Aku diam saja berdiri bersandar di ujung tembok kamar sambil terus menikmati rokok yg tinggal separo batang. Ia mendekat dan memegang gemas perutku sambil sesekali meninju pelan.
"Perut abang bagus sih. Lembut dan lunak banget. Aku suka. Abang juga ganteng. Pasti banyak selingkuhan ceweknya ya bang" dia menyerocos merayu mencoba lebih akrab denganku.
Aku diam saja.
Tak menarik utk dijawab.
Aku pun tak menghindar ketika tangannya meraba perut dan dada."Usia kamu berapa" tiba2 aku bertanya tentang usia. Pdhl aku sudah tahu dia kelahiran tahun berapa saat melihat KTP-nya di depan ruang kasir tadi. Aku bertanya karena ingin tahu apa dia masih jujur atau berbohong.
"22 bang" katanya singkat. Bah! jelas berdasarkan tahun kelahiran di KTPnya, ia sekarang harusnya berusia 26tahun. Atau tujuh tahun di bawah usiaku! Bohong lagi dia. Begitu pikirku.
Memang, jika melihat sosoknya yg kecil bersih dan imut, usianya kira-kira 20-an tahun."Yakin usia 22?" tanyaku menelisik menunjukkan ketidakpercayaan. "Bukan bang. Usiaku skr mungkin 24 tahun" ia meralatnya.
Ah sudahlah. Aku tak ingin berdebat bertanya soal usia. Sekarang makin yakin kalau dia susah utk jujur bahkan terhadap dirinya sendiri.Kenapa aku menuntutnya utk jujur? Karena aku khawatir semua ini akan menjadi bumerang bagi aku dan keluarga di kemudian hari. Aku khawatir ia tak bisa menjaga rahasia kami terutama rahasiaku sendiri yg telah bermain gairah dgn seorang pria. Karena, dia sudah jelas tahu, siapa aku, apa pekerjaanku, di mana tinggalku, istri dan anakku.
Oh Tuhan.Aku melangkah ke bed tempatku. Merebahkan diri lagi. Dia mengikutiku lalu duduk di samping tubuhku yg sedang berbaring. Ia mengelus-elus dada dan perutku lagi yg kini sudah telanjang dada.
Bajuku sudah ku lepas sendiri tadi di kamar mandi setelah "penyiksaan" pertama usai. Ia bergumam atau lebjh tepatnya menceracau sendiri sambil terus menjamah meraba tubuh depanku ini. Ia seperti sangat gemas melihat perutku."Kenapa kamu kok suka sama perut" tanyaku membuka obrolan sambil menyilangkan kedua tanganku ke atas kepala. "Ga tau bang. Suka aja dari kecil" katanya datar. "Suka gimana" lanjutku. Akupun penasaran ingin tahu lebih jauh tentang kesukaannya itu. "Ya suka banget pokoknya. Apalagi perut kayak abang gini. Enak. Lunak banget. Empuk dan hangat" terangnya.
"Enak gmn" aku terus bertanya.
"Enak maininnya bang. Bingung jelasinnya" ujar dia.
"Coba jelasin pelan pelan. Enak dimananya. Sambil kasih contoh. Biar abang ngerti. Dan mumpung ada perut di hadapan kamu" aku mencecarnya.Dia terus menjamah seluruh bagian dada dan perut tanpa berhenti. "Gimana ya bang. Aku bingung jelasin. Pokokmya aku suka sekali dgn perut abang. Sosok dan perut kayak abang yg aku cari sih. Aku suka mendengar erangan abang. Seksi dengarnya"
"Oh jadi hanya demi mendengar erangan saja? Tanpa harus diteken atau dipukul, abang bisa saja mengerang kok. Kamu suka?"
"Bukan gitu. Aku merasa senang dan horni bang klo melihat cowo disakitin perutnya. Apalagi uluhatinya (dia menjamah uluhatiku dan sedikit menekannya). Kelihatannya lebih jantan aja. gitu sih" terang dia.
"Kenapa suka perut.
Ini tuh (aku menunjuk perutku sendiri), tempat organ dalam dan kotoran. Ga risih? beberku.
"Gak risih bang. Sukanya dari dulu perut. mau gmn" katanya.
"kamu suka perut yg berotot kaya agung hercules dan ade rai?" tanyaku sekenanya.
"Tidak bang. Aku gak suka perut kayak gitu. keras keliatannya. Ga suka. Perut yg biasa aja. Perut bapak2 kayak abang enak"Aku mulai sedikit paham bagaimana orientasi dia. "Kamu juga seneng mainin penis?" lanjutku makin penasaran. Seperti ada banyak pertanyaan yg hrs kutanyakan kepadanya.
"Suka bang. Suka ngeliat cowo horni. Tp suka juga ngeliat cowo disiksa perutnya" jawabnya enteng.
Aku bingung dgn hal itu. Mana ada dua rasa yg saling berlawanan menyatu dalam satu waktu secara bersamaan. Akupun menerawang sambil menikmati sentuhannya.Tunggu dulu.
Bukankah yg dia lakukan terhadapku itu adalah contoh keberhasilannya atas bersatunya dua rasa yg berlawanan secara bersamaan dlm satu waktu? Apa aku menikmatinya? Iya, aku menikmati saat di mana gairahku melayang bebas di awan kemudian jatuh dgn sensasi dahsyat yg sulit kugambarkan.Apa aku menikmati dan merasa nyaman ketika ditonjok? Ini tak bisa kujawab. Siapapun makluk bernyawa pasti merasakan sakit jika tubuhnya disakiti. Demikian halnya aku.
Lalu bagaimana menyatukan rasa sakit dan nikmat itu? Aku limbung tak menemukan jawaban.
Tapi setidaknya dia telah berhasil memaksa mempersatukan kedua rasa tsb terhadapku."Kamu homo?" akhirnya aku meringkas semua tanyaku dgn pertanyaan satu ini.
"Bukan bang" jawabnya singkat. Dia terlihat ingin menyudahi pertanyaan2 yg belum sempat kutanyakan.
"Bang... diikat ya. Biar abang enak keluarnya" ia berbisik di telingaku.
Entah kenapa aku sprti tidak punya kekuatan utk menolak permintaannya. Aku diam. Tidak menjawab, tidak pula menolak. Pun tidak juga memberi isyarat atas keduanya. Memilih pasrah apa yg dia lakukan.Dia meraih tas kecil yg dibawanya. Merogoh sesuatu, semacam kain syal panjang. Lalu mulai mengikat kedua tanganku menyatu dan diletakkan ke atas kepalaku. Ujungnya ia kaitkan ke palang kayu bed di belakang kepala.
Tak cukup itu, ia mengikat kaki kanan dan kiri, kemudian masing2 diikatkan ke dua sisi ujung Bed. Aku hanya terpejam dan kemudian ia merengkuh kepalaku trnyata menutup mataku dgn slayer yg biasa kupakai saat bermotor.
Aku terdiam. Tak berontak. Sepertinya ia sudah merencanakan melakukan hal ini.Semua rasa dan pikiran bercampur di tempurung kepala seperti diaduk-aduk. Tanpa tahu bagaimana rasa yg sedang ku alami. Aku seperti tawanan perang yg sebentar lagi disiksa atau dieksekusi. Telentang pasrah tak berdaya. Aku menerka2 apa yg bakal dilakukan pada tubuhku.
Aku hanya bisa mensugesti diri sendiri dgn kenikmatan itu.bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencandu Racun
Short StoryKisah nyata. Modifikasi nama dan waktu untuk kepentingan alur cerita. WARNING Hanya utk dibaca 21 Th ke atas. Mengandung konten KEKERASAN,pornografi dan LGBT. Silahkan sharing/bertanya setelah episode terakhir selesai.