Seminggu telah berlalu Elaine pergi membeli selimut, ia masih merasa canggung saat bertemu Sean dan mencoba terus menghindarinya. Beberapa kali mereka bertemu karena Elaine yang memang sibuk mondar mandir menyiapkan perlengkapan musim dingin dan Duke Sean yang memang hanya wara wiri di sekitar istana. Sebenarnya Duke Sean ingin mengobrol dengan Elaine, namun Elaine nampak dengan sangat jelas menghindarinya hingga hal itu membuatnya bingung. Ia merasa bahwa ia telah berbuat salah pada Elaine hingga Elaine bersikap begitu padanya. Padahal Elaine hanya merasa tidak enak karena telah mengotori mantel pria itu walau sebenarnya ia bahkan tak menyadarinya.
Sore itu Elaine yang cukup kelelahan memilih untuk istirahat di kursi taman sambil mengelap keringatnya. Di cuaca yang sedingin itu, Elaine masih berkeringat karna sedari pagi tak ada istirahat baginya. Kini ia bisa bersantai karena semua urusannya telah selesai dan ia juga bisa beristirahat selama beberapa hari. Karena terlalu lelah Elaine tak sadar jika dirinya mulai tertidur sambil menyandar di kursi taman hingga beberapa saat kemudian seseorang datang dan menyanggah tubuh Elaine yang hampir jatuh terbaring di kursi.
"Kau sangat ceroboh." Suara berat khas pria yang sangat familiar terdengar samar di telinga Elaine. Pria itu masih menyanggah kepala Elaine dengan tangannya sementara Elaine masih mencoba untuk bangun dan masih belum memastikan itu hanya mimpi atau kenyataan. Tangan pria itu sedikit pegal karna menahan kepala Elaine hingga akhirnya ia memilih duduk perlahan di samping Elaine dan menidurkan kepala Elaine di bahunya. Entah terlalu mengantuk atau terlalu nyaman Elaine kembali tertidur di pundak pria itu dengan lelapnya.
Cukup lama Elaine tertidur hingga akhirnya ia membuka matanya perlahan saat hari sudah mulai gelap. Ia menegakkan tubuhnya lalu menggeliat dan menghela nafas sambil tersenyum hingga beberapa detik kemudian saat menoleh kesamping matanya terbelalak saat melihat orang yang selama ini ia hindari duduk di sampingnya.
"Kau benar-benar bisa tidur dimanapun ya? Kau tidur hampir 3 jam disini padahal disini sangat dingin." Ucap Duke Sean dengan santai tanpa melepas pandangannya pada buku yang sedari tadi ia baca sambil menunggu Elaine bangun. Elaine tampak gugup dengan pipi memerah ia bingung harus mengatakan apa. Lagi-lagi ia membuat kesalahan yang memalukan.
Kemudian Duke Sean berdiri dan merenggangkan tubuhnya yang terasa sangat pegal lalu menutup bukunya. Elaine masih diam bahkan saat pria disampingnya menatapnya sambil tersenyum, Elaine bahkan tak menyadarinya.
"Kau tak berniat ke kamar? Semakin lama disini kau bisa terkena flu. Biar aku antar sampai kamar."ucap Duke Sean lagi hingga Elaine langsung berdiri dan menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Ti-tidak perlu, Tuan. Saya akan ke kamar sendiri." Jawab Elaine dan langsung beringsut pergi namun pergelangan tangannya ditahan hingga langkahnyapun ikut terhenti.
"Apa aku melakukan kesalahan? Kau menghindariku beberapa waktu ini. Apa kau marah padaku karna sesuatu?" tanya Duke Sean yang masih menahan tangan Elaine. Elaine yang merasa pria itu salah paham hanya menunduk sambil menggeleng pelan. Pipinya bertambah merah tak berani menatap pria itu.
"Dengar, jika aku melakukan kesalahan aku minta maaf. Jangan menghindar begini dan membuatku bingung." Lanjut Duke Sean yang tak mendapat jawaban apapun dari Elaine selain gelengan kepala.
"Sebenarnya ini adalah salah saya. Saya mengotori mantel anda saat di kereta kuda jadi saya merasa bersalah dan malu mengakuinya. Hari inipun saya merepotkan anda dan itu membuat saya semakin bingung harus bersikap seperti apa." Tutur Elaine dengan nada pelan dan sedikit gugup. Duke Sean yang mendengar itu hanya menahan tawa karena kesalahpahaman seminggu ini hanya karena mantel. Namun disatu sisi ia lega karena memang selama Elaine menghindarinya, ia merasa gusar dan terus berpikir kesalahan apa yang ia lakukan pada Elaine. Bahkan ia berpikir Elaine menjauhinya karena Elaine memilih bersama pria lain untuk menjadi kekasihnya sekaligus ayah dari anaknya.
Perlahan Elaine mengangkat wajahnya untuk melihat ekspresi Duke Sean, ia sedikit bingung karena pria itu tidak berkomentar apapun. Pandangan mereka bertemu dan Elaine melihat pria di depannya tersenyum lembut lalu memeluknya perlahan.
"Aku tak pernah mempermasalahkan hal kecil begitu jadi jangan lagi menghindariku. Jangan membuatku cemas dan jangan khawatir. Lalu....-" ucapan Duke Sean terpotong. Ia tak melanjutkan ucapannya karena takut Elaine malah akan menghindarinya lagi. Elaine hanya diam, namun bukan karena ia tidak mau tahu kelanjutan ucapannya tapi karena saat ini pipinya panas dan jantungnya berdetak sangat cepat sampai ia tidak bisa berpikir apapun. Tak lama Duke Sean melepas pelukan itu dan menggandeng tangan Elaine berjalan ke kamarnya. Elaine hanya berjalan mengikuti di belakang sambil menunduk.
Meninggalkan suasana istana, kembali ke kediaman Marquess Dalton. Arhen tampak berjalan menuju tempat kerja ayahnya dengan setelan rapi namun diwajahnya masih terlihat kekesalan dan kemarahan pada ayahnya. Setelah diperbolehkan masuk, iapun masuk setelah diijinkan oleh ayahnya. Arhen berdiri di depan meja kerja ayahnya dengan gagah dan sorot mata tajam.
"Jadi, bagaimana keputusanmu?"Tanya ayahnya singkat.
"Aku akan menikahi putri Earl Yohanes, tapi dengan satu syarat."
"Katakan."
"Beri aku wilayah kekuasaan dan gelar bangsawan. Juga setelah pernikahan ayah tidak boleh ikut campur urusanku lagi."
"Memberimu gelar bangsawan dan wilayah kekuasaan adalah hal mudah. Tapi untuk yang terakhir aku tidak bisa. Aku tidak mau setelah aku memberimu wilayah kekuasaan dan gelar kau malah bercerai dengan putri Earl." Tegas Marquess Dalton pada Arhen. Telah terpikir oleh Arhen jawaban ayahnya itu. Iapun tersenyum licik.
"Bagaimana kalau syaratnya diubah? Kau tidak boleh mencampuri urusan hidupku dan aku tak akan berpisah dengan putri Earl? Tapi jika suatu saat ayah mejika suatu saat ayah mengganggu hidupku, aku akan langsung berpisah dengan putri Earl Yohanes" tawar Arhen. Hal itu membuat ayahnya menghela nafas lalu mengangguk menyetujui syarat Arhen. Arhen tersenyum, ia memang akan menikahi putri Earl Yohanes. Namun saat ia berhasil mengembangkan kekuasaannya ia akan kembali pada Elaine. Ia memang tidak akan berpisah dengan istri pertamanya karna ialah yang akan menjadi batu loncatan bagi Arhen untuk lepas dari ayahnya dan mengembangkan kekuasaannya, namun Arhen berpikir tak ada salahnya menikah kembali dengan Elaine dan menjalani pernikahan yang benar-benar akan menjadi kebahagiaan baginya.
Arhen kemudian memberikan surat perjanjian kontrak pada ayahnya dan ayahnyapun menandatangani surat itu. Ayahnya bahkan tak menyangka Arhen sampai menyiapkan surat perjanjian kontrak itu. Setelah menyelesaikan urusannya dengan ayahnya, Arhen memilih untuk pergi ke kamarnya dan menatap keluar jendela.
"Tunggulah, Elaine. Tunggu sebentar saja sampai aku menjemputmu kembali." Gumam Arhen sambil tersenyum penuh arti.
To be continued ~
KAMU SEDANG MEMBACA
Duke's Baby
FantasyWajahnya panik seakan hidupnya akan hancur karena perkataan pelayan Ratu itu. Kepalanya serasa akan pecah saat itu juga saat mendengar pelayan itu hamil. Anak itu, anak dari kesalahan satu malam saat pernikahan yang mulia Ratu Emilia yang sangat ia...