#16

4 2 0
                                    

Disclaimer

Cerita ini dibuat secara fiktif. Tidak ada sangkut paut dengan dunia luar. Tolong untuk tidak membawa karakter cerita ini ke dalam dunia nyata. Kesamaan nama, tokoh, tempat, adalah hal yang wajar dan tentu nya tidak ada sangkut paut dari pihak manapun.

...


Gemerlap cahaya lampu kota yang di hiasi oleh gedung bertingkat itu mulai terlihat oleh mata. Pertanda helicopter yang tengah meng-angkasa ini akan mendarat di sebuah gedung berlantai 25.

Gedung ini mewah seperti gedung yang ada di sekitar nya. Tetapi siapa sangka? Ornamen yang ada di dalam gedung adalah sebuah kastil bertema yunani kuno, bak sulap saat memasuki gedung tersebut.

Leona yang sedari tadi memejamkan mata—pura-pura tertidur. Berpikir keras apa yang harus ia lakukan, karna lagi-lagi dirinya seperti tawanan perang, dipindah kesana kemari tanpa mengerti maksud dari semua ini.

Helicopter itu mendarat mulus di atas gedung berlantai hijau, Leona sudah lelah untuk memberontak, ia hanya ikut saat ditarik oleh orang yang dipanggil 'Black Merchant'

Lantai lift turun menuju lantai 16, Leona yang kacau hanya terdiam membisu.

"Cepat melangkah!" ujar orang berbaju hitam-hitam tersebut.

Leona dimasukkan ke dalam sebuah ruangan yang sangat mewah, dengan sofa dan meja pualam.

Lengang, orang itu meninggalkan Leona sendirian. Tak lama, derap langkah terdengar dari kejauhan akibat kesunyian.

Pintu terbuka, datang seorang wanita yang berpakaian seperti pelayan. membawa baju, sepatu, dan peralatan make up.

"Silahkan Nona Muda mandi dan berganti pakaian di ruang itu," Wanita muda itu mengarahkan kelima jari nya ke sebuah ruangan, yang tak lain adalah kamar mandi.

"Setelah itu, Nona Muda boleh beristirahat. Apakah Nona Muda membutuhkan kasur?" Wanita itu kembali bertanya dengan sopan.

Leona hanya menggeleng sembari mengambil perlengkapan dari wanita itu.

"Baik, breakfast akan dikirim setiap jam 7 pagi, lunch jam 12 siang, dan camilan buah setiap jam 7 malam. Apakah ada permintaan lain, Nona Muda?" Wanita itu bertanya kembali dengan ramah.

Leona yang sedang berjalan ke kamar mandi hanya menengok ke arah wanita itu, lalu ia menggeleng kembali.

"Baiklah. selamat beristirahat, Nona Muda." Ujar wanita itu sembari mengundurkan diri.

***

Paviliun berbentuk kotak itu kini ramai diisi oleh White dan Black intel yang sedang membicarakan misi selanjutnya.

"Baiklah, amunisi telah kuisi. Aku baru mendapatkan notifikasi dari Keluarga itu kalau besok mereka akan mengadakan sebuah acara besar, acara perlelangan biological weapons yang kau incar," Bram yang di kelilingi oleh kedua team mulai berbicara.

"Bagaimana dengan kakakku?" Leon bertanya tidak sabaran.

"Hei kawan, sabar. Aku bahkan belum menyelesaikan rapat ini." Bram menjawab menatap Leon tajam.

"Apa yang kau butuhkan?" Chris yang ada di samping Bram mulai bertanya.

"Pasukan, tukang pukul di Keluarga Ferdinan pasti melindungi nya, kita berlima tidak bisa melawannya sendiri." Bram menjawab

"Payah, membuat tukang pukul di keluarga itu tunduk patuh saja kau tidak bisa, aku heran bagaimana Kapten dapat mempercayai nya," Anja yang masih tak terima itu menatap sinis kepada mereka.

"Tutup mulutmu, Anja. Kita tidak sedang mempermasalahkan hal itu." Chris menatap Anja dan Bram hanya tersenyum miring.

"Bukankah kalian memiliki ratusan pasukan elite yang telah kalian latih di panti asuhan itu?" Peter menatap Chris datar, informasi itu dengan mudah ia dapatkan.

"Wow, padahal kita tak pernah membahas anak-anak panti yang kita latih dimanapun." Abin membuka suara.

"Walaupun aku tidak begitu senang berada di sisi Peter, ku akui skill menyalin informasi nya sangat akurat, bahkan ia lebih jago dibanding hacker milik kalian," Chelsea ikutan membuka suara dan di setujui dengan anggukan oleh Archel.

Felix hanya memutar bola mata nya ke arah Chelsea.

"Baiklah, aku akan memberi perintah kepada anak-anak panti yang sudah kulatih untuk berkumpul besok, aku dan yang lainnya akan menyamar sebagai calon pembeli, untuk melihat situasi." Chris mantap menjawab maksud mereka.

Anak-anak panti yang White Intel sebut bukanlah anak-anak sesungguhnya, mereka sudah berusia diatas 20 tahun dan mereka sering berkumpul 3 kali seminggu untuk mengasah skill beladiri yang mereka kuasai, tentu nya White Intel sendiri lah yang mengajari mereka.

Bram mengangguk,

"Baik, terimakasih Chris. Nah, untuk menyelamatkan Leona..." Leon yang sedari tadi menunggu percakapan ini langsung menegakkan bahu nya, mendengar baik-baik titah Bram.

"Anja, Chelsea, dan Felix yang kutahu pandai membobol kunci apapun, kalian bertiga harus menyelamatkan Leona. Peter akan memberi tahu dimana Leona berada, lalu Chelsea dan Anja lewat jalur tersembunyi masuk ke dalam ruangan itu dan menjemput Leona. Kau hapal jalur nya kan, Chelsea?" Bram menatap Chelsea.

"Kau meragukan ku, heh?" Chelsea tak terima.

"Baiklah, sisa Archel dan Reyno. Kalian berdua berdiri di belakang ku, melindungiku dari tukang pukul Keluarga Ferdinan." Titah Bram kepada anggota nya.

"Hei, bagaimana denganku?" Peter memprotes karna ia tak diberi tugas.

"Oh ya, Peter. Kau harus meretas sistem yang menampilkan barang yang akan di lelang. Aku tahu kau sangat pandai dalam mempermalukan orang lain." Ujar Bram.

"Okay, Black Intel. Sekarang giliran kami menyampaikan bagian kami." Chris mengalihkan misi mereka.

"Aku, Abin, Aksa akan menyamar sebagai pembeli dan setelah Peter berhasil meretas sistem yang ada di layar, aku akan memanggil anak-anak panti langsung merangsek maju melawan tukang pukul itu untuk mencegah mereka melindungi Ferdinan." Ujar Chris

"Kapten, kita bisa sekalian membeli beberapa biological weapons, bukan?" Abin memberi saran.

"Oh, tidak. Biological weapons itu harus ku kuasai semua, bukan hanya beberapa. Bukankan begitu, Bram?" Chris melirik ke arah Bram, lalu Bram melirik ke arah Reyno.

Bram Tertawa, "Oh ya, betul. Kalian akan menguasai semuanya, tentu saja kawan." ujarnya terkekeh.

"Okey, akan kupegang janjimu, Bram. Lalu untuk Leon, aku tidak meminta mu untuk menjalankan misi ini, kau bisa meninggalkan kami dan menunggu kakakmu kembali, aku tidak akan memaksamu." Ujar Chris menatap Leon.

"Aku akan membantu kalian dengan caraku sendiri. Tunggu saja," Leon menjawab dengan dingin, Chris hanya mengangguk sembari mengucapkan terimakasih.

"Baiklah, semua sudah mendapatkan tugas masing-masing. Esok, kita akan menyerang keluarga itu dan mendapatkan harta dari mereka. Semangat untuk kita semua!" Bram berseru dan seruan itu di jawab oleh orang yang ada di seisi ruangan.

TARGETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang