Y4 - Chap 10

1.6K 278 138
                                    

Mulmed: Your dress :)

***

"Wow! Ini gaun yang indah!" sorak Lavender sambil mengelus tiap inci dari gaun yang diberikan Professor McGonagall kepadaku. "Ya, cantik sekali."komentar Parvati dengan wajah berbinar. "Aku bisa membayangkan ketika kau memakai gaun ini, Yona! Aku yakin pasti cantik sekali!" ucap Lavender sambil memandang kearahku.

Aku yang sedang sibuk menata rambut Hermione hanya tersenyum kecil. "Terimakasih." sahutku. "Ini tidak akan berhasil, kan?" ucap Hermione putus asa. "Sudah tiga jam kau mengurus rambutku dan kau menghabiskan dua botol ramuan Sleekeazy." katanya. "Siapa bilang tidak berhasil? Lihatlah rambutmu sekarang." ucapku kemudian menyerahkan kaca kepadanya. Aku tersenyum puas melihat hasil kerja kerasku kemudian mengelap peluh yang membasahi dahiku.

"Demi janggut Merlin, kau cantik sekali, Hermione!" sorak Lavender. "Lav, apa kau perlu berteriak terus daritadi?" keluhku. "Aku tahu kau bersemangat untuk hari ini, tapi itu bukan berarti kau harus berteriak sepanjang hari." lanjutku.

Aku menghela napas. "Baiklah, siapa selanjutnya?" tanyaku. Ini benar-benar hari yang sibuk untukku. Aku wajib membantu persiapan teman-teman perempuanku dan aku baru mengurus Hermione. Waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore dan acara akan dimulai pukul delapan. Entah aku masih punya waktu untuk bersiap atau nantinya aku akan datang terlambat. "Aku!" sahut Lavender senang.

"Baiklah, kau mau meluruskan rambutmu sepert Hermione atau kau mau membiarkan aku berkreasi?" tanyaku. "Ehm, kurasa terserah padamu." jawabnya. Ia duduk dikursi dihadapanku sementara aku mengangguk kemudian segera mengambil sisir. Yap, ini hari yang melelahkan.

//-.-\\

Aula Depan sudah penuh dengan anak-anak yang menunggu datangnya pukul delapan, saat pintu Aula Besar akan dibuka. Anak-anak yang menunggu pasangannya dari asrama lain menyelinap-nyelinap diantara kerumunan, saling mencari satu sama lain.

Bagian atas area depan kastil diubah menjadi semacam gua penuh cahaya peri yang berarti ratusan peri asli sedang duduk di semak mawar hasil sihiran, dan beterbangan di atas patung yang tampaknya seperti patung Santa Claus dan rusanya.

Sekali lagi dengan gugup aku memandang Oliver, "Apa aku terlihat aneh?" tanyaku. "Tidak, Yona. Untuk yang kedua puluh kalinya kukatakan, kau terlihat cantik dan aku berani menjamin tidak akan ada yang menganggapmu aneh." jawab Oliver. "Baiklah, sekarang kita bisa turun?" tanya Oliver dengan senyuman diwajahnya. "Ya." kataku. Kami berjalan menuruni tangga dan sukses menyebabkan hilangnya suara riuh dari murid-murid yang tadinya kelewat semangat untuk bicara.

Aku mengeratkan peganganku pada lengannya, berusaha menambah kepercayaan diriku yang tiba-tiba hilang dalam sekejap.

Bertepatan ketika kami sudah melangkahkan kaki di anak tangga paling bawah, serombongan anak Slytherin muncul dari tangga ruang bawah tanah mereka. Seperti biasa Draco-lah yang memimpin paling depan. Dia mengenakan jubah pesta warna hitam persis seperti yang dikenakan Oliver dan kemudian memandang semua orang dengan tatapan dingin dan angkuh khas Malfoy-nya. Chloe berdiri disebelahnya dengan anggun, memakai dress merah jambu pucat penuh rempel dan bersikap secara tersirat seolah tengah memamerkan pasangannya.

"Pakaian Malfoy sama seperti milikmu." bisikku dengan nada tak senang. "Tidak masalah selama gaun yang dikenakan ratunya tidak sama seperti yang dikenakan ratuku." balas Oliver menenangkan. Aku terdiam sebentar, berusaha memproses apa yang baru saja dikatakan Oliver kepadaku. Aku terkesiap kemudian memandangnya. "Yang kau maksud 'ratu-mu' adalah aku?" tanyaku. Oliver terkekeh. "Tentu saja, memangnya siapa lagi?" kata Oliver.

Dan kemudian terdengar suara Professor McGonagall memanggil, "Para perwakilan asrama silahkan ke sini!"

Aku membetulkan gelangku dan merapikan aksesoris rambutku yang sedikit miring. Kerumunan yang menyeruak-ruak memberi kami jalan, masih dengan suara yang tercekat ditenggorokan mereka. Pintu Aula Besar dibuka, membuat semua orang yang terpaku tadi langsung bergerak masuk ke dalam. Professor McGonagall menyuruh kami untuk menunggu di sisi pintu, sementara anak-anak yang lain masuk.

Oliver dan aku menempatkan diri paling dekat pintu, sementara dibelakang kami ada Cedric dan Susan. Susan terlihat manis dengan balutan dress kuningnya, rambutnya dipilin rapi dan digelung menjadi sanggul anggun dibelakang kepalanya. "Kau cantik sekali!" ucapnya dengan antusias. "Terimakasih, kau juga." balasku dengan senyuman kemudian mengalihkan pandangan kearah Professor McGonagall.

"Kalian akan masuk beriringan setelah murid yang lainnya duduk. Dan aku mau kalian melakukannya dengan benar seperti yang kita latih sebelumnya." kata Professor McGonagall kemudian dengan intens menatapku. "Dan khusus untukmu, Yona, jangan ada kejahilan apapun malam ini. Tidak boleh ada bubuk bulbadox, kembang api, atau kejahilan dalam bentuk apapun itu. Aku serius," kata Professor McGonagall tegas kemudian mengalihkan pandangannya.

"Troublemaker! Aku heran kenapa dia terpilih sebagai perwakilan asrama. Perwakilan yang memalukan," ucap Chloe sedikit keras dan menyebabkan semua orang termasuk aku menatap kearahnya. Dia dan Draco berada tepat dibelakang Cedric dan Susan, sementara Cho dan Roger berdiri dibelakangnya. Aku menatap sebentar kearahnya, kemudian dalam diam kembali menatap ke depan.

"Lihat, dia diam. Dia menyetujui perkataanku," kata Chloe meremehkan. Aku mencibir kemudian menatap kearahnya lagi. "Bitch, my silence doesn't mean I agree with you. It means your level of stupidity rendered me speechless." kataku dengan tatapan malas.

Susan berusaha menahan senyumnya, sementara Chloe memandangku marah dan menghentakkan kakinya. "So childish." komentarku sebelum akhirnya kembali menghadap depan.

Setelah semua orang duduk di Aula Besar, Professor McGonagall menyuruh kami untuk berderet berpasangan dan mengikutinya. Semua yang berada di Aula Besar bertepuk tangan ketika kami masuk beriringan dan berjalan ke arah depan Aula Besar didepan meja panjang tempat para guru duduk.

Dinding aula ditutup bunga salju perak berkilauan, dengan beratus untaian mistletoe dan sulur yang bersilang-silang di bawah langit-langit hitam berbintang. Meja-meja asrama telah lenyap, dan sebagai gantinya ada kira-kira seratus meja kecil berlilin menyala, masing-masing dikitari selusin anak.

Aku berkonsentrasi agar tidak tersandung, entah karena tersandung kakiku sendiri atau karena terinjak gaunku. Pansy menatapku dengan tak percaya dan tak senang, diikuti oleh teman-teman seasramanya yang melempariku dengan pandangan sangat menghina.

"Tingkat kebodohan Chloe membuatmu tak bisa berkata-kata, ya?" ucap Oliver pelan kemudian terkekeh. "Begitulah. Dia beruntung, aku bahkan membiarkannya menghirup udara yang sama denganku." kataku dengan muka sok galak. Perlahan satu-persatu lilin di meja-meja padam, dan kami para perwakilan sudah siap berdiri didepan.

Aku terus memandang kearah Oliver dan berusaha menghindari tatapan Fred atau George yang berusaha mengganggu sikap seriusku, atau tatapan dari teman-temanku yang lain yang melambaikan tangan dan terkikik.

Musik pelan mengalun, menandakan kepada kami untuk mulai berdansa. Beberapa menit kami lalui dengan berdansa, dan jarak antara aku dan Oliver makin dekat. "Kau tahu, Yona.." katanya pelan disamping telingaku. "Sejak tahun pertamamu di Hogwarts, aku menyukaimu."

"Aku memang tergila-gila pada Quidditch, tapi kemudian aku juga ikut tergila-gila padamu. Aku berbeda dengan Cedric atau Pucey yang terang-terangan menyukaimu. Aku juga bukan tipe orang yang suka mencari kesempatan untuk mendekatimu seperti Higgs. Aku hanya bisa menjadi penggemar rahasia-mu. Aku pengecut, kan?" katanya melanjutkan.

Aku mengerjapkan mata kemudian memberi sedikit jarak untuk menatap wajahnya. "Apa itu pengakuan cinta?" tanyaku dengan sedikit canggung karena ucapannya.

"Kupikir begitu." katanya kemudian tersenyum samar. "Aku hanya mengakui perasaanku, bukan memintamu untuk menjadi pacarku. Sebenarnya aku mau mengatakan ini dimalam ketika Professor McGonagall memintamu untuk mencoba gaun yang kau kenakan saat ini. Tapi keberanianku hilang ketika ada anak yang kau kenal menabrakmu," lanjutnya. Aku memutar badanku, kemudian kembali mendekat kearahnya. "I know this sounds crazy. But, may I kiss you?" katanya tiba-tiba.

Aku membelalakkan mata. "What?"

Dan sebuah kecupan mendarat di bibirku.

***

Makasih udah mau baca ceritaku.. Jangan lupa vomment ya, karena aku suka banget baca komenan kalian.. Btw, saran dan kritikannya diterima ya.. Apalagi kalo kalian kritik aku yang bisanya janji mulu tapi selalu diingkarin.. Tapi mau gimana lagi, badan aku gampang banget sakit, dan udah berapa minggu ini aku sakit mulu.. Tapi bukan covid, kok.. Amit deh jangan sampe.. Udah gitu tugasku banyak banget 😔😔 Maap yaa.. Aku siap kok ditampar online //plak

See u guys di next chap yaa :))

I'm a Disaster (HOGWARTS BOYS X READERS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang