#13

5 3 0
                                    

Disclaimer

Cerita ini dibuat secara fiktif. Tidak ada sangkut paut dengan dunia luar. Tolong untuk tidak membawa karakter cerita ini ke dalam dunia nyata. Kesamaan nama, tokoh, tempat, adalah hal yang wajar dan tentu nya tidak ada sangkut paut dari pihak manapun.

...


Derap kaki sebuah rombongan memasuki sebuah pedesaan kecil yang hanya di huni beberapa orang.

Rumah-rumah mereka masih terbuat dari kayu yang kokoh berbentuk panggung, pedesaan kecil itu hanya memiliki beberapa rumah yang bisa di hitung dengan jari.

Sepi, senyap, hanya ada suara ternak ayam yang berkokok meriuh di udara. Dan anjing liar berlalu lalang sembari menggonggong kecil, seakan kaget melihat kedatangan rombongan itu.

Beberapa ibu-ibu yang asik mengobrol sambil memberi makan ternak memperhatikan, saling berbisik seakan kedatangan rombongan itu adalah trending topic yang akan menarik di bahas.

Seseorang dengan topi jerami datang menyambut sembari tersenyum, wajahnya kotor karena lumpur, membawa golok dan beberapa padi. Bisa di katakan dia habis membabat sawah.

"Bram, senang sekali rasanya melihat sepupu ku datang." sambutnya merentangkan tangan siap memeluk Bram hangat.

Bram baru saja ingin meringsek masuk ke dalam pelukan, tetapi tangan Chelsea dengan cepat menarik tubuh Bram menjauh.

"Bukankah lebih baik kalau Tuan bertopi jerami berganti pakaian dulu baru memeluk Bram? Bram juga sudah bau karena keringat, memeluk Tuan bertopi jerami pasti akan membuatnya tambah bau dan aku percaya baju Bram yang seharga dua ratus tiga puluh ribu itu akan kotor karena lumpur."

Pria bertopi jerami itu tertawa lepas, Bram hanya menepuk jidat, di sisi lain Archel tertawa, dan Chris hanya bisa menatap heran dengan tawa hambar, kelompok yang lucu pikir Chris.

"Maaf, Nona. Namaku Devin, bukan tuan bertopi jerami. Senang bertemu dengan kalian, dan kau Bram, aku sudah lama tidak bertemu anak yang selalu di hukum oleh Tuan Guru karena tingkah usilnya. Sepertinya, basa-basi ini kita akhiri saja dan bergegas datang ke rumahku, gadis itu pasti menunggu kalian."

Rombongan itu mengikuti langkah kaki Devin, sekitaran dua belas meter mereka berjalan tapi belum juga sampai. Sawah adalah pemandangan baru yang menyambut mata para rombongan.

Chelsea mulai bosan berjalan, di jalanan sepetak yang berlumpur membuat dia kesulitan berjalan.

"Bram, apa masih lama? Aku bosan, kaki ku pegal." rengek Chelsea.

"Aku tidak percaya Si Hwang kembar yang aku kira sangat cekatan dan gesit bertarung ternyata sering mengeluh. Betapa pekak-nya telingaku mendengar keluhan dia." bisik Abin kepada Anja dengan nada suara yang sama sekali bukan sebuah bisikan.

"Aku mendengarmu bodoh." kesal Chelsea.

Abin terkekek kecil sembari menyenggol-nyenggol bahu Anja puas, di sisi lain Anja hanya menatap kesal Abin.

"Chelsea, jangan hanya menggerutu. Sebaiknya kau menjawab tebak-tebakan kakakmu." seru Archel yang mencoba menghibur Chelsea.

"Apa hadiahnya?"

"Aku akan membelikanmu baju limited edition sebelum kita menghadiri New York Fashion Week. Bagaimana?"

TARGETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang