Benar saja. Sesuai dugaan ku, sekolah ramai dengan sebuah foto yang berisi diriku dengan tiga pria kemarin di lapangan basket indoor sekolah.
Foto itu dicetak dengan ukuran besar dan di tempel di mading, dimana siapapun yang akan melewatinya pasti akan berhenti terlebih dahulu.
Salah satu nya aku, ketika aku melewati mading itu, aku berhenti untuk melihatnya. Dan ketika aku berada disana, semua pasang mata langsung tertuju padaku. Bisa kalian bayangkan berapa banyak pasang mata yang melihatku dengan tatapan yang didominasi oleh tatapan benci?
Aku tanpa sadar menelan ludahku dengan susah payah. Ayolah Sakura! Kau sudah meyakinkan dirimu kemarin sampai tengah malam, kau juga sudah dapat kata penyemangat dari teman-temanmu! Salah satunya kemarin sore.
"Aku yakin kau pasti takut dan masih khawatir, tapi tenang saja. Walaupun semua orang di dunia ini memberikan cemoohan mereka padamu, aku akan menjadi orang yang akan selalu memuji mu. Kau bisa bersandar padaku."
Mengingatnya membuat secara tidak sadar tersenyum tipis, dengan langkah yang berusaha percaya diri, aku perlahan berjalan menjauh.
"Hei gadis biasa!"
Sial. Aku berbalik dengan malas ketika Karin memanggil namaku, dia berada di tengah-tengah gerombolan. Seolah-olah mewakili para gadis-gadis disana.
"Kau tuli atau bagaimana?! Masih kurang perkataan ku saat itu?!"
Aku menghelakan nafas gusar. Dalam hati berkali-kali memantapkan diri dan tidak gentar menghadapi nenek lampir ini.
"Memangnya kau akan mengatakan apa lagi? Aku sudah sadar bahkan sebelum kau menjambak rambutku saat itu." Karin mendengus tidak percaya dengan perkataan ku yang mungkin terdengar sok jago, tapi aku tidak peduli.
Dia dengan tangan terlipat di depan dada berjalan menghampiri ku, lalu dengan cepat mencengkram pipiku yang membuatku sedikit tersentak.
"Jangan--"
Sebelum perkataannya selesai, aku dengan cepat mencengkram tangannya lalu memelintir nya kebelakang.
Menyebabkan semua orang berteriak saat itu juga.
"Dengar Karin, aku tidak akan diam sekarang. Kau tahu aku bisa bela diri dan aku bisa mematahkan tanganmu kapan saja." Desis ku lalu mendorong nya menjauh yang meringis kesakitan.
Entah kenapa keberanian dan kepercayaan diri tiba-tiba datang padaku, aku bahkan menatap satu persatu orang yang ada disana dengan tajam. Sepertinya perkataan Naruto kemarin benar saat aku sudah sampai dirumah, ketika dia memberikan pesan singkat padaku.
Aku hanya harus menjadi diriku dan bersikap apa adanya. Kalaupun mereka melawan, lawan balik. Seharusnya aku menyadari nya sejak lama, bahwa memang pada dasarnya aku adalah orang yang berani dan tidak peduli dengan perkataan orang lain.
"Jangan ganggu aku." Ucapku sebelum akhirnya pergi menjauh.
Menyelusuri lorong dan bersiap berbelok.
Dan ketika berbelok aku terkejut dengan adanya Ino, Hinata, Sai, Naruto, dan juga Sasuke yang mengacungkan jempol mereka padaku.
Aku tanpa sadar mendecih geli lalu menggeleng-gelengkan kepala dan berjalan cepat meninggalkan mereka. Entah kenapa aku jadi malu sendiri.
"Aku bisa mematahkan tanganmu kapan saja." Aku mencoba menendang Sai yang mengejekku dengan meniru-niru suaraku, tapi dia dengan cepat menghindar yang membuatku berdecih.
"Bagus, bagus." Aku tersenyum geli ketika Ino merangkul ku dari samping sambil mengangguk-anggukan kepalanya.
Kami pun akhirnya berjalan bersama menuju kelas, menyelusuri lorong yang dipenuhi oleh tatapan yang beragam.
KAMU SEDANG MEMBACA
ORDINARY✅
RomanceJika diminta untuk mendeskripsikan satu kata tentang hidupku, maka aku akan menjawab biasa. Aku bukan siswa cantik seperti Ino yang hampir digilai oleh semua laki-laki disekolah. Aku bukan siswa pendiam tapi memiliki darah bangsawan kaya seperti H...