Albus Dumbledore berdiri. Dia tersenyum kepada anak-anak, lengannya terbuka lebar-lebar, seakan-akan tak ada yang lebih membuatnya senang daripada melihat mereka semua ada di sana.
"Selamat datang!" Ucapnya. "Selamat datang untuk mengikuti tahu ajaran baru di Hogwarts. Sebelum kita mulai acara makan kita, aku ingin menyampaikan beberapa patah kata. Inilah dia Dungu! Gendut! Aneh! Jewer!"
"Terima kasih!" Sambungnya lagi, setelah itu duduk kembali.
Nathalia kembali meluruskan tubuhnya kala anak-anak lain bersorak setelah mendengar perkataan yang diucapkan oleh Albus Dumbledore. Nathalia sendiri ikut bertepuk tangan meskipun sebenarnya tidak mengerti apa yang dikatakan olehnya.
"Apa dia... agak sinting?" Tanya Harry ragu kepada Percy.
"Sinting?" Beo Percy. "Dia jenius! Penyihir paling hebat di dunia! Tapi dia memang agak sinting, ya. Kentang, Harry?"
Mulut Harry ternganga, tentu karena melihat piring-piring yang sebelumnya kosong kini sudah terisi penuh oleh berbagai macam makanan. Daging sapi panggang, ayam, babi, kambing, sosis, daging asap, steak, kentang goreng, kentang rebus, puding, kacang, wortel, kaldu, saus tomat, bahkan permen pedas.
"Kau lapar, Lia?" Tanya Nathan.
Nathalia mengangguk pelan, lalu menyenderkan kembali kepalanya di bahu Nathan. "Sangat! Tolong ambilkan makanan untukku."
"Wah, sudah lama kau tak bermanja-manja dengan kakakmu ini. Yah, sebagai saudara yang baik aku akan menurutimu kali ini."
"Pfftt... Lucu sekali."
Nathan lalu mengambil beberapa makanan yang ada di dekatnya. Ia mengambil kentang goreng, kentang rebus, dan juga sosis dan meletakkannya di atas kedua piring mereka.
"Karbohidrat," gumam Nathalia pelan saat melihat makanan yang diletakkan di atas piring miliknya.
"Tak ada nasi, hahaha..."
"Oh, yeah."
***** *****
Setelah melewati malam yang begitu panjang, seperti bertemu dengan hantu Nick si Kepala-Nyaris-Putus, makan sembari mengobrol dengan teman-teman baru, dan menyanyikan lagu sekolah, akhirnya waktu untuk pergi ke asrama masing-masing pun tiba. Nathalia sudah lelah, benar-benar lelah.
Murid-murid kelas satu Gryffindor mengikuti Percy menembus kerumunan yang ramai mengobrol, meninggalkan Aula Besar dan menaiki tangga pualam.
Nathalia menyempatkan diri untuk mengamati jalan yang ia lewati. Seketika terbersit suatu kenyataan yang membuat dirinya sedikit merasa khawatir.
"Aku ini 'kan buta arah. Apakah aku akan bisa pergi ke kelas tepat waktu besok? Aku harap Nathan tidak meninggalkanku dan pergi ke kelas seorang diri."
"Jangan khawatir, Lia. Di kehidupan kali ini aku akan selalu berada di sisimu. Jadi, kau tidak perlu takut akan tersesat," bisik Nathan di telinganya.
"Pfftt..., tapi setelah ini kita akan terpisah, loh. Hahaha..."
"Ah, iya! Benar juga. Kalau begitu tidur yang nyenyak, Lia."
Dada Nathalia menghangat. Meskipun Nathan agak konyol, Nathalia tahu bahwa Nathan adalah kakak yang bisa diandalkan.
Di ujung koridor tergantung lukisan wanita bertubuh gemuk memakai gaun merah jambu.
"Kata kunci?" Tanyanya.
"Caput Draconis," jawab Percy dan lukisan itu mengayun ke depan.
Di belakang lukisan itu terdapat lubang, Nathalia dan Nathan tahu itu. Mereka semua masuk melewati lubang itu dan tiba-tiba sudah berada di ruang rekreasi Gryffindor, ruangan yang memiliki dekorasi indah menurut mata Nathalia.
Nathalia dan Nathan berpisah, saling melambaikan tangan dan pergi ke kamar mereka masing-masing. Nathalia tidur di kamar yang sama dengan Hermione, bahkan tempat tidur mereka bersebelahan.
"Oh, aku belum berkenalan denganmu, right?"
"Umm... Yeah," jawab Nathalia dengan nada ragu-ragu.
"Hermione Granger," ucapnya sembari mengulurkan tangan.
Nathalia meraih tangannya sembari tersenyum ramah, senyum palsu tentunya. Ia merasa senang bisa berkenalan langsung dengan Hermione Granger, tapi kekhawatiran tentang mengubah takdir masih saja memenuhi isi pikirannya.
"Nathalia Desmond, senang berkenalan denganmu."
Setelahnya Nathalia langsung merebahkan diri di kasur, menyelimuti tubuhnya dari kaki hingga ke leher. Kemudian ia menutup mata dan perlahan-lahan kesadarannya pun mulai menghilang.
***** *****
Di sisi lain, Nathan sama sekali belum tidur dan masih terduduk di atas kasurnya. Keningnya sedikit mengerut, seperti tengah memikirkan sesuatu. Tidak, dia memang sedang memikirkan sesuatu.
"Mengapa si Quirrell itu terus menatap ke arah kami?" Batin Nathan bingung. "Apa jangan-jangan benar kalau keluarga kami memiliki hubungan dengan Voldemort?"
Selama apapun Nathan berpikir, ia tetap tak bisa menemukan jawaban dari pertanyaan yang ada di benaknya. Mungkin Nathalia tidak menyadari bahwa sejak memasuki aula Professor Quirrell selalu menatap ke arah mereka berdua, tapi Nathan sadar akan hal itu.
Tatapan matanya yang selalu mengarah kepada mereka berdua benar-benar membuat Nathan ngeri. Ia takut jika Voldemort yang berada di balik turban Professor Quirrell memiliki niat jahat kepada mereka berdua.
"Kau masih belum tidur? Tidak ngantuk, kah?" Tanya Ron Weasley.
"Aku sedang memikirkan sesuatu. Maaf kalau aku mengganggu."
"Tidak, kau sama sekali tidak mengganggu, kok."
Nathan tersenyum ramah. Senyum palsu yang lebih baik ketimbang senyum palsu milik Nathalia. Memanipulasi lawan bicara dan membuatnya nyaman tanpa tahu siapa dirimu sebenarnya benar-benar suatu hiburan bagi Nathan.
"Yah, mungkin sebaiknya aku segera tidur. Bisa gawat kalau besok aku terlambat. Bisa-bisa Nathalia juga akan terkena hukuman nantinya," batin Nathan.
Nathan segera berbaring di tempat tidur. Ia menarik selimut dan menyelimuti sebagian tubuhnya dari kaki hingga ke dada.
"Misteri kehidupan yang menyelimuti kami di kehidupan kali ini sepertinya cukup banyak. Ini lumayan mengasyikkan, pfftt..."
Nathan menyeringai sebelum benar-benar kehilangan kesadaran dan masuk ke alam mimpinya. Mimpinya kali ini bukanlah mimpi indah, tetapi mimpi buruk.
Mau tahu apa isi mimpinya? Sayang sekali sepertinya ini bukanlah saat yang tepat untuk menceritakan hal itu.
[Bersambung]
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's Make a Wish
FanfictionKeturunan Voldemort menyukai Harry Potter? Yang benar saja! ============================== Setelah mati, aku bereinkarnasi kembali. Bukan hanya aku seorang, tetapi juga kakak laki-lakiku. Itu membuatku terkejut. Namun, yang lebih mengejutkan lagi ad...