Mencandu Racun 7

5.9K 31 1
                                    

Aku terlahir dari keluarga yg cukup agamis. Ayahku bisa dibilang tokoh agama di kampung. Keluarga besarku bisa dibilang keluarga priayi.
Kehidupan masa kecilku lazim. Sama halnya anak-anak lain di kampung. Bermain gundu, petak umpet, main bola di sawah kering, main hanyut-hanyutan di sungai yg meluap, mengejar layangan putus, ngaji, shalat, dll.
Perjalanan hidupku pun setelah beranjak dewasa cukup normal. Hanya saja aku memilih hidup mandiri dlm kerasnya metropolitan, meski gali lobang tutup lobang,ketimbang mengikuti jejak keluarga besarku. Entah esok atau lusa.

Sejak kejadian malam itu dgn Tri, kehidupanku berjalan normal sprti biasa. Rutinitasku sama. Siang berangkat kerja, malam pulang ke rumah, setelah mampir ngopi di tempat biasa. Aku sudah benar2 melupakan kejadian menjijikkan malam itu dan juga sudah melupakan pemuda kecil itu. Ku kubur bayangan itu jauh-jauh.

Apalagi pemuda itupun benar benar menepati janjinya tidak menelpon ataupun kirim pesan. Aku fokus pada pekerjaan dan keluarga kecilku.

Sore itu, jam istirahat, tiba2 ponselku menerima pesan tak dikenal.
"Apa kabar bang? lagi apa?" begitu isi pesannya. Aku menerka-nerka pesan itu dikirim oleh salah satu anak magang di tempat kerja yg pernah dimentori olehku. Karena selama ini, pesan serupa sering ku terima dari anak-anak yg dulu magang di tempatku bekerja yg kini telah sukses bekerja di beberapa perusahaan.
"Alhamdulilah. Kabar abang baik2 saja dek. Maaf ini dgn siapa?" balasku. "Abang udah makan?" balasnya tanpa menjawab pertanyaanku.
"Kebetulan ini lagi makan di kantin. Maaf ini dgn siapa?" tanyaku mengulangi pertanyaanku.
"Kapan mau dipijat sama aku lagi bang?" dia membalas tanpa menyebut nama.
Mataku menyipit dan dahiku berkerut lalu berpikir bahwa Tri lah yg mengirim pesan itu. Kuabaikan pesannya dan ku blokir nomornya. Kuhabiskan rokok dgn hisapan terakhir. Lalu pergi ke musola utk salat ashar dan melanjutkan pekerjaan.

Hari-hariku berlanjut seperti biasa. Berjibaku dgn kemacetan dan cicilan utang. Maklum gaji pas-pasan. Kadang ingin berhenti dan mencari kerjaan di tempat yg lebih dekat dr rumah. Namun aku sadar jaman sekarang sulit nyari kerjaan apalagi bagi orang sepertiku yg cuma lulusan STM tahun jebot. Sempat berpikir membuka bengkel kecil2an di rumah. Tp kepentok lahan dan peralatan. Butuh modal besar apalagi di kota Jakarta.

Aku sangat bersyukur ketika istriku diterima menjadi buruh pabrik tak jauh dari rumah.
Bebanku agak sedikit berkurang terutama utk biaya kebutuhan sehari-hari. Tapi di sisi lain, kehidupan biologis kami seperti hambar. Setiap malam istriku kelelahan dan cepat tdr pulas. Tak jarang aku merajuk dan menggodanya demi membangkitkan gairahnya. Tp hal itu seringkali tidak berhasil. Kalaupun mau, tidak ada sedikitpun ekspresi. Mau karena terpaksa setelah aku ceramahin. Klo sudah begitu rasanya jd hambar seperti menggauli batang pisang. Dingin tak bernyawa. Bukan hanya soal biologis, istriku pun jadi tak pernah melayaniku dlm segala hal. Boro2 mau mijetin suami sepulang kerja, sekedar membuatkan segelas kopi pun rasanya pekerjaan yg berat. Aku sprti dipaksa harus memakluminya karna ia lelah bekerja.
Makin hari kehidupan rumahtanggaku hambar saja. Isttiku lebih sering memarahi anakku hanya karena masalah sepele. Letupan pertengkaran lebih sering terjadi.
Aku jadi segan setiap pulang ke rmh selepas kerja. Karena yg menyambutku adalah ocehan dan dumelan. Ada saja biang masalahnya. Gak perlu besar atau kecilnya. Tapi yg penting bisa ngdumel.
Lambat laun kenakalan jiwa lelakiku muncul menggoda. Terbersit keinginan selingkuh dgn wanita lain demi mencari kepuasan seks. Di tempat kerja aku menjadi lelaki yg sok perhatian kepada karyawan2 perempuan. Aku sebenarnya cuma ngetes saja. Dan butuh perhatian wanita juga. Tak dinyana beberapa orang di antaranya jatuh hati dan ngajak serius. Bukan hanya karyawan di tempatku kerja. Seorang perempuan cantik bersuami, yg bekerja di perusahaan ternama yg kantornya bersebarangan, naksir kepadaku setelah aku goda.  Ia bahkan bberapa kali menitipkan beberapa potong kemeja dan celana baru buatku di pos satpam.
Antara percaya dan tidak, rupanya aku memiliki pesona. Tp kenapa istriku cuek?

Ku scroll layar hp dan membaca satu persatu deretan pesan masuk yg tak sempat kubuka sejak beberapa hari terakhir. Kebanyakan pesan dari sales bank yg nawarin barang dan pinjaman uang. Aku sama sekali tak pernah tertarik. Ada satu pesan yg menarik perhatianku.

"Bang, ini aku. Kpn mau dipijet lagi bang. Aku kangen mijet abang,' demikian isi pesan tersebut. Aku terdiam sejenak. Sangat mudah mengingat kalau pesan itu dari dia. Ya, dia adalah Tri. Pemuda kecil yg pernah membuatku melayang tak karuan. Aku tak mau memusingkan kenapa dia bisa kirim pesan padahal nomornya sudah ku blok sejak pertama dia kirim pesan sekitar tiga bulan lalu. Pasti dia ganti nomor.
Entah kenapa kali ini aku tak ingin memblok nomornya dan malah ingin membalasnya. Oke, aku akhirnya membalas.
"Maunya kamu kapan? boleh aja," balasku singkat. Menit berikutnya ia membalas. "Malam minggu yuk bang. Di rmh abang lagi atau kita cari penginapan murah di mana gitu,' dia antusias.
"Oke," balasku singkat. Aku tahu dia terus membalas pesanku lagi tp tak kubaca karena memang sudah kebiasaanku yg tak pernah mau saling berbalas pesan.






Mencandu RacunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang