Bagian 5

1.3K 56 1
                                    

Revita terkejut saat mendengar suara orang yang menegurnya, ia kira Rivaldi belum pulang, tapi dugaannya salah. Rivaldi sudah berada di hotel, dengan rambut basah dan handuk yang masih melilit di pinggangnya, tertanda ia baru selesai mandi.

"Sekali lagi, Mas tanya kamu dari mana?" ucap Rivaldi penuh penekanan disetiap katanya.

Revita menghela napas berat. "Keluar, jalan-jalan, sama belanja," jawab Revita benar adanya.

"Kamu membangkang suami? Mas sudah katakan, jangan keluar tunggu sampai Mas selesai meeting!" seru Rivaldi sambil mengacak rambutnya kasar.

"Nungguin Mas, yang katanya meeting sebentar, tapi endingnya sampai lebih dari setengah hari dan membiarkan aku mati bosan di sini tanpa melakukan apa pun? Lagipula aku sudah menelepon, Mas, tapi di riject. Kirim pesan pun engga di baca" balas Revita dengan sengit.

"Setidaknya keluarlah dengan pakaian yang lebih pantas!" hardik Rivaldi. Ia murka dengan pakaian yang dikenakan Revita, kaos putih polos yang sangat pas di tubuh Revita, memperlihatkan lekukan tubuh indah nan molek, celana Levi's sebatas paha yang mengumbar kaki putih jenjangnya. Rivaldi tidak mau membagi apa yang sudah dimilikinya.

"Ada yang salah dengan yang kukenakan? Menurutku ini sudah sopan," jawabnya acuh sambil mengendikkan bahu.

"Ya! Kau memperlihatkan apa yang seharusnya tidak kau perlihatkan pada siapapun!" murka Rivaldi.

"Kau membentaku hanya karna pakaian?" tanya Revita tidak percaya, ia setengah mati menahan air mata uang akan keluar. Sadar akan bentakan yang dikeluarkan, Rivaldi mengacak rambutnya dengan kasar.

"Maaf, aku tidak bermaksud," sesal Rivaldi.

Revita masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri, setelah itu ia beranjak ke tempat tidur dan memejamkan matanya. Berbeda dengan Rivaldi yang uring-uringan karena didiamkan oleh Revita. Beberapa kali ia membujuk, tapi hasilnya tetap nihil.
Tidak kehabisan akal, Rivaldi mulai melancarkan aksinya dengan merayu Revita.

"Sayang, belanja lagi, yuk! Mas belum belanja apa-apa, loh, sekalian kita wisata kuliner." Rivaldi merapal doa dalam hati, ia berharap semoga sang istri akan luluh. Dari pengamatannya, Revita tidak bisa menahan diri jika diajak untuk melakukan wisata kuliner.

"Sepuasnya, kamu mau apa nanti kita beli," lanjut Rivaldi sambil menggoyangkan pundak Revita yang berbaring di ranjang.

Iman Revita lemah, ia beranjak dari ranjang dan mengenakan jaket, tidak lupa ia memakai celana panjang agar tidak dimarahi lagi oleh Rivaldi. Selesai bersiap, Revita berdiri di hadapan Rivaldi yang memainkan handphonenya.

"Kamu mau ke mana?" Alis Rivaldi terangkat sebelah. Revita yang mendengar pertanyaan dari Rivaldi langsung melotot.

"Ngga, ayok berangkat keburu sore." Rivaldi menggenggam tangan Revita, berjalan meninggalkan hotel.

Mereka mulai memburu kuliner khas Italia, mengunjungi beberapa stand makanan untuk memanjakan lidah mereka dengan makanan asli Italia ini. Mulai dari gellato si ice cream khas Italia yang lembut dan memiliki cita rasa manis asam, pizza, Fritto Misto Seafood – makanan dengan berbagai hidangan laut yang disajikan dengan cara dogoreng dan bisa berbahan dasar daging atau pun sayuran–
Cicchetti, salah satu hidangan pembuka khas Italia, seperti bruschetta, garlic bread, snack buah zaitun, meatball, dan paprika. Penyajiannya bisa langsung satu piring besar, bisa juga terpisah dalam piring-piring kecil. Tiramisu, makanan khas Italia dengan rasa manis dan bercampur sedikit pahit. Tidak lupa mereka juga membeli pasta di salah satu kedai yang memiliki paling banyak pengunjung.

Lelah dengan wisata kuliner, mereka memutuskan untuk kembali ke hotel. Dalam perjalanan Revi hanya diam, tidak mengindahkan pertanyaan yang dilontarkan Rivaldi. Rivaldi yang kesal hanya bisa mengacak rambutnya dengan pasrah.

"Sayang, maafin mas dong. Janji engga gitu lagi, ya, please," Rivaldi memohon pada Revita. Masih acuh dengan Rivaldi, Revita malah membuka ponselnya dan berselancar ria di akun sosial medianya.

"Revita,"

"Sayangnya, Mas. Jangan ngambek lagi lah. Masa honeymoon ngambek, kan engga seru." Rivaldi menggoyangkan lengan Revita.

"Engga ngambek, asal besok balik," tukas Revita sambil mengangkat alisnya sebelah.

"Lah, kan masih dua hari di sini. Ntar projek kita engga berjalan lancar dong," Rajuk Rivaldi.

"Mas, kalau udah rezeki nyoba sekali pun bisa jadi. Pokoknya besok balik! Kangen sama mama," rengek Revita.

"Oke, besok pulang," tukas Rivaldi yang tidak kuat melihat wajah melas istrinya.

"Malam ini puasin mas dulu, tapi." Tanpa mendengar jawaban Revita, Rivaldi sudah mengungkung tubuh istrinya dengan posessif. Tak lupa ia juga melancarkan aksi agar istrinya mendesah nikmat.

My Possessive HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang