Untukku, hidup itu melelahkan. Ya, aku paham kalau semua orang lelah dengan masalahnya masing-masing. Tapi di masa-masa awal remaja, aku sama sekali tidak bisa bersyukur dengan keadaanku. Aku terus menggerutu dan tidak bisa bahagia secara utuh. Lantas, bagaimana caraku mendapatkan sedikit kebahagiaan walaupun harus menyisakan kekosongan?
Terjun ke pergaulan yang tidak baik. Aku masuk ke lingkaran orang-orang yang hidupnya "rusak". Dan dari sanalah aku belajar banyak hal, yang mungkin tidak akan pernah aku ketahui kalau tidak bertemu mereka.
Di usia sebelas tahun, keluargaku mengalami krisis ekonomi yang sangat parah. Ibu baru saja melahirkan adik perempuan ku yang paling kecil. Oma baru saja meninggal sehingga kami harus keluar uang untuk biaya pemakaman dan mengurus pemindahan hak milik untuk harta benda tertentu.
Rasanya, rumah tidak lagi menjadi tempat hangat untuk mencari perlindungan. Tidak ada tempat untuk bercerita, padahal aku pun sedang melewati krisis mental. Sahabat? Bercerita pada mereka tidak banyak membantu. Aku hanya butuh didengar, aku tidak butuh saran. Tapi yang mereka lakukan adalah melemparkan kata-kata sok bijak padahal mereka tidak mengerti keadaanku. Mereka hanya menyimpulkan kalau aku lah yang salah atas semua yang terjadi.
Maka aku memutuskan untuk lari dari rumah untuk yang ke sekian kalinya. Kali ini bukan tanpa persiapan, aku membawa semua yang aku butuhkan termasuk pakaian dan beberapa benda tajam seperti pisau dan kawan-kawannya, rasanya seperti mau pergi berburu.
Aku melewati gang-gang sempit, dan berpapasan dengan beberapa pria mabuk yang tentunya setengah sadar. Aku baik-baik saja karena masih sanggup bergerak dengan cepat. Sepertinya aku berjalan terlalu cepat dan menabrak seorang cewek tinggi dengan rambut panjang. "Anjing! Gunakan matamu kalau berjalan!"
Alih-alih membalas perkataannya, aku justru memindai penampilannya dari atas ke bawah. Rambut lurus yang dicat ungu, kulit putih dengan tato melingkar di pergelangan tangan kirinya, dan wajah yang penuh dengan make-up. "Kenapa memandangiku seperti itu? Kamu mau aku bunuh?" Tanyanya berteriak di depan wajahku.
"Tidak. Aku minta maaf sudah menabrakmu tadi, aku berusaha menghindari pria mabuk di ujung jalan sana," balasku sambil menunjuk ke arah pria gendut yang tadi aku lewati. Cewek itu malah tertawa keras dan memanggil pria itu, "Bang Rio, kamu dikira pria mabuk, kemarilah." Aku langsung berusaha lari dari sana, firasatku buruk, dan aku punya ketakutan tersendiri terhadap pria-pria mabuk dengan tatapan mesum seperti itu. Bagaimana kalau ada apa-apa, kan?
Tapi pergelangan tanganku ditahan oleh cewek itu, "jangan lari. Urusan kita belum selesai." Pria gendut itu berlari ke arah kami. "Gadis manis, tidak perlu takut. Aku Rio, dan cewek sangar ini, Nessa. Kami membuatmu takut, ya?" Pria itu bertanya dengan suara hangatnya. Ternyata dia tidak mabuk. Mungkin tadi dia berjalan sempoyongan karena terkilir atau alasan yang lain. Aku mengangguk ragu.
"Kamu, lari dari rumah, ya?" Nessa melipat tangannya di depan dada, menatapku dengan wajah meremehkan. "Bukan urusanmu, sekarang biarkan aku pergi." Aku berusaha melepaskan cekalan tangannya, tapi dia justru menggenggam semakin erat. "Aku rasa kata-kataku tadi sudah cukup jelas. Aku yakin kamu tidak punya tujuan, ikutlah denganku, dan bersenang-senanglah sebentar." Pegangannya melemas, lalu dia dan Bang Rio tampak berjalan ke arah sebuah rumah kecil di ujung jalan. "Kamu bisa memilih mau ikut atau pergi. Kalau kamu pergi, jangan harap hidupmu setelah ini bisa tenang." Teriak Bang Rio tanpa membalikkan badannya, dan melambaikan tangan tinggi di udara.
Aku tidak takut dengan ancaman itu. Mereka belum tahu siapa aku, dan bisa saja melupakan wajahku dalam waktu singkat. Tapi aura rumah itu seolah memanggilku untuk masuk ke dalam. Aku menimbang-nimbang sebentar, sebelum akhirnya memutuskan untuk berjalan kesana. Apapun yang menunggu di dalam, rasa penasaranku harus terbayar lunas.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTOLD (Short Stories)
Short Story[COMPLETED] Kita semua diciptakan unik, dengan ratusan bahkan jutaan cerita yang membentuk kita menjadi lebih dewasa, atau mungkin sekedar cerita-cerita konyol untuk dikenang dan ditertawakan bertahun-tahun setelahnya. Sama seperti kalian, aku juga...