Jaket Denim dan Cokelat Panas

44 23 19
                                    

[flo's journal]

--Jaket Denim dan Cokelat Panas--

~~~

Flo's : Jaket Denim dan Cokelat Panas

Setelah hari dimana aku dan Brian membantu Panti Asuhan Bunga Matahari, kami jadi semakin dekat dan tidak sedingin dulu. Beberapa kali Brian sempat menyapaku atau sekadar tersenyum kecil. Tentu saja, hal itu membuat satu kelas heboh dan mengejek kami. Apalagi Ecan si toa, pasti dia sudah menyebarkan gosip ke seluruh penjuru sekolah tentang aku dan Brian.

Seperti pagi ini, aku sedang asik menekuri novel Bumi Manusia yang ku pinjam dari perpustakaan, ketika Ecan mendorong pintu kelas dengan heboh, lalu berseru "Pajak jadiannya dong, Flo!".
Aku hanya bisa menggeleng prihatin sebagai respon.

Bersamaan dengan kehadiran Ecan, dari balik pintu sel-sel kerucut retinaku menangkap kehadiran Brian, laki-laki itu balas menatapku dan tersenyum. Si Ecan bertepuk tangan dan bersiul mengejek.

"Dipandangin terus Bri, kapan jadiannya?" ejek Ecan, tanpa tahu malu.

Sialnya Brian tidak menjawab dan malah  tidak menghiraukan Ecan, ia berjalan menuju mejaku. Eh, tunggu, kenapa dia ke mejaku?!

"Hai," sapanya.

Aku membatu, terlalu kaget untuk merespon ia yang tiba-tiba duduk di kursi milik Novi yang ada di depan bangkuku.

"Baca apaan? Rumus kimia lagi?" tanyanya.

"Ecie cie... Sekarang yang ngedeketin yang cowo euy!" teriak Ecan tidak tahu malu.

Aku melemparkan tatapan tajam, yang dibalas Ecan dengan cengiran yang menyebalkan.

"Baca novel buat tugas resensi, Bii," jawabku.

Dia mengangguk mengerti, "Gue udah selesai sih."

"Kok cepet?"

"Gue suka baca novel, jadi gue bikin aja dari novel yang udah pernah gue baca."

Aku mengangguk-angguk paham, "Keren, aku lama banget buat nyelesein satu novel ini. Btw, nanti jadi belajar bareng kan, Bii?"

"Iya, lo pilih aja mau di mana tempatnya," katanya, tangannya menutup novel yang tidak ku sentuh dari tadi semejak kehadirannya.

"Udah mau bel masuk, nanti lo dihukum kalo baca itu terus."

Bersamaan dengan itu ia beranjak, berjalan dengan santai menuju mejanya. Sedang aku menatap punggungnya dengan perasaan yang meletup-letup.

Novi dan Viona masuk ke kelas dengan terengah-engah, sepertinya telat bangun, mereka berdua segera duduk di kursi masing-masing.

"Anjir banget, gue telat naik busway yang biasa, tadi sampe lumutan nunggu 20 menit," adu Novi sambil meletakkan tasnya. Bibir sahabatku itu mengerucut kesal.

"Emang tadi malem ngapain sampe telat bangun?" tanyaku.

Novi nyengir, "Nonton drakornya Park Bo Gum dong!"

Aku dan Viona langsung menghela napas kesal, atensiku kini beralih ke Viona.

"Nah, Nyai kenapa lo telat?" tanyaku pada Viona.

"Biasa si bocil minta dianterin gue, tapi tadi pas mau cabut dari sekolahnya si bocil, ban gue malah kena paku, tau lah kudu ngapain."

Aku menepuk punggung Vio, turut prihatin.

"Kalian pada nggak beruntung ya hari ini, gue malah beruntung banget," kataku penuh semangat.

Memulai sesi curhat pagiku bersama mereka. Menceritakan tentang Brian dan segala pesonanya yang tidak mampu aku tolak.

Flo's JournalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang