, adalah hal yang wajar dan tentu nya tidak ada sangkut paut dari pihak manapun.

...

"Jadi apa rencananya setelah ini Bram? Kita jadi pergi ke Singapore?" Chelsea mencomot pembicaraan sesaat ketika ruangan hanya di balut sepi.

Bram berdiri menatap ke arah jendela ruangan yang bertembok biru langit, sepatu mengilatnya dengan nyaman menginjak lantai keramik berwarna putih senada, dinginnya AC menjadi penyejuk kepalanya yang agak panas setelah lamat berpikir.

"Apa Reyno sudah kembali dari bandara? Kita harus menunggu kedatangan Reyno dulu dan kembali menyusun rencana." saut Bram.

Peter yang baru saja bergabung duduk dengan nyaman di sofa tepat sebelah Archel yang sibuk memainkan bintang ninja, tangan aktif Peter mulai mengotak-atik laptop kesayangan-nya yang berisi informasi berharga hasil retasan.

Jika White Intel memiliki Felix sebagai hacker hebat dan cerdas, Black Intel memiliki Peter yang tau seluruh informasi dan handal dalam urusan meretas data, skill-nya sangat mumpuni.

"Peter, bisa kau hubungi Reyno? Apa yang membuat dia begitu lama di bandara--"

Ucapan Bram terpotong sesaat pintu ruangan yang di sulap menjadi markas itu terbuka menunjukkan sosok Reyno yang kalem dan tetap tenang.

Secarik senyuman tercetak di wajah Bram, akhirnya mereka bisa bergerak kali ini.

"Bram, kau serius mau pergi ke Singapore? White Intel sialan itu akan tetap mengejar mu sampai ke sana tidak peduli apapun, bukankah pergerakan kita terlalu kentara sejak pertarungan Archelsea?"

Bram diam sejenak, mengunyah ucapan Peter yang benar adanya. Bram benci di buntuti.

"Aku ada ide," Reyno membuka suara ketika lima belas detik ruangan berubah senyap, dan baru kali ini juga si Hwang kembar tampak lebih diam. Mungkin kelelahan.

"Apa idemu?"

"Bram kalian pergilah ke Batam, bersama gadis itu dan Peter kau temani Bram." Reyno mengeluarkan tiga tiket pesawat penerbangan yang baru saja ia beli di bandara, alasan itulah membuat Reyno tertahan agak lama.

"Wahh pesawat eksklusif kelas satu, astaga biarkan aku yang menemani Bram kalau begitu Reyno. Peter tukang servis itu tidak akan membantu, ayolah Reyno." pinta Chelsea merengek.

"Dasar, cucu seorang detektif handal dengan julukan 'Prajurit Negeri' sang pahlawan Korea ternyata memiliki tabiat jelek, mau ku laporkan pada kakek mu supaya kau diubah menjadi beruk, Chelsea? Seenaknya memanggil ku tukang servis, aku ini peretas handal kepercayaan Bram kau tau-?!" Peter tak terima.

"Bla-bla-bla aku tidak dengar." ejek Chelsea, tabiat buruknya mulai keluar.

"Tidak Chelsea, kau tidak akan pergi dengan Bram."

Chelsea menggelembungkan pipinya sebal, sedangkan Archel hanya tertawa geli melihat kembarannya di tolak untuk ikut berkontribusi.

"Apa kau yakin pergerakan kita tidak kentara Reyno?"

Reyno menyerahkan tiga tiket itu kepada Bram, menunjuk Yacht di pelabuhan yang sudah merapat siap di tumpangi.

"Kau pergi ke Batam dengan pesawat, aku dan si kembar Hwang akan pergi dengan Yacht. Kita kelabui mereka, jadi ketika sampai di pelabuhan Lampung mereka akan tersadar kalau ternyata si naif itu salah target."

TARGETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang