"Hm, pantes aja dipanggilin dari tadi ngga ada sahutan. Taunya lagi senyum senyum sendiri sama hp. Pacarnya ya?" tanya Ayah Metawin yang kini sedang berdiri diambang pintu kamar sang anak.
Sejak beberapa saat yang lalu, beliau sudah menapakkan kakinya disana. Memperhatikan putranya yang sibuk menebar senyum pada benda persegi panjang yang sedang digenggam. Rona kemerahan pun tampak menghiasi pipinya. Meski dilihat dari ambang pintu pun rona tipis itu tetap terlihat.
Metawin sedikit terlonjak karena terkejut suara berat Ayahnya menyapa rungu. Ditambah dengan pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh beliau. Membuat lidahnya agak kelu untuk sekedar menjawab. Maka yang bisa Metawin lakukan hanyalah melempar cengiran khasnya yang membuat gigi rapihnya itu terlihat.
"Ditanya kok cuma nyengir doang. Benerkan pacarnya?"
"Ayah kepo aja deh ah."
Jawaban yang diberikan Metawin membuat sang Ayah mengerutkan dahinya merasa heran,
"Masa Ayah tanya ngga boleh sih. Kan Ayah mau tau juga siapa yang bisa bikin anak Ayah sampai senyum senyum begitu ngeliatin hp. Cantik nggak, nak? Anak mana?"
Serentetan pertanyaan dari Ayahnya itu hampir membuat Metawin tersedak salivanya sendiri. Memikirkan bagaimana reaksi dari sosok yang selama ini menjadi orang yang paling ia hormati, sosok yang selalu menjadi panutannya ini tahu jika anak sematawayangnya menjalin hubungan yang tak biasa. Memiliki hubungan yang masih dianggap tabu oleh khalayak.
Maka, Metawin menjawab dalam sanubari, pacarku ganteng, Yah..
Jawaban yang tak selaras dengan yang diucap,
"Cakep kok. Anaknya asik." katanya sembari memaksakan seulas senyum dibibir.
Ya... setidaknya ia tak sepenuhnya berbohong. Tampang kekasihnya memang rupawan. Juga pribadinya yang memang asik untuk diajak bicara. Ditambah dengan pemikirannya yang intelektual, dan jangan lupakan sikap jenakanya yang kerap kali melayangkan humor recehan maupun gombal kacangan yang justru semakin membuat Metawin jatuh hati pada pemuda itu.
"Kapan-kapan ajak main dong ke rumah."
Skakmat. Ajak main katanya.
Jangankan untuk dibawa ke rumah, sekedar mengatakan jika pacarnya ini bukanlah seorang wanita pun bibirnya bungkam. Bisa kena serangan jantung mendadak orang tuanya jika tahu seperti apa rupa dari pacar anaknya.
"Nggak mau ah, nanti diledek sama Ayah Bunda." elaknya.
"Lho kan Ayah sama Bunda mau kenalan sama pacarmu. Posesif sekali sih."
Metawin mendengus,
"Biarin dong.."
"Kamu pacarannya jangan aneh-aneh ya. Awas aja kalau sampai bablas hamilin anak orang."
"Ayah apaan sih. Doanya jelek!" cebiknya dengan bibir mengerucut ke depan.
Dalam hati menyanggah habis-habisan, bagaimana mungkin bisa hamil. pacarnya ini kan laki-laki.
Memilih tak melanjutkan topik pembicaraan,
"Yasudah. Kamu siap-siap gih. Nggak denger itu sudah adzan isya? Ayo ke masjid. Jangan karena pacaran, kamu jadi malas ibadah. Ibadah tuh tetap nomor satu lho, nak.."
Lalu Metawin meletakkan ponselnya di meja nakas. Bangkit dari ranjangnya lalu berjalan mendekati sang Ayah di ambang pintu.
"Iya, ayah." katanya sambil memberi gestur menyatukan kedua telapak tangannya dan sedikit membungkuk hormat pada sang Ayah.
Ayahnya yang gemas dengan tingkah sang anak lantas mengacak pelan pucuk rambut sang anak.
Lalu keduanya bersiap untuk menunaikan ibadah bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tacenda | BRIGHTWIN ✔
Fanfictacenda; (n.) things better left unsaid Katanya, jatuh cinta itu fitrahnya setiap manusia, dan bila Metawin jatuh cinta pada Gabrian yang tidak percaya pada Allah dan Rasul-Nya sebagaimana yang ia percayai, apakah semesta akan merestui hubungan kedu...