しち

1.3K 171 11
                                    

Mark bukan buaya, kok.

*

Cemburu waktu sudah memiliki itu lebih sakit daripada cemburu pada orang yang tak punya status denganmu, kata sebagian orang. Dan walaupun belum ada tanda-tanda yang jelas akan hubungan mereka, Nana sudah merasa hatinya ngilu mengingat hari ini adalah kencannya Mimi dengan Mark.

Hal-hal kecil juga membuat Nana lebih kesal. Saat dengan Nana mereka hanya berjalan tanpa bergenggaman tangan lalu mampir di kedai ramen lalu berakhir berbincang di balkon. Tak bisa dipungkiri itu cukup menyenangkan, tapi rasanya tak ada kontak fisik seperti yang otak liar Nana prediksi.

Sebaliknya, Mark dengan tidak adilnya membawa Mimi dengan motornya. Mimi yang tak ingin melewatkan kesempatan pun memeluk pinggang si lelaki. Setidaknya itu yang sempat Nana lihat saat ia memotong kuku sambil duduk di balkon.

***

Menemani perempuan berbelanja selalu membuat Mark ingin waktu cepat berlalu. Beberapa dari mereka seperti tak mempertimbangkan dari awal tentang apa yang akan dibeli, warna apa, dan modelnya bagaimana.

Benar-benar membuang waktu.

Kursi yang ada di pojokan mengundangnya untuk mengistirahatkan kakinya dan tenaganya, tapi Mimi terus menarik tangannya dan meminta pendapat.

"Yang mana saja."

"Apa karena aku terlihat bagus memakai apapun?"

Mark mengira-ngira sejak kapan gadis  yang sedang berjalan-jalan dengannya di mall ini membuatnya risih. Sebelumnya Mimi begitu menawan di matanya.

Mungkin benar orang yang jatuh cinta terlihat bodoh, sampai-sampai Mimi sekarang hanya lebih terlihat bukan seperti si otak cerdas di sekolah yang sering ikut olimpiade.

"Kau bisa memakai pendapatmu sendiri."

Mark melepaskan tangan Mimi yang mengait di tangannya, membuat senyum gadis itu sedikit pudar.

"Aku ingin duduk."

Mark beranjak ke pojok, spot yang sedari tadi ia incar. Cukup bagus mengetahui bahwa kemudian Mimi langsung berjalan menuju kasir.

Mark harap acara pergi keluar bersama Mimi ini tak terlalu lama. Ia masih harus menjenguk Jinjirou.

"Mark, ayo makan siang."

***

Live action lama dengan judul Kimi Ni Todoke terputar di laptop. Nana memandang adegan-adegan di hadapannya dengan pandangan kosong. Entah bagaimana ia terlihat sedikit mirip dengan si karakter utama perempuan.

Rambut hitam panjang, jarang bicara, misterius. Hanya saja bedanya Mark mungkin tidak tertarik padanya seperti si karakter lelaki.

Nana menghentikan acara menontonnya. Kaki yang ia lapisi kaos kaki putih beranjak untuk ke balkon. Lagi-lagi jadi mata-mata Mark yang sampai saat ini belum pulang.

Pokoknya jangan sampai lelaki itu pulang dalam keadaan sumringah. Kalau iya, berarti Nana akan kalah telak.

Ah, tidak juga, sih. Nana cukup unggul dengan dia yang bertetangga kamar apartemen dengan Mark.

Pantang menyerah sebelum Mark menjadi suaminya, itu motto Nana sekarang.

Ding dong!

Nana terkesiap. Saat menuju pintu ia melihat handphone miliknya menyala, menampilkan kontak Ren di sana.

"Halo."

"Aku di depan pintu apartemen."

Nana menghela nafasnya. Seharusnya Nana saja yang jadi ketua OSIS. Tapi tentu saja jika dalam keadaan ia yang bukan orang tertutup.

Backstreet | Markmin GS ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang