Mencandu Racun 8

4.8K 33 0
                                    

Malam minggu itu tiba. Kuputuskan utk bertemu dia. Kami janjian setelah aku pulang kerja sekitar jam 10 malam di tempat pertama kali bertemu dulu, tak jauh dari tempat kerjaku.
Seperti dugaan, sejak sore hari, dia beruntun kirim pesan memastikan janji bertemu. Meski sudah dijawab ok, namun, tetap saja pesan darinya seperti saling berbalapan masuk ke ponselku.
Tak kubaca. Aku paling kesal thdp pesan masuk yg isinya ngeyel.
Apalagi pesan janji malam mingguan. Dgn seorang pria pula!
aku cuma takut lupa menghapus.
Jam 10 kurang lima belas menit aku kelar bekerja. Ku sms dia. "Sudah dimana," tanyaku. "Dah di tenpat yg dulu bang. Dah dari jam 7 tadi," begitu pesannya seperti mengatakan bahwa dia sudah tak sabar ingin menjamah tubuhku atau lebih tepatnya "menyiksa"ku.

Kami bertemu. Saling sapa sejenak lalu pergi berkeliling mencari penginapan murah. Di sepanjang jalan, tangan dia tak berhenti memeluk dan meremas perutku yg lembek. Kadang menekan dalam2 uluhatiku. Kubiarkan saja Tak peduli apa yg dia mau. Ku tahan-tahan rasa yg tak nyaman itu.

Sebenarnya kami belum sempat saling kenalan satu sama lain pada pertemuan pertama tiga bulan lalu. Aku belum tau nama dia, pun sebaliknya. "Nama kamu siapa sebenarnya" kataku setengah berteriak mengimbangi suara deru motor.
"Aku... aku.. " dia bingung dan ragu utk menyebut nama. "Aku Tri, bang," katanya.
Aku tak percaya namanya Tri. Pasti dia berbohong, pikirku. Okelah, nanti akan aku cari tahu namanya sesuai KTP. Begitu pikirku sambil menyisir setiap penginapan.
Setelah mencari, akhirnya kudapati penginapan sekelas hotel bintang 3. Harganya 270rb semalam. Lumayan bikin atmku jebol. Aku nekad mengeluarkan uang yg menurutku cukup besar hanya demi menumpuk dosa. Ya, tentu saja dosa. Karena motivasi bertemu adalah semata urusan syahwati yg tak ku mengerti. Aku seperti ingin mengulang sensasi kenikmatan yg kudapatkan dari permainan dia tiga bulan lalu.

"Sini pinjam ktp kamu" kataku menodong dia mengeluarkan ktp. "un..untuk apa bang" katanya gelagapan dan panik. "Untuk sewa kamar. Harus pake ktp. Abang gak bawa ktp soalnya. Kalau ga ada ktp, gak bisa" jelasku.
Jebakanku berhasil. Dengan berat hati dia menyerahkan ktpnya kepadaku. Kubaca nama yg tertera di ktp itu. Aku tersenyum kecut. "Untuk jujur nama kamu aja, kamu udah bohong," kataku sambil berjalan ke arah ruang kasir. (Di kisah ini tetap ditulis nama samaran, Tri).

Kami masuk ke dalam kamar berukuran cukup luas. Ada dua bed di dalamnya. Aku langsung melempar tubuhku ke bed dekat jendela. Kulihat dia wara-wiri bingung utk memulai darimana. Aku msh berpakaian lengkap. Baju kerja ber-emblem merk sepede motor ternama dan celana jeans hitam.

Dia mendekat ke bed tempat ku merebahkan diri. "Mau dipijat skr bang?" katanya.
"Terserah saja. Kamu tidak capek?" kataku balik bertanya. "Tidak bang"
Kemudian kakiku diselonjorkan dan mulai dipijat. Aku tahu dia sebenarnya malas2an memijat kaki. Buktinya, celanaku hanya sedikit digulung sampai betis bawah. Ia hanya tak sabar ingin menjamah bagian depan tubuhku. Kubiarkan saja. Toh aku tak meminta atau menyuruh.

Benar saja. Baru beberapa menit berlalu, ia memintaku utk telentang. Aku manut saja. Entahlah, aku sebenarnya pun ingin segera agar dia mengurut lembut penisku dan dikocok seperti waktu itu.

Aku telentang pasrah masih berpakaian lengkap. Pelan, seluruh kancing bajuku ia buka satu persatu. Ada rasa berdesir. Antara cemas, geli, ngeri, senang campir aduk jadi satu.
Kini tubuh depanku terbuka lebar. Ia tuangkan baby oil ke tenggorokan, dada, perut, pusar dan turun ke perut paling bawah. Jari jemarinya mulai berputar lincah. Menjamah bagian2 itu. Ku lihat dia semangat sekali. Seperti anak kecil yg menemukan mainan baru.

Aku memejamkan mata mencoba menikmatinya. Aku mensugesti diriku sendiri agar terasa nyaman ketika dia menekan titik2 di area perut. Penisku masih tidur bersembunyi di balik celana.
Entah berapa lama ia bermain dgn perutku. Rasanya mulai membosankan dan ngantuk. Aku ingin mengubah posisi tubuhku.

Tiba-tiba ia membuka ikat pinggang dan reslteing celanaku. Lalu menurunkannya sampai bawah pinggul.
Aku mendesah panjang sambil mengatur pernapasan. Kubiarkan lagi posisiku utk tetap telentang.
Tangannya mulai menari di setiap centi tubuh bagian bawahku.
Sangat lembut.
Aku mulai bergairah juga gundah.

Harus kuakui, dia pintar menyentuh titik tertentu tubuh pria utk membangkitkan gairahnya. Pelan tapi pasti penisku mulai bangun dari tidur panjangnya. Ia meraihnya. Menggenggam.
Lalu jarinya menelusuri ujung sampai pangkalnya. Tak henti.
Penisku mulai mengeras. Aku mengerang. Napasku memburu. Turun naik.
Ia mengulangi permainan seperti dulu. Tangan kirinya menari di penis, tangan kanan bermain menjamah menelusuri dada dan perutku. Meremas, menekan, dan memijatnya. Urgh...
Aku cuma bisa mengerang nikmat. Bukan sentuhan di dada atau perut yg membuatku bergairah.
Tetapi sentuhan di area penis yg membuatku terbang melayang kesana-kemari tanpa tahu kemana harus mendaratkan kaki.

Aku tidak menghitung waktu berapa lama aku diombang-ambing dalam gairah yg seolah tak berbatas. Perutku sedikit mual karena tak henti ditekan dan dipukul. Kadang ia menekan kuat pusarku dalam-dalam. Kadang menekan uluhati. Kadang lambung. perut tengah, kanan-kiri. Seolah tidak ada satu mili-pun bagian perut yg terlewati. Penisku, ya penisku, terus dipermainkan agar tetap menegang keras di antara rasa sakit yg kuderita.

BUGH...!
Urghhhh...
Aku terhenyak.
Sebuah tonjokan cukup kuat menghujam perutku ketika penisku bersiap memuntahkan lahar hangatnya. Aku seketika menggelinjang. Entah kenikmatan apa yg kurasakan. Beberapa detik aku kesulitan bernapas. Dia mendekapku. Penisku melemas lagi karena kenikmatan yg kurasa terkalahkan oleh rasa sakit.

"Maaf ya bang. Sakit ya" katanya berbisik di telingaku. Aku diam saja. Antara kesal, penasaran.
Ya aku kesal karena penisku tertahan mengeluarkan cairan kental. Rasanya seperti menumpuk berdesakan di ujung pintu yg tertutup rapat. Rasanya campur aduk.

Kemudian dia raih lagi penisku. Mengulangi permainan yg membangkitkan gairah lelaki. Tak harus menunggu lama utk menunggu menegang. Dalam hitungan menit, penis menegang kembali. Keras berurat. Dia ulangi lagi menjamah bagian dada dan perutku. Aku berusaha keras utk mensugesti pikiran agar apapun yg dia lakukan terhadap perutku tak bisa menghalangi kenikmatan yg kualami.

Persetan! yg penting klimaks. Cairan itu keluar. Begitu pikirku sambil memejamkan mata menikmati kenikmatan dipermainankan penis. Entah berapa kali tekanan, tonjokan, sodokan yg dia lakukan ke perut. Aku tak menghiraukannya.
Pikiranku tetap fokus menikmati sentuhan penis. Fokus ingin segera mengeluarkan cairan ini. Aku mengerang, mendesah. Dia semakin bernapsu memainkan penis dan perutku dgn saat bersamaan. Penisku bersiap. Napas dia spttu terdengar mendengus napsu. Seolah tahu dlm hitungan detik pertahananku jebol.
Dan,
BEGH!
Croooot!
Sodokan kuat sikut tangan kanannya menghujam tepat uluhatiku. Berbarengan dgn penis yg memuntahkan cairan hangat. Semburannya tegak lurus melambung tinggi kemudian jatuh tercecer sia sia ke atas badan sendiri, sebagian lagi berserakan di atas sprei.

Aku mengerang panjang sambil megap2 mendekap uluhati. Terasa mual menjalar. Aku terkapar. Tubuhku begitu sangat letih. Dia lap semua cairan yg tercecer di atas tubuhku. Pikiranku menerawang jauh. Entah apa yg kupikirkan. Aku tak mau melakukan apapun kecuali terkapar telentang sambil membiarkan rensleiting celanaku terbuka. Akupun tak mau didekati dia. Aku ingin diam sendiri mencari tahu jawaban atas pertanyaan yg berkecamuk dlm hati.
Apa sebenarnya yg sedang terjadi pada diri.

Meski terasa letih, aku tak merasa mengantuk sedikitpun. Aku bangun melangkah ke kamar mandi. Ingin membersihkan ceceran cairan yg mulai terasa lengket di badan. Ku lihat dia sedang asik membuka-buka facebook.
Sekilas kulihat nama akunnya. Ya, kubaca nama akunnya dgn jelas.
Tiba-tiba rasa penasaran muncul. Penasaran ingin lebih tahu siapa dia sebenarnya. Siapa teman2 dia. Dimana ia tinggal dan kenapa ia menyukai permainan gairah dgn perut lelaki. "Gue harus telusuri," pikirku.

Aku keluar kamar mandi dan langsung menyalakan sebatang rokok. Ku buka sedikit jendela agar asap keluar. Ku tak banyak bicara ataupun bertanya ke dia. Aku hanya ingin merokok.
"Bang, lagi yuk," katanya ketika aku sedang asik menghisap rokok.

Bersambung...







Mencandu RacunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang