#10

9 5 0
                                    

Disclaimer

Cerita ini dibuat secara fiktif. Tidak ada sangkut paut dengan dunia luar. Tolong untuk tidak membawa karakter cerita ini ke dalam dunia nyata. Kesamaan nama, tokoh, tempat, adalah hal yang wajar dan tentu nya tidak ada sangkut paut dari pihak manapun.

...


Pesawat yang White Intel tumpangi telah sampai di bandara, mereka langsung bergegas keluar dari bandara.

Sesampainya di jalanan yang lengang.

"Lalu, kita naik apa?" Anja bertanya

Leon tanpa bersuara langsung menghampiri salah satu mobil, mengetuk kaca nya dan ia menanyakan sesuatu kepada pemilik mobil

Pemilik mobil itu langsung mengangguk, entah apa yang Leon tawarkan kepada pemilik mobil tersebut sampai pemilik mobil itu mau turun dan menyerahkan kunci nya.

"Anak ajaib," Ceplos Abin bersama yang lain mendatangi Leon yang sudah duduk di kursi kemudi

Mobil itu seperti mobil biasa pada umum nya. Chris duduk di kursi sebelah Leon. Di tengah ada Felix dan Anja lalu di kursi belakang ada Aksa dan Abin.

Leon mulai membuka GPS di hp nya dan posisi mereka saat ini terhubung dengan lokasi dimana kakak nya berada, Leon mulai menekan gas mengikuti arah yang di perintahkan oleh telepon pintarnya itu.

"Bagaimana caramu 'mengusir' pemilik mobil ini?" Anja beringsut kedepan menopang dagu sembari melihat Leon yang sedang sibuk di setir kemudinya.

"Mudah, aku hanya menyerah kan selembar cek bernilai 75 Juta dan pemilik mobil ini langsung memberikan mobil nya cuma-cuma" Leon menyeringai

"Tentu saja orang itu langsung memberikan kunci, lihat di kaca belakang kepalaku" Aksa menunjuk tulisan

'MOBIL INI DI JUAL.
NEGO TIPIS'

Mereka semua yang ada di mobil langsung menepuk dahi lalu tertawa. Pantas saja orang itu langsung menyerahkan kunci mobil nya secara cuma-cuma.

"Ternyata kau memiliki mata yang jeli, Leon" Chris menepuk pundak Leon penuh respect.

"Sekarang, kau harus menjelaskan pada kami, bro. Bagaimana kau bisa melacak keberadaan kakakmu?" Felix penasaran dengan teknologi apa yang digunakan oleh Leon.

Karena Leon dapat menjamin posisi kakak nya sampai detik ini, ia yang 'menaruh' manik kecil di belati Chelsea saja dengan mudah ketahuan, bagaimana bisa seorang tawanan ini malah bebas menggunakan alat pelacak tanpa ketahuan?

Leon berdekham, "Ekhem, Mudah saja" Lalu ia terkekeh.

"HEI!" Semua yang ada di mobil meneriaki nya.

"Okay, okay maaf. Pada siang itu aku mendengar sedikit keributan di ruang tamu rumahku. Ternyata aku melihat seseorang sedang berbincang dengan ayahku. Aku menguping pembicaraan nya dibalik tembok, telah kusimpulkan bahwa orang itu adalah peminjam uang kampanye. Aku tidak paham kenapa ayahku sangat yakin meminjam uang dengan nya dibanding dengan bank, entah pikiran bodoh darimana hal itu dapat terjadi. Aku tidak pernah dekat dengan ayahku, hubungan kami hanya sebatas ayah dan anak saat ada kamera. Diluar itu, kami seperti orang asing, bahkan aku sendiri tak mencoblos wajah nya saat Pemilu. Mendengar nama kakakku disebut, aku langsung paham kalau kakakku di incar oleh keluarga Ferdinan itu, dari awal mereka memang mengincar keluarga kami. ayahku diyakini maju dalam pencalonan presiden pun lewat dukungan dari keluarga Ferdinan itu.

"Pikirku, ayah sangat mudah percaya dengan orang lain. Tentu saja Ferdinan ingin memanfaatkan kepolosan dan kewibawaan ayahku agar bisnis nya berjalan dengan lancar, dan tentu nya untuk Jackson-anak semata wayang nya. Aku sangat tahu kalau lelaki bodoh sangat tergila-gila dengan kak Leona. Mereka sempat satu kampus, tetapi beda fakultas. Lelaki bodoh itu diam-diam menguntit kak Leona, tetapi kak Leona tak pernah sadar karena ia dikelilingi oleh banyak teman-teman dan ia sibuk di organisasi nya."

Leon fokus menyetir sembari bercerita, orang-orang yang ada di dalam mobil mendengar cerita Leon dengan mengangguk, tak ada yang menyela.

Leon menarik napas, lalu melanjutkan ceritanya.

"Lalu kalian penasaran apa yang terjadi sampai alat pelacak itu menunjukkan jalan kita sampai detik ini?" Leon bertanya dengan pertanyaan yang tak perlu di jawab

"Pada saat Ferdinan itu pergi, aku langsung bergegas mengenakan hoodie ku dan menghampiri kak Leona di apartment nya. Beruntunglah, kak Leona ada disana. Aku memberikan kalung emas putih yang di dalam liontin nya terdapat alat pelacak, maka itulah yang membuat pasukan keluarga Ferdinan itu tidak curiga pada barang yang di kenakan oleh kak Leona," Penjelasan panjang Leon itu di sambut anggota White Intel dengan mulut yang terbuka, mereka tertegun dengan persiapan awal Leon yang matang.

"Felix, kau kalah hari ini" Anja menepuk pundak Felix menertawakan pria itu yang sedang menggembungkan pipi nya.

"Itu adalah akibat karna bang Felix suka sombong dengan skill hacker nya," Aksa terkekeh di belakang Felix

"Baiklah, aku tidak akan sombong lagi besok-besok" Felix menjawab dengan bersungut-sungut.

***

Matahari yang telah tertidur di malam hari itu akhirnya muncul lagi, sedikit demi sedikit mulai menampakkan rona jingga nya.

Bram, Peter, dan Leona sedang duduk lesehan mengitari meja yang digunakan untuk sarapan.

Bibi Rah dengan ramah membawakan makanan untuk mereka semua, 3 mangkuk bubur buatan Bibi Rah dan 3 gelas air putih hangat.

"Terimakasih Bibi, bubur ini selalu kurindukan." Bram tersenyum simpul menatap makanan yang menjadi sarapan nya setiap hari saat menjadi murid Tuan Guru.

"Ah, ini bukan apa-apa. Maafkan orang tua ini hanya bisa memberi bubur dan air," Bibi Rah tersenyum hangat ke arah mereka bertiga

"Terimakasih Bibi Rah," Leona tersenyum dengan muka kuyu nya.

Bibi Rah mengangguk seraya membelai rambut Leona, mungkin ini adalah kebiasaan baru nya.

"Wah, bubur ini sangat lezat. Aku tidak pernah merasakan bubur selezat ini," Peter menghabiskan bubur nya dengan lahap

Bibi Rah tak henti-henti nya tersenyum kepada mereka semua.

"Bibi, kemana Tuan Guru? kenapa beliau tidak ikut kami sarapan bersama?" Bram menanyakan guru nya sembari melahap bubur nya

"Sedang melatih ilmu nya bersama beberapa murid. Orang tua itu semenjak pindah ke daerah terpencil ini menjadi lebih sering bermain dengan alam. Aku tidak mengerti apa yang ia dan muridnya lakukan," Bibi Rah mengangkat bahu nya

tiba-tiba Tuan Guru datang dengan tergesa-gesa.

"Bram, cepat pergi dari sini! ada beberapa orang mulai datang memakai mobil. Kau tahu kan daerah ini tidak mungkin didatangi oleh orang asing? aku akan mengurus orang-orang itu dengan murid-murid ku. Cepatlah bergegas." Tuan Guru memberi peringatan

Tentu saja mereka bertiga langsung berdiri bergegas, Bram langsung memberi kode kepada Peter untuk segera pergi, lalu Bram menarik tangan Leona yang tak mengerti untuk ikut berlari.

Bram tidak pernah menghubungi teman-teman Black Intel nya saat sampai dirumah guru nya, mereka pun tidak akan menyusul Bram kalau tidak disuruh. Lagipula, Reyno pasti sedang sibuk menikmati bau senjata. Itu pasti White Intel, mereka masih 'memburu' Leona.

Bram langsung bergegas setelah berpamitan sepatah dua patah kata kepada Bibi Rah.

"Kenapa kita pergi? mereka siapa?" Leona tak paham

"Mereka jahat. kalau kau sampai tertangkap, kau akan dimanfaatkan oleh mereka. Cepat bergegas!" Bram berlari sembari menarik Leona, Sembari berlali Bram mengeluarkan senyum liciknya.

TARGETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang