Chapter 18

3.1K 438 37
                                    

Aku mengusap-usap punggung ibuku dan terus menenangkannya agar tidak menangis selama beberapa saat. Aku juga menghapus air matanya ketika pelukan kami terlepas. Aku lalu beralih pada ayahku yang merentangkan tangannya sedikit dan aku dengan senyum simpul berjalan ke pelukannya.

"Beritahu kami jika kau sudah disana." Aku mengangguk-anggukan kepala ketika pelukan kami terlepas.

Aku lalu menatap konyol Ino yang wajahnya tidak bisa aku deskripsikan sekarang. Dia itu menahan agar air matanya tidak keluar tapi tidak menahan ingus nya yang hanya dia hisap, ya tuhan menjijikkan.

"Sai, kau tidak ingin memotretnya? Wajahnya terbilang langka sekarang." Gurau ku pada Sai yang mendengus geli dan Ino langsung saja memukul lengan atas ku yang membuat aku meringis.

"Aku akan baik-baik saja." Ucapku pelan sambil menarik Ino ke pelukanku dan dia langsung menangis saat itu juga.

Aku sebisa mungkin menahan air mataku dan juga bibirku yang mulai bergetar. Aku sudah terlalu lelah menangis hari ini, sungguh.

Hinata bergabung bersama kami dan saat itu air mata langsung keluar tanpa aku sadari. Sulit rasanya meninggalkan mereka berdua yang sudah menemani ku selama setahun di KHS, membelaku, dan membuatku merasa seperti memiliki teman. Kami sering sekali menghabiskan waktu bersama, entah itu saat penting atau tidak. Kami berbagi segala hal dan mereka sudah seperti saudari sendiri bagiku.

"Kami akan sesering mungkin berkunjung." Hinata menghapus air mata kami dengan lembut. Memang, satu-satunya orang yang dewasa dan tidak cengeng di antara kami hanya Hinata seorang.

"Kau jangan kemari, kami saja yang menghampiri mu." Ucap Ino dengan sesenggukan nya yang belum hilang.

Mereka berdua memang mengerti diriku. Kalian sendiri mengerti bukan perkataan Ino itu?

"Jaga dirimu baik-baik." Aku tersenyum simpul ketika Naruto menepuk-nepuk bahuku dan mengacak-acak rambutku.

"Setelah ini, kami akan membuat Sasuke babak belur, kau tenang saja." Aku tanpa sadar terdiam dan tersenyum miris mendengar perkataan Sai.

"Itu justru tidak membuatku tenang." Balasku pelan yang dibalas tawa kecil Sai yang tak lama memelukku.

"Ku pastikan dia menyesal." Gumamnya yang membuat ku mendengus lalu melepaskan pelukannya.

"Aku pergi."
.

.

.
Aku melihat gerombolan orang-orang dari dalam kereta sambil menopang dagu. Aku juga melihat orang tua dan teman-teman ku yang berjalan menjauh dari kereta setelah melambaikan tangan padaku yang aku balas dengan senyum selebar mungkin.

Kereta berangkat sekitar 10 menit lagi dan jantungku berdebar tanpa alasan yang aku sendiri tidak tahu.

Aku berharap Sasuke datang. Ya, itu yang membuat jantungku seperti ini.

Tapi aku langsung mendengus kasar dan menyenderkan kepalaku di kursi kereta sambil memejamkan mata. Ya, itu tidak mungkin terjadi. Sasuke sudah bukan Sasuke yang aku kenal selama 6 bulan, dia tidak akan datang.

"Sakura!"

Sialan, bahkan ketika aku memejamkan mata dan berusaha untuk tidur suaranya tidak hilang dari kepalaku.

"Sakura!"

Aku tanpa sadar berdecak lalu mengacak-acak rambutku frustasi. Ayolah Sakura! Kau ini gila atau bagaimana?! Kenapa suaranya semakin terdengar jelas sih?!

"SAKURA!" Aku langsung tersentak ketika suaranya sangat jelas di telingaku. Aku dengan cepat menengok ke luar jendela untuk memastikan bahwa aku tidak berhalusinasi sekarang.

ORDINARY✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang