いち

2.6K 257 22
                                    

Dan si gadis aneh itu berada lebih dekat denganku. Meski hatiku, masih begitu jauh.

*

Dua puluh soal matematika jika dikerjakan dalam waktu 20 menit oleh Mark itu biasa saja. Tapi sekarang di menit ke-60 dia baru selesai meskipun batas waktunya adalah 90 menit. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya dan sejujurnya bukanlah hal yang perlu dipertanyakan.

Seharusnya dia sudah bisa menjadi pacar Mimi sekarang!

Ya, tapi itu cuma seharusnya.

"Suttt, Mark." Lucas menatap Mark dengan mata lebarnya setelah memanggilnya dengan suara pelan. Menunjukkan tujuh jarinya yang Mark pun sudah akrab akan hal itu.

Lucas itu pencontek ulet sedangkan Mark tak keberatan untuk dicontek asalkan tak ketahuan. Tapi, agak susah kalau soalnya banyak. Walau pilihan ganda, tapi semua jalan perhitungannya harus ditulis.

Maka dari itu, Lucas mendengus kecewa saat hanya diberi contekkan pilihan jawaban yang benar tanpa jalan perhitungannya. Penjelasan 20 soal matematika tak akan muat ditulis pada penghapus. Mark tak mau mengambil resiko memberi contekkan di kertas ketika pengawasnya berupa guru yang suka berkeliling setiap 15 menit sekali.

Mark mendengus pelan sambil sesekali menatap jendela di sampingnya. Jika saja Lucas sedikit lebih pintar, maka orang tinggi itu bisa keluar dari kelas lebih cepat tanpa harus Mark menunggu. Jika Mark duluan, orang itu akan protes.

Hm, tapi protesan Lucas tak terlalu masalah karena tidur di ruang OSIS lebih menggoda.

"Whaauu!"

"Seperti yang kita harapkan, Mark!"

"Sudah kubilang soal kali ini susah, makanya Mark saja baru selesai."

Hal ini bukan sesuatu yang hebat, kan. Sering terjadi saat satu orang berhasil selesai saat ada tes. Hanya saja ada dua kemungkinan. Mark memang cerdas dan kecepatannya dalam mengerjakan soal memang karena dia menjawab dengan mudah, beda cerita jika Lucas yang keluar pertama.

"Mark sialan! Sahabat macam apa, sih."

***

"Bahkan jika aku dapat nilai 30 itu bukan masalah. Gagal matematika bukan berarti gagal segala-galanya."

"Lalu dalam hal apa kau akan sukses?"

Lucas menghadap Mark secara tiba-tiba dan lagi-lagi matanya melotot.

"Kau menanyakan itu padaku?! Wajahku ini jelas sangat menjual, badanku juga, makanya aku akan sukses jika jadi—"

"Simpanan tante-tante?"

"Model atau aktor laga!" Wajahnya tampak puas dan berjalan mendahului Mark dengan gaya percaya diri. Begitulah Lucas. Dia dan Mark begitu kontras, maka dari itu kadang menjadi cukup menarik perhatian.

Mark terus berjalan, menginjak daun kering yang sengaja ia dengarkan bunyi remukannya. Musim gugur musim yang cukup menenangkan, tak panas tapi tak terlalu dingin. Walau di penghujung musimnya udara jadi lebih dingin seperti saat ini tapi merupakan saat yang bagus untuk tidur yang nyaman di apartemen.

"Hei, Mark. Aku tak menyadari jika ada Nana di belakang kita sedari tadi." Lucas berbalik dan menghampiri Mark yang bahkan sempat tertinggal sekitar 5 meter di belakangnya. Tenaga Mark sudah terkuras ditambah hidupnya yang sedari awal kekurangan motivasi apalagi gagal menembak Mimi.

Dengan malas Mark menatap ke persimpangan sebelah kanan. Nana juga menginjak dedaunan secara sengaja. Apa itu, apa Nana menirunya?

"Tak kusangka dia menjabat posisi lebih tinggi dari kita di OSIS."

"Kalau posisinya lebih tinggi dariku itu wajar. Dan biar kuingatkan sekali lagi bahwa kau dengan sadar begitu menolak tawaran Kazuo senpai jadi kandidat ketua OSIS dan lebih memilih jadi anggota divisi."

Mark bersedekap, "sekolah akan diambang kehancuran jika ketuanya sepertiku."

"Lagipula Nana itu memang cocok jadi wakil ketua. Proposal buatannya bersih tanpa tinta merah. Ren selaku ketua benar-benar terbantu—hei kau dengar aku?"

Senggolan di lengannya membuat Mark menegakkan badannya, "Hm, aku hanya malas merespon."

"Mimpi apa sampai aku bisa mengenalmu, Morkkk!"

"Aw! Kingkong, berhenti!"

Lucas memiting leher Mark dan tak berselang lama terjadi serangan balik. Tapi Mark sedikit menyesal karena dia benar-benar jadi kelelahan. Pokoknya dia harus tidur tidur tidur!

***

Wait.

Apa yang Mark lihat tadi?

Mark yang baru pulang dari minimarket mengurungkan membuka pintunya dan memilih melihat ke sebelah kiri. Setahunya kamar di sebelahnya itu kosong satu minggu ini.

"Kenapa?"

Mendengar suaranya saja membuat Mark merinding.

"Hng—Nana?

Nana mengangguk.

"Kau sengaja tinggal di sini dan mengikutiku?!"

"Seratus persen kebetulan, jangan menuduh sembarangan." Setelah mengatakan itu dia masuk ke kamar apartemen miliknya dan Mark masih berdiri di sana dengan segala pikiran buruknya.

"Jangan sampai apartemen ini jadi horror. Bertetangga dengan om-om yang punya banyak simpanan seperti di apartemenku dulu lebih baik." Mark bergumam sarat akan keputusasaan.

"Tolong bantu aku menghidupkan kompor listrik."

Mark terperanjat hingga hampir menjatuhkan belanjaannya untuk persediaan menonton bola. Nana berdiri di ambang pintu apartemennya secara tiba-tiba dan berbicara tanpa pembukaan. Itu tidak sopan tapi lebih baik Mark tidak memprotes. Jika benar Nana punya ilmu hitam itu akan bahaya.

Lalu, dengan wajah ditekuk Mark mengangguk. Mendengus, lalu berjalan mendahului Nana ke kamar itu.

Nana mengerti dengan cepat, untungnya. Walaupun si lelaki itu menjelaskan dengan ogah-ogahan.

"Aku sudah mengerti."

Oh, Nana berniat mengusir Mark yang masih betah duduk di lengan sofa.

"Sampai kau selesai menggunakan kompor aku tak akan keluar. Jika apartemen ini dilalap api aku termasuk pihak yang bersalah."

Nana mengangguk, lalu memasak ramennya dengan diam.

"Aku harus tidur untuk nonton bola," ucap Mark tiba-tiba. Ia berubah pikiran dengan cepat. "Kalau apinya tak mati juga, kau baru boleh membangunkanku." Mark akhirnya keluar bahkan sebelum air untuk merebus ramennya mendidih. Ia berjalan gontai dan merenggangkan badannya sambil menguap.

Momen pertama kali bagi Nana melihat siswa sekelasnya itu berpakaian santai. Hoodie dan boxer selutut serta sendal jepit. Ada sedikit lega saat tahu ada orang yang ia kenal walaupun tidak terbilang akrab—dan bahkan ia tak akrab dengan satupun di sekolah—ketimbang di rumah dan sering ditinggal sendirian.

Walau nyatanya ia tak benar-benar sendirian selagi dia bisa melihat makhluk yang berbeda dimensi dengan manusia.

"Penjaga Mark terlalu tampan."

Nana tersenyum tipis, sejak pertama dia memang tertarik dengannya. Dengan penjaga Mark yang selalu bersama lelaki itu kapanpun.


***

Hai kalian. 

Udah gitu aja.

Backstreet | Markmin GS ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang