Chapter 1 [Surat]

861 130 2
                                    

Aku dan Kakakku duduk bersebelahan, di sofa panjang yang terletak di dalam ruang tamu. Aku menatap lurus ke depan sembari memakan roti yang sebelumnya aku ambil dari atas meja makan.

"Jadi, kalau Kakek dan Nenek menawarkan untuk masuk ke Hogwarts, apakah kita akan menerimanya?" Tanya Kakakku.

"Tidak. Jelas-jelas di plot cerita tidak ada yang namanya Nathan dan Nathalia, nama kita. Kita tidak akan masuk, bisa-bisa plot cerita berubah."

"Lalu, apakah menurutmu nama keluarga Desmond itu ada di dalam plot, wahai Nathalia Desmond?"

"Ck, hentikan gurauanmu itu!"

"Pfft..."

Kakakku tertawa. Kugembungkan pipiku karena kesal terhadapnya. Sisa roti yang ada di tanganku segera kusumpalkan ke mulutnya, membuat ia tersedak dan terbatuk-batuk.

Kini giliranku yang tertawa. Kapan lagi aku bisa melihat Kakakku tersiksa setelah sekian lama? Bukankah aku benar-benar adik yang berbakti?

Setelah Kakakku berhasil menelan roti yang aku sumpal ke mulutnya, ia berdehem untuk menghilangkan nyeri di sekitar tenggorokannya. Kakakku menghela napas pelan, kemudian menatap tajam wajahku.

"Sangat lucu, Adik!" Ucapnya dingin, tetapi hanya dibalas kekehan olehku. "Baiklah, jadi kita terima undangan untuk bersekolah di Hogwarts?" Sambungnya, kini bertanya kepadaku.

"Sudah aku bilang tidak! Aku tidak ingin plotnya berubah."

"Bagaimana kalau plotnya sejak awal memang sudah berubah? Bagaimana kalau kita memang ditakdirkan untuk mengubah plot di dalam cerita?"

"Maksudmu?" Tanyaku sambil mengernyitkan dahi.

"Kau pernah membaca atau menonton kisah tentang reinkarnasi?" Ucap Kakakku balik bertanya.

Aku mengangguk. Tentu saja aku pernah membaca kisah tentang reinkarnasikan. Itu cerita yang cukup pasaran, meski begitu kebanyakan memiliki jalan cerita yang seru.

"Kau ingat bukan kalau ada beberapa karakter yang akan mati? Bagaimana kalau ternyata kedatangan kita ke dunia ini adalah untuk mengubah takdir mereka?"

"Jadi, kau berpikir kita bisa mengubah takdir mereka menjadi lebih baik? Begitu naif... Jangan main-main, Kakak! Pokoknya kita tidak akan pergi ke Hogwarts!"

"Kalau begitu kau tetap di sini. Aku akan pergi sendiri. Seperti masa lalu, saat aku menjadi mafia seorang diri dan kau tetap menjalani kehidupan normalmu."

Setelah itu, keadaan mendadak hening. Aku menggigit bibir, menimbang-nimbang apakah aku juga harus ikut ke Hogwarts atau tidak.

Kalau hanya Kakakku saja yang pergi ke Hogwarts, aku takut dia akan membuat masalah. Namun, kalau kami berdua pergi ke Hogwarts, aku takut jalan cerita akan banyak berubah.

Ingat dengan teori butterfly effect? Aku takut banyak hal yang akan berubah dan malah membawa kehancuran bagi Harry Potter sama halnya seperti jalan cerita 'Harry Potter and the Cursed Child'.

"Bagaimana? Kau mau ikut?" Tanya Kakakku lagi.

"... Baiklah, tapi ingat untuk tidak mencolok agar jalan cerita tetaplah sama!"

Yah, aku tak punya pilihan lain. Lebih baik aku ikut daripada memohon kepadanya untuk tidak pergi. Sungguh, Kakakku itu sangat keras kepala dan pastinya aku tidak akan bisa mengubah keputusannya itu.

"Ya, akan kucoba mengingat kata-katamu itu."

"Coba?"

=====================

Let's Make a WishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang