"Meski di pertengahan Februari ini bunga-bunga terlambat mekar, namun hangatnya musim semi telah kurasakan karena eksistensi orang itu."
*
Ada perasaan aneh namun juga senang saat Mark menyuruhnya untuk bertemu di rooftop. Di luar hujan, dan perpaduannya dengan musim dingin yang belum kunjung pergi pasti membuat dinginnya sampai ke tulang.
Entah Mark ingin mengerjainya, atau justru memberikan pelukan hangat, pikirnya.
Sebuah pesan kembali masuk dengan pengirim yang sama, Mark si alis burung camar.
'Pakai baju berlapis supaya tetap hangat. Aku tak berniat memelukmu.'
Nana menghela nafasnya, berjalan malas ke arah laci penyimpanan yang berada di pojok. Tentunya, pojokan bukan hanya tempat pacaran melainkan juga space di mana para makhluk ghaib suka bertengger.
Beberapa dari mereka menatap Nana, tapi masa bodoh. Selama dekat dengan Mark, Nana cukup sering mengabaikan mereka. Padahal dulu ia sering menatap mereka balik sambil mengatai mereka dalam hati.
Gadis dengan rambut panjang itu mengintip begitu sampai di pintu menuju ke atap. Si tampan benar-benar ada di sana, meminum kopi yang sepertinya sudah tak hangat dan tangan sebelah kirinya memegang payung transparan.
Agak rumit juga hidupnya.
Hingga beberapa detik setelah Nana mengintip, Mark menengok dengan wajah datarnya.
"Cepat kemari, bodoh."
Nana menghela nafasnya. Asap yang keluar setiap ia bernafas membuatnya semakin malas berdingin-dingin. Tapi apa boleh buat, di sana ada si tampan.
"Mark sayang, tempat ini di musim ini memang estetik, tapi terlalu dingin." Nana berucap sebal setelah duduk di samping Mark dan masuk ke payung.
"Habisnya Mimi selalu mengikutiku sejak tadi. Di sini satu-satunya persembunyian."
"Kurang ajar. Dulu jual mahal, sekarang malah mau merebut Mark dariku."
Nada bicara Nana yang kedengarannya kesal membuat Mark berinisiatif menengok tepat ke wajah gadis itu.
Nana memeluk dirinya sendiri dengan wajah ditekuk. Imut memang. Makanya Mark bersegera menghabiskan kopinya dan mencubit hidung bangir orang itu hingga sulit bernafas.
"Aku mau bolos saja."
Tiba-tiba Mark berdiri juga menarik Nana. Sungguh tidak jelas
---begitupun gemuruh yang menderu di dada Nana kali ini.
Mark mengajaknya bolos melalui jalan belakang sekolahnya. Payung yang dibawa rasanya tak berguna apa-apa. Untungnya, mereka bisa sampai di apartemen dengan badan yang kembali hangat setelah mandi air hangat dan berganti baju hangat sehangat pelukan Mark kali ini.
Iya,
Mark
Memeluknya.
Serius.
Di dalam unit apartemen Nana, tiga hari sebelum Jinjirou ulang tahun, pukul 11 pagi.
"Kau terus bertanya kenapa aku memelukmu? Jawabannya karena sebagian banyak gengsiku sudah terkikis. Bersyukurlah."
"Aku sangat bersyukur. Tapi Mark, ini di atas ranjang, apa tak mau lebih, misalny-"
"Tidak! Diam!"
"Oh, oke."
Nana sedikit mengulum senyum. Setiap Mark mengusap punggung dan rambutnya, rasanya benar-benar mendebarkan.
"Tolong bantu aku mengurus ulang tahun Jinjirou. Aku begitu pusing memikirkannya," rengek Mark.

KAMU SEDANG MEMBACA
Backstreet | Markmin GS ✓
FanfictionTembakkan yang salah sasaran membuat kehidupan Mark jadi lebih merepotkan.