Ren memicing dengan senyum miring yang tipis. Walau sekedar lewat, ia sering diam-diam memeriksa kursi yang diduduki sepupu misteriusnya.
Kadang, ia memilih untuk menemani Nana memakan makan siangnya di kelas atau sesekali atap sekolah.
Walau orang itu suka sendirian, tapi akan bagus jika Ren menemani. Dia itu ketua OSIS, bahkan saat kelas satu ia cukup punya nama di sekolah.
Jadi, tak akan ada siswa yang mengganggu Nana, paling tidak--tidak ada yang melakukannya secara terang-terangan.
"Sekarang sudah punya teman makan siang, ya?"
Dua orang yang duduk di atap menoleh sedangkan Ren kebingungan karena ada tiga bento di sana.
"Apa itu untukku?"
Mark, lelaki itu menunjuk arah belakang Ren. Lucas datang dengan senyum cerahnya dan tiga minuman dingin.
"Di sini kau rupanya. Apa hp mu tidak aktif? Kami mengajakmu, loh."
"Oh, oke."
Angin yang berhembus saat musim semi selalu menjadi yang terbaik. Bunga sakura bermekaran, satu-satunya moment dimana Ren cukup menyukai warna merah muda.
"Kita belum membuat keputusan di mana rapat akan dilaksanakan." Lucas berujar setelah menghabiskan makannya.
"Kalau di luar, sih, sudah pasti Nana tidak mau." Ren melirik gadis itu sekilas.
Bahkan saat melakukan rapat di ruang OSIS pun, Nana sering mengambil tempat di pojok meski Ren menawarkan tempat duduk di sampingnya. Sebenarnya wajar, sih. Ren itu mau tak mau jadi pusat perhatian saat rapat, Nana jadi tak nyaman duduk di samping sepupunya itu.
"Banyak anggota yang menyarankan rapat di luar. Lagipula jika aku sogok, sepertinya Nana akan menurut."
Dan seperti yang Mark duga, ketiga temannya akan tersenyum aneh.
"Setiap tahun ajaran baru akan ada banyak diskon. Aku hanya akan membelikan perlengkapan melukis."
"Oohh."
"Ow, begitu "
"Aaa.. siaap."
***
Mark dan Nana menjadi orang yang terakhir datang di cafe. Dari tangan Mark yang penuh belanjaan, sepertinya tak hanya peralatan lukis.
"Yang ini punyaku." Mark mengangkat kantung belanjaan di tangan sebelah kanannya setelah Ren menatapnya seolah Mark mau saja menjadi layaknya sugar Daddy bagi Nana.
Sedangkan Nana, ia langsung duduk dan menyisakan satu space di antara dia dan Lucas.
Mimi, orang itu duduk di samping Ren dan tak banyak bicara saat dua pasangan yang cukup sering jadi perbincangan di sekolah ini masuk.
"Oke, langsung ku mulai saja rapat kita kali ini.."
Nana bisa menghela nafas lega setelah menyadari bahwa Mark fokus dengan rapat dan tak merasa canggung saat di dekat Mimi.
Berati Mark sudah betulan move on kan?
***
"Saat kita baru masuk SMA dulu, ada banyak siswa atau siswi baru yang mengincar kakak kelasnya. Bagaimana jika mereka suka denganmu, Mark?"
Ah, bahkan Nana semakin suka saja dengan Mark hanya karena wajah lelaki itu yang semakin tampan jika bersinggungan dengan sinar oranye matahari sore.
Ya, dari dulu sampai sekarang yang paling membuat Nana suka dengan Mark memang tampangnya sih. Ah, tidak. Lelaki ini punya sifat yang sebenarnya baik walau dia sering berlagak tidak peduli.
"Kalau mereka suka padaku ya aku biasa saja."
Ingin rasanya Nana menginjak sepatu baru yang Mark kenakan.
"Tidakkah kau mau memberi tahu mereka kalau kau sudah punya pacar?"
Mark tidak menjawab dan malah bermain dengan handphone miliknya yang membuat Nana memelankan langkahnya dan berhenti di mesin minuman.
Dia memang perlu energi lebih jika bersama Mark saat mode menyebalkan.
"Sedang apa?"
"Jelas jelas mau beli minum."
"Oh."
"Kau sendiri sedang apa?"
Mark menunjukkan layar handphone miliknya. "Mengubah foto profil di sosial media dengan foto kita. Apa aku perlu menulis akunmu di bio ku dan menambahkan hati?"
"..."
"..."
"Jijik."
Mark menjitak kepala gadis di depannya. Yah, dia juga akan kehilangan image lelaki cool sih kalau memasang bio begitu.
"Oi, minggir! Kalian membuatku sakit mata."
Ren berdiri di samping mereka, salah mengartikan bahwa pandangan mereka adalah pandangan penuh cinta.
Mark tersenyum miring bagai dirasuki setan, "Baru begini saja sakit mata, bagaimana kalau.."
yah, dan apa yang Mark lakukan setelahnya berhasil membuat Ren tak jadi membeli minuman dan bergegas pulang.
"Dasar, orang pacaran memang membuat sakit mata."
"He-hei, kenapa tiba-tiba menciumku?"
Pada akhirnya tidak lagi ada kata backstreet dalam hubungan mereka, malahan, Mark kissed her on the street 👍
***
Well, why so hard to make an ending of a story?
Ya, backstreet berakhir di sini, kayak yang aku bilang sebelumnya kalau cerita ini cuman 10 chapter aja ditambah prolog dan epilog, biar gak kelamaan kugantung wkw
Pai 👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Backstreet | Markmin GS ✓
FanfictionTembakkan yang salah sasaran membuat kehidupan Mark jadi lebih merepotkan.