Bukankah kencan itu adalah tentang hal-hal sederhana? Mungkin semacam simulasi kehidupan ketika dewasa yang tujuannya sampai ke hari tua.
*
Mark kira Nana akan terkejut atau bereaksi heboh. Namun, hanya anggukkan kaku yang memang respon paling cocok untuknya berdasarkan kesan Mark terhadap Nana pertama kali.
"Ke--kemana? Baju apa.. yang harus kupakai?"
Oh, ternyata dia jadi kikuk.
"Kemana saja. Pakai baju yang membuatmu hangat." Mark lalu keluar dengan ekspresi biasa saja. Padahal sebelumnya ia masuk dengan kata-kata yang sulit dibayangkan,
"Malam ini, ayo berkencan."
***
Mereka berjalan beriringan dengan bahu yang bahkan tanpa bersinggung. Bahkan berjalan dengan teman saja mungkin tak akan seberjarak ini.
"Mau ke tempat apa?" Tanya Mark.
Nana menenggelamkan dagu dan setengah mulutnya ke syal yang ia kenakan. Ia melirik Mark dengan ekor matanya.
"Kau ternyata tak menyiapkan kencan kita matang-matang."
Mark terlihat tak perduli. "Percuma kusiapkan kalau tak cocok denganmu. Sekarang tentukan saja mau kemana."
Nana berjalan mendahului Mark, saat menemukan kursi di pinggir jalan ia berhenti. Jadi, mau kencan di pinggir jalan saja? Sungguh low budget.
"Kau memang sederhana."
"Aku duduk di sini untuk berpikir mau pergi ke mana."
"Oh, okay. Kukira kau mau disini sambil berbincang denganku."
Malam ini salju turun dengan ringan. Di jalan belum ada tumpukkan benda putih dingin itu. Tapi tetap saja dingin meski Nana sudah pakai baju tebal. Andai saja Mark berniat memeluknya mungkin otak gadis bertampang manis itu jadi cair dan bisa menentukan pilihannya dengan cepat.
"Hmm.. bicara sambil makan ramen, bagaimana?"
Mark mengangguk. "Boleh juga." Kemudian, lelaki itu berjalan mendahului Nana yang memulai langkahnya dengan decakan kesal. Nana tidak tahu saja, Mark di depannya ternyata memikirkan bagaimana caranya bicara sambil makan ramen. Bukankah itu ekstrim?
Bagi Nana, akhir-akhir ini keberadaan Mark membuatnya tak terlalu perduli dengan makhluk-makhluk astral yang kadang menampakkan diri padanya. Sebenarnya, ia telah melihat beberapa sepanjang jalan tadi. Di musim dingin ini, mereka sedikit lebih membuatnya merinding. Terlebih selalu ada saja wujud baru mereka yang mengejutkan.
Tapi sejauh ini ia masih belum pernah bertemu dengan Yuki-onna, hantu perempuan musim salju berkimono dengan kulit putih serta rambut hitam panjangnya.
Dengan ciri-ciri itu, rasanya Nana hanya perlu kimono untuk cosplay sebbagai Yuki-onna.
"Jika kita datang jam 8 kurasa antriannya akan panjang. Kita beruntung."
"Artinya kita jodoh."
"Kau duluan." Bagai cuma omong kosong, Mark mengabaikan kata-kata gadis rambut hitam itu.
Mark membiarkan Nana memilih tempat duduk dan gadis itu memilih tempat di pojok. Ia tak suka terlalu ramai apalagi di tempat makan, dia hanya suka Mark kalian tahu itu.
Di kedai yang telah berdiri lama seperti ini, para pelanggan tak perlu khawatir. Dengan cepat pesanan sudah jadi.
Nana begitu suka melihat toping di atas ramennya. Terutama yang namanya Kamaboko yang terbuat dari daging ikan dihaluskan, diberi bumbu lalu dikukus. Dalam hati, Nana selalu menyebutnya naruto karena memiliki pola spiral merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Backstreet | Markmin GS ✓
FanfictionTembakkan yang salah sasaran membuat kehidupan Mark jadi lebih merepotkan.