[flo's journal]
--among us--
~~~
Flo's : Among Us
"Jadi bukan pacar tapi otw ya, Nak Brian?" tanya Bunda dengan alis yang dinaik turunkan. Aku langsung menepuk lengan Bunda.
"Apaan si Bun!"
Brian malah tertawa, "Doain aja supaya diterima Tan, sama putrinya."
Juna berdecak, "Halah, bacot."
"Eh, Juna, ngomong kotor ya?" Bunda menatap Juna dengan tatapan lasernya. Juna langsung menunduk.
"Maaf, Tan, nggak lagi-lagi."
Bunda terkekeh, "Makanya Jun, kalau emang suka bilang, biar nggak ditikung temen."
Hah? Apa-apaan Bunda?
Juna langsung tersedak ludahnya sendiri. Novi hampir menyemburkan teh hangatnya. Sementara Viona menahan ledakan tawa. Brian, aku tidak tahu bagaimana ekspresinya karena ia tidak menghadapku. Tapi yang jelas, tangannya yang sudah tidak berada di bahuku, mengepal di sebelah badannya.
"Bunda! Udah sana jangan ganggu!"
"Iya iya, ngingetin aja, kalau mau sholat maghrib bareng-bareng nanti sama Ayah di mushola belakang ya."
"Iya, Bun."
Lalu suasana mendadak canggung. Aku melirik Novi lalu Viona, dua sahabatku itu menggeleng. Juna dan Brian sedari tadi saling melemparkan tatapan tajam satu sama lain. Oh, aku baru sadar kalau mereka tidak saling berbicara satu sama lain sedari tadi.
"Yaudah, kalau gitu, kita sholat maghrib dulu."
~~~
Pagi ini aku terbangun dari tidur karena mimpi buruk. Aku menyeka keringat sebesar biji jagung dari dahiku, lalu melepas selimut, turun dari tempat tidur. Mataku sedikit berkunang-kunang, sehingga aku harus menyengkeram pinggir meja rias, untuk menyeimbangkan tubuh, supaya tidak rubuh ke lantai.
Dadaku nyeri, perutku juga seperti diremas-remas, sakit sekali. Dengan sisa kekuatan yang ada, aku segera membuka laci meja, mengambil tabung obat.
"Flo?!"
Bunda masuk ke kamarku tiba-tiba, menatapku yang setengah terduduk sambil memegangi dada kananku, serta jariku yang mencengkeram ujung meja.
"Yang mana yang sakit, Kak?" tanya Bunda.
"Bun, perut sakit banget."
Bunda lalu membawaku duduk di kasurku. Lalu meraih selimutku yang sudah dikotori oleh darah.
"Kamu haid ini. Ga hapal jadwal atau gimana Kak? Kamu duduk dulu, Bunda ambilin kamu obat pereda nyeri ya. Sama air buat minum obat juga."
Aku melirik penanggalan di meja, lalu meringis. Tanggalnya maju. Harusnya aku belum bertemu tamu bulanan. Kenapa juga harus sebulan dua kali? Ini pasti ada hubungannya dengan obat-obatan yang merubah hormonku.
Tiba-tiba saja, satu butir airmata turun dari pelupuk mataku, aku tidak mau berpikir seperti ini, hanya saja aku tidak bisa berhenti berpikir, bagaimana kalau akhirnya aku...kalah pada penyakit ini?
~~~
"Beneran mau tetep berangkat, Kak?" tanya Bunda, khawatir.
Aku mengangguk mantap, "Iya Bun, udah mendingan kok abis minum obat."
"Berangkat naik apa? Gojek?"
"Tadi Brian bilang mau jemput, Bun."
Bunda langsung memasang wajah meledek. Buru-buru aku menyalaminya sebelum Bunda, Afka, dan Azzam meledekku. Aku meraih kotak bekal yang sudah dibuat oleh Bunda. Lalu berjalan menuju pintu utama rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flo's Journal
Teen FictionFlorensia Ayana. Flo itu cewek pintar peraih mendali emas olimpiade kimia yang selalu mewakili sekolahnya. Tapi untuk masalah hati, Flo sangat bodoh. Sebut saja Brian Dharmawangsa, laki-laki beruntung yang berhasil mencuri hati Flo. Tapi semakin Flo...