Part 9. Tears

3.2K 239 0
                                    

Dini hari Duke sean terbangun karna merasa tenggorokannya sangat kering. Duke Sean mulai duduk dengan perlahan sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing.
‘Dingin.’ Pikirnya sejenak lalu melihat tubuhnya tengah bertelanjang tanpa tertutup sehelai pakaian. Sebuah siluet hinggap di ekor matanya menampakkan ada sesuatu atau seseorang yang tidur disampingnya. Rambut kecoklatan, kulit kuning langsat dan tubuh yang kecil namun tak nampak jelas wajahnya. Ia berpikir pasti sedang berhalusinasi lalu berjalan mengambil sebuah piyama tidur untuk menutupi tubuhnya. Diteguknya air yang ia ambil secara perlahan lalu kembali ke ranjangnya.

“CRANG!!” suara gelas jatuh terdengar nyaring di sunyinya malam kala Duke Sean melihat seorang wanita yang tak lain adalah Elaine tidur dengan tubuh ditutupi selimut di ranjangnya. Elaine yang tidurnya terganggu akibat suara gelas itu bangun perlahan sambil memegangi selimut yang menyelimuti tubuhnya.

“E-Elaine?! Apa yang kau…- bagaimana ini semua terjadi?” Duke Sean langsung membanjiri Elaine dengan banyak pertanyaan.
Elaine hanya diam karena iapun bingung harus mengatakan apa. Jujur saja ia masih berharap kalau kejadian ini hanya mimpi belaka.
Melihat Elaine hanya diam membuat Duke Sean terduduk di kasur sambil memegang kepalanya. Elaine memeluk lututnya dengan erat dan air matanya kembali mengalir tak tertahankan.

“Aku tak bisa menikahimu, Elaine. Aku seorang Duke dan kau pelayan Ratu.” Gumam Duke Sean membuka suara.
“Dan kau tahu betul jika yang ku cintai adalah Ratu Emillia.” Lanjut Duke Sean. Mendengar itu air mata Elaine semakin deras, ia memilih memungut bajunya perlahan dan mengenakannya tanpa menoleh pada Duke Sean yang membelakanginya.
“Saya paham maksud anda, Tuan. Saya permisi.” Pamit Elaine mencoba menegarkan hatinya. Ia berjalan sedikit tertatih karena sakit di daerah “Miliknya”. Duke Sean tak bergeming bahkan tak menjawab ucapan Elaine.

Keesokan harinya, seluruh penghuni istana berkumpul di aula kerajaan. Upacara pencampuran darah antara Ratu Emillia dan Pangeran Harold akan segera dilaksanakan. Elaine kala itu senantiasa menemani Ratu Emillia dan membantunya bersiap-siap. Namun, Ratu Emillia merasa Elaine sedikit kurang fokus dan sering melamun.
‘Ada apa dengannya? Biasanya Ella akan sangat bersemangat.’ Pikir Ratu Emillia sambil melihat Elaine yang memang kala iti sedang melamun.
Elaine hanya memikirkan apa yang terjadi semalam hingga ia tak sadar sedang diperhatikan oleh sahabatnya. Ia sesekali menghela napas dan hal itu membuat Ratu Emillia semakin yakin kalau Elaine sedang dalam masalah.

“Ella, kau melamun.” Ucap Ratu Emillia hingga membuat lamunan Elaine buyar. Elaine langsung menoleh dan tersenyum pada sahabatnya itu lalu memegang tangannya.
“Maaf, Yang Mulia. Mari saya dampingi menuju altar.”

Elaine menggandeng Ratu Emillia berjalan memasuki altar di tengah aula istana. Melihat Ratu Emillia mulai memasuki altar, beberapa orang menaburinya dengan helai helai bunga beraneka warna. Di tengah altar telah terlihat pendeta dan Pangeran Harold yang di dampingi oleh kakaknya tersenyum melihat kedatangan Ratu. Setelah di tengah altar, upacara percampuran darah dimulai dan semua orang bertepuk tangan.
Setelah selesai, Ratu Emillia dan Pangeran Harold memilih berkeliling menyapa para tamu undangan. Elaine senantiasa membuntuti Ratu Emillia dan Pangeran Harold. Tak lama Ratu Emillia melihat Richard dengan menggandeng seorang wanita menghampirinya.

“Selamat, Yang Mulia. Kami perwakilan Kerajaan Selatan turut berbahagia.” Ucap Richard sambil membungkuk hormat diikuti oleh pasangannya.

“Terimakasih. Ah ya, dimana Duke Sean? Apa dia tidak hadir? Aku belum melihatnya sedari tadi.”

“Duke Sean sedang kurang sehat, Yang Mulia.” Bohong Richard lalu melirik Elaine sekilas. Elaine menyadari hal itu dan menduga kalau Richard telah mengetahui apa yang terjadi semalam.

“Begitu ya? Sayang sekali. Sampaikan salamku pada Duke Sean.” Ucap Ratu Emillia lalu kembali berkeliling bersama Pangeran Harold.

Upacara pencampuran darah telah usai dan Elaine memilih untuk istirahat di kamarnya. Ia harus menyiapkan tenaganya untuk acara pernikahan Ratu Emillia malam ini. Lelah, tubuhnya seakan remuk dan ditambah nyeri itu masih terasa sedari tadi. Ia baringkan tubuhnya di ranjangnya hingga terasa tulangnya berbunyi saking letihnya hari ini untuknya. Matanya mulai terpejam namun tak membuatnya tertidur karena pikirannya malah berkeliling mengingat kejadian itu. Air matanya kembali turun tanpa bisa ia hentikan ketika mengingat Duke Sean tak akan pernah mau menikahinya walau telah merenggut kehormatannya sebagai wanita. Dirabanya perutnya dan ia mulai berdoa dalam hati agar kejadian yang menimpa ibunya tak terjadi padanya. Membayangkan mengandung dan melahirkan bayi hasil kesalahan satu malam membuat dadanya sakit. Bukan karena ia membenci calon anaknya itu, tapi ia tak mampu membayangkan melewati hari-harinya mengandung, melahirkan dan merawat anak itu sendirian. Apalagi jika ia menanyakan siapa ayahnya.

Malam pun tiba, acara pernikahan antara Ratu Emillia dan Pangeran Harold berlangsung dengan meriah dan dipenuhi raut bahagia semua orang yang hadir di acara itu. Elaine pun nampak sangat bahagia melihat Ratu Emillia yang tak lain adalah sabahatnya itu dapat bersanding bahagia dengan orang yang ia cintai. Elaine tak munafik dan berharap jika suatu saat ia akan merasakan kebahagiaan yang sama dengan sahabatnya itu walaupun setelah itu hatinya kembali terasa tercubit mengingat itu tak akan terjadi.

“Elaine.” Panggil seseorang dari belakang Elaine. Elaine menoleh dan melihat Richard disana.
“Bisa kita bicara sebentar?” tanya Richard pada Elaine. Elaine mengangguk lalu Richard berjalan keluar dari ruang acara diikuti oleh Elaine.
Richard berhenti berjalan lalu melihat kearah danau yang tak jauh dari tempat ia berdiri sedangkan Elaine hanya memperhatikan Richard dan menunggu apa yang ingin ia bicarakan.

“Maaf, Elaine, Jika aku tak memintamu menemaninya kejadian itu tak akan terjadi.” Ucap Richard membuka pembicaraan. Ucapan Richard telah ditebak oleh Elaine hingga Elaine hanya menghela napas merespon hal itu.

“Ini sudah menjadi takdir saya, Tuan. Jika tak ada apa apa lagi saya mohon undur diri.”

“Duke Sean akan kembali ke Kerajaan Selatan untuk waktu yang lama.”

Ucapan Richard membuat Elaine menunduk. Tak akan ada bedanya Duke Sean ada dimana, ia tak akan ada keinginan untuk bertanggung jawab atas perbuatannya. Elaine langsung meninggalkan Richard sendirian dan kembali ke ruangan perayaan pernikahan Ratu Emillia.

Duke's Baby Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang