Surya POV
Seperti biasa, hari ini aku akan pulang bareng Nindi, tapi untyk sekarang dia harus rapat dulu, sedangkan aku, menunggunya di parkiran, selama menunggu, aku santai di atas motorku, seraya memainkan game online.
Saat aku menyelesaikan game tersebut, seketika Galang dan konco-konconya datang menghampiriku.
"Hey, lo! Masih belum takut sama ancaman gue?" tanya Galang.
Aku melirik ke sekitarku, untuk memastikan apakah ada orang lain selain aku. "Maneh ngomong ka urang? Tapi namaku bukan, Hey lo, tapi Surya!"
"Jangan belaga bego lah! Lo masih dendam, gara-gara masalah dulu?!" ujar Galang.
"Kagak ada kata dendam di dalam kamus kehidupanku!" jawabku santai.
"Kalo kagak ada, terus ngapain lo ganggu urusan gue sama Nindi?!" tanya Galang,
"Nindi gak punya urusan apapun sama kamu, itu mah kamunya aja yang halu nya tingkat mahabharata!" jawabku.
Galang sangatlah mudah terpancing emosi, wajahnya yang merah, sangatlah mirip harimau saat akan menerkam mangsanya, namun beruntunglah kedua kurcacinya ikut, jadi ada yang bisa menenangkannya.
"Lepas, jangan tahan gue, orang kayak dia harus di kasih pelajaran!" teriak Galang.
"Lang, lo harus ingat, jika lo ngelakuin hal itu sama si Surya, bisa aja Nindi semakin jauh dari lo!" ujar Zain mencoba menenangkan Galang.
"Oke, jika lo beneran laki-laki, nanti malam kita balapan!" ajaknya.
"Jangan nanti malam lah, sibuk, gimana kalo MALMING aja!" jawabku.
"Lama amat, lusa aja deh, mau terima, kagak berarti malam ini!" sambungnya.
Saat aku dan Galang sedang bernegosiasi, Nindi datang dan siap untuk pulang.
"Eh Nindi, Aa anterin ya!" ucap Galang.
"Apaan sih? Uya, kita langsung pulang yuk!" ajak Nindi.
"Atuh kudu siap, Hayyuk Akang-akang!, eh iya Galang, ingat MALMING aja titik! saya duluan assalamualaikum!" ucapku.
Kami segera bawa motor, dengan gagahnya, saat Nindi mengajakku pulang, sebelumnya, aku telah menggunakan kacamata hitam yang biasa aku kenakan.
"Eh Uya, tadi tumben, kamu sama Galang akur?" tanya Nindi.
"Biasa lah, lagi ada bisnis!" jawabku.
"Tapi beneran, kayaknya aku lihatnya itu aneh banget!" Nindi semakin heran dengan gelagat kami.
"Enggak, itu cuman perasaan kamu aja! Eh iya sekarang kita ke restoran, atau ke rumah?" tanya Nindi.
"Aku udah gak kerja di restoran lagi, jadi kita ke rumah aja!" jawab Nindi.
"Lah kenapa gak kerja? Kamu di pecat?" tanyaku.
"Enggak, aku sengaja ngundurin diri, soalnya aku khawatir sama ibu, penyakitnya semakin menjadi jadi!" jawab Nindi.
"Terus biaya kuliah kamu gimana?" tanyaku.
"Entahlah, antara aku harus jualan online, atau aku harus berhenti kuliah!" jawab Nindi.
"Jangan berhenti dong! Nanti yang duduk di belakang aku siapa dong!" ujarku.
"Udah fokus aja, jangan banyak becanda!" jawab Nindi.
Untuk menenangkan Nindi, selama perjalanan aku mengajaknya becanda, untuk menghilangkan rasa stres dalam pikirannya.
Tak lama akhirnya kami sampai di rumah sederhana namun banyak cerita bagi Nindi dan sekeluarga, saat aku turun dari motor, tiba-tiba ada seorang bapak-bapak yang sigap dengan tangan memegang senjata ke arahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTIQLAL [istiqomah sampai halal]
Teen FictionBerawal ketika Ubay, seorang anak muda yang di tinggalkan kedua orang tuanya karena kecelakaan, harus pindah ke Bandung, untuk tinggal bersama Sigit dan keluarganya, Termasuk kedua sepupunya yaitu Aksa dan Surya, selain itu Ubay juga akan di daftark...