luke & amy - 183

395 42 2
                                    

× Amy ×

"Corliss?"

Aku menuruni tangga dan dengan cepat langsung menuju ruang tamu. Oh, ternyata dia sudah bersama teman-teman baru-nya. "Selamat pagi, Amy sayang." Aku tersenyum mendengar suara Colsson dari belakang. Aku berbalik. Dia tiba-tiba memelukku, "Pelukan apa ini? Aku tidak sedang butuh pelukan,"

Dia tertawa, "Aku menyayangi-mu." Ah, aku tahu itu. Dari dulu, kan? Aku berpikir sampai sekarang Colsson menyukai-ku, sama seperti dulu. Tapi, entahlah, mungkin dihati-nya sudah ada nama perempuan lain yang menggantikan nama-ku. Tapi, bagaimana-pun juga, Colsson selalu cerita kepada-ku tentang semuanya.

Dan, dia berjanji tidak akan merahasiakan apapun dari-ku. "Lepaskan, aku lapar." Dan dia melepaskan pelukannya, lalu dia mengikuti-ku ke arah dapur. "Aku membuat-kan kau sandwich," Aku tersenyum dan ber-terimakasih kepadanya lalu mulai melahap sandwich yang Colsson buatkan untukku.

"Amy! Apakah kau sudah bangun?"

Aku mendengar suara Corliss memanggil-ku dari ruang tamu, lalu dengan langkah santai aku berjalan ke ruang tamu, "Ya, i'm here. Ada apa?" Tanyaku santai sambil melahap sandwich terakhir-ku. "Bisa bantu aku? Semuanya tidak tahu jawaban soal ini," Biology. Mungkin aku bisa? Ah, siapa yang tidak benci biology?

"Woah! Kau! Apa kabarmu?" Oops. Rupanya Corliss satu kerja bersama dengan laki-laki yang ia sukai. "Dylan, bukan? Aku baik," Dengan baik aku tersenyum manis, "Ah, bagaimana kau tahu namaku?" Aku menunjuk ke Corliss dan Dylan tersenyum manis kepada Corliss.

Aku duduk disamping Corliss, lalu ia memperkenalkan aku kepada teman-temannya. "Jadi, dia itu kakak kandung-mu?" Tanya Christie, yang setahu-ku ia teman pertama Corliss dan teman dekatnya. "Bukan, dia itu pacar kakak laki-lakiku. Aku hanya punya Colsson-- kakak laki-laki dan satu adik laki-laki."

Jelasnya kepada Christie, "Pacar? Bukan, aku hanya sahabat terdekat Colsson. Corliss, jangan mengarang." Corliss tertawa meledek. "Dia-- Teman kakak-mu itu... Cantik." Semua orang menengok ke arah Dylan, termasuk aku. Dia berkata kalau aku cantik? Seorang remaja laki-laki memuji-ku cantik?

"Jadi, soal mana yang membingung-kan?" Aku langsung bertanya tentang inti-nya. Tidak ingin Dylan memuji-ku semakin dalam dan aku jelas sekali akan membuat Corliss cemburu. Setelah ku bantu beberapa soal yang sulit, baru ku sadari kalau Dylan berpindah tempat duduk dan ia duduk disebelah-ku.

"Andrew? Bisakah kau menulis jawaban nomor dua puluh?" Tanya Christie, lalu laki-laki yang bernama Andrew itu mengangguk. Dylan sedari tadi memperhatikan aku saat aku menjelaskan soal-soal yang mereka bilang sulit, ia memperhatikan aku terlalu serius sehingga membuat aku risih.

"Dylan, maaf, kau melihat Corliss terus-menerus sedari tadi, kan? Kau ingin duduk disampingnya? Dengan senang hati kita bisa bertukar tempat duduk," Aku berkata dengan sopan lalu ia melihat mataku sambil tersenyum. "Tidak, aku disini saja." Katanya sambil melihat Corliss.

"Apakah aku tampan?" Dengan tiba-tiba ia berbisik ditelingaku, "Bisakah kau fokus sebentar saja ke tugas kerja bersama-mu ini? Tidakkah kau kasihan kepada Andrew kalau sedari tadi ia yang menulis jawaban-nya?" Aku berkata dengan pedas, "Ya, silahkan kau menulis jawaban selanjutnya. Plus, Dylan, kau tidak mengerjakan apa-apa!"

Celetuk Christie dengan nada sedikit marah, "Baik, tapi izin-kan aku mengetahui jawaban Amy dahulu. Apakah aku tampan?" Tanya Dylan sekali lagi, "Corliss, semua yang sulit sudah semua, kan? Dan Dylan, jawaban-ku ada ditangan Corliss." Aku dengan rasa aneh berdiri dari sofa dan meninggalkan ruang tamu menuju ke kamar.

* * *

Pintu kamar terbuka, dan aku melihat Corliss masuk ke dalam kamar dengan buku-buku yang ia pakai tadi saat kerja bersama. "Coba tebak! Apa yang Dylan katakan saat ia pulang?" Kata Corliss sambil merebahkan tubuhnya dikasur. "Dylan menyukai sandwich yang Colsson buat?" Tanyaku, tapi Corliss malah tertawa dan menggeleng.

"Dylan bilang, ia usahakan sering-sering datang ke rumah! Dan ia menyukai rambut-ku yang keren! Dan satu lagi, ia meminta nomor telepon aku!" Aku tersenyum mendengarnya. Sialan, aku jadi ingat saat dia mengembalik-kan buku sejarah-ku saat malam hari.

"Keren, aku sangat senang mendengarnya." Jawabku, "Christine mengidolakan Colsson, haha! Malah, tadi ia dengan rasa tidak malu-nya, ia meminta aku untuk memotret dia dengan Colsson." Aku tertawa, dasar remaja genit. "Aku tidak suka Dylan. Dia seperti anak brutal,"

"Amy! Jangan begitu! Yah, Christine juga bilang begitu, sih." Aku menatap Corliss heran, "Jadi, apa yang dilakukan bocah itu sebelum kau masuk ke sekolah itu?" Aku bertanya, memancingnya untuk bercerita. "Dia pintar, tapi nakal. Dia mengikuti musik, dan dia sangat indah memainkan semua alat musik-nya. Kemarin aku melihatnya, dan aku rasa aku jatuh cinta."

Aku dan Corliss tertawa, lalu ia menghela napas. "Dia selalu telat mengumpulkan tugas atau sejenisnya, tapi dia pintar dan nilai ulangan-nya selalu sempurna. Dia juara kelas, walau masih kalah dengan anak pintar yang tidak seperti dia. Tapi, entahlah, dia aneh dan aku menyukainya! Semua gadis menyukai dia, dan semua-nya tahu kalau dia susah jatuh cinta."

"Maksudnya?" Tanyaku heran, "Dia tidak punya pacar. Dia tidak tertarik perempuan yang paling terkenal disekolah, paling cantik dan seksi-pun dia tidak peduli. Tapi, kau tahu lah, dia memang genit." Aku tertawa, dia memang genit. Apa buktinya? Well, aku merasa dia sangat genit kepada-ku.

"Dia punya teman terbaik?" Corliss menatapku sebentar lalu merapihkan buku-bukunya lagi, "Dia punya teman, banyak. Dan teman-teman dia hanya laki-laki ber-level tinggi, kau mengerti maksudnya? Dia sangat terkenal, dan teman-temannya juga begitu."

Aku mengangguk-angguk, menandai aku mengerti maksud Corliss. "Tapi, teman-temannya tidak sekeren dan sepintar dia?" Aku menebak, "Tepat." Kata Corliss lalu ia naik ke tempat tidur lagi, karena saat bercerita tadi ia sempst ke rak buku-nya. "Well, kau sudah tahu banyak tentangnya. Itu keren," Aku memujinya dan Corliss tertawa.

"Christine tahu semuanya, apapun itu." Hebat. Aku jadi merindukan Clarisse-ku tersayang. "Dulu, dia meminta kepada Calum-- teman dekatku dan teman dekatnya juga. Dia menyuruh Calum untuk meminjam buku sejarah-ku. Sampai dia menawarkan 5 batang cokelat ke Calum, astaga. Aku masih ingat itu."

Aku tersenyum pahit, "Semua karena buku sejarah?" Aku tersenyum pahit lagi, "Tidak juga. Ah, terlalu banyak memori-nya sampai-sampai aku lupa." Corliss tertawa, "Berjanji padaku jangan melihat ke arah belakang lagi?" Katanya dengan tulus, "Lupakan dia, oke? Dan ingat-lah kalau ada Colsson yang masih menyukai-mu dan ada aku yang selalu untukmu,"

Ah, sialan. Aku tersenyum padanya, "Aku... berjanji," Mungkin, yah, ini yang terbaik. Aku yakin pasti Luke memilih Hillary untuk menjadikan-nya pelampiasannya. Maaf, tapi menurut logika-ku begitu. "Dylan memuji-mu terus, eh?" Tiba-tiba Corliss bertanya dan cepat aku mengangguk. "Ah, aku saja yang mendengarnya sudah terbang. Bagaimana jika aku yang dipuji?"

Cellphone Corliss berdering, pertanda ada yang memberikan suatu pesan kepadanya. "Oh," Dia ber-kata 'oh' dengan kaget, "Ada apa?" Aku bertanya, memastikan kalau semuanya baik-baik saja. "Lihat! Siapa yang mengucapkan hai dan selamat malam?"

"Dylan? Wow, kau dibuat gila olehnya? Haha, lihat pipi-mu gadis remaja! Hahaha!"

GLASGOW :: l.hTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang