6: jaga

272 45 4
                                    


☀️☀️☀️

Sinar matahari yang lumayan terang pagi ini tetap tidak berhasil menembus gorden di kamar Angan. Meskipun begitu, penghuni kamar tersebut sudah mengernyitkan keningnya. Perlahan matanya terbuka dan langsung kembali menutup lagi karena merasakan rasa panas yang menyengat. Tiba-tiba saja kepalanya juga terasa berdenyut.

Gerakan Angan yang ingin berdiri dari tempat tidurnya terhenti saat ia mendengar suara lain. Membuat kepalanya berdenyut semakin brutal karena terkejut.

"AH!"

Mata Angan terbuka lebar saat dia menyadari siapa yang baru saja ia injak tangannya secara tak sengaja. Randu yang sekarang bangun sambil mengucek matanya. Angan mendongak untuk melihat jam di dinding. Jarum pendek jam tersebut hampir melewati jam 9 pagi, tumben sekali Randu baru bangun.

"Kamu tidur disini?" tanya Angan masih dengan dahi yang mengkerut. Menahan pusing dan juga bingung dengan kehadiran Randu yang sepertinya tidur di kamarnya menggunakan kasur kecil.

Randu meregangkan tubuhnya dan mengangguk. "Iya. Tadi malem gak bisa tidur mikirin elu,"

Mendengar jawaban Randu, Angan tersenyum samar. Sangat samar bahkan Randu tak mungkin sadar kalau Angan tersenyum.

"Maaf udah ngerepotin. Sekarang aku udah baikan kok,"

Randu mengangkat alisnya. Lalu satu tangannya diletakkan di dahi Angan. Setelah itu dia menggeleng.

"Enggak ada yang ngerasa repot. Lagian badan lu masih kayak panci isi air mendidih," ujarnya sambil berdiri mendekat ke meja belajar Angan. Di atas meja itu sudah tersedia termos dan gelas.

"Nih, minum dulu. Tadi pagi ibu anter kesini," kata Randu sekarang menyodorkan air hangat pada Angan yang masih di posisi tadi.

"Kamu gak bantuin ibu bikin sarapan?" tanya Angan menerima gelas itu dan meminum air hangat didalamnya.

Randu yang sudah membuka mulutnya tak jadi menjawab karena gerakan Angan yang hampir menumpahkan air ditangannya. Wajah anak itu terlihat seperti menahan sakit. Randu jadi panik.

"Heh? Kenapa?"

Angan menggeleng pelan. "Mual,"

"Baring lagi aja. Gue panggil ibu dulu," ujar Randu sambil membantu Angan untuk kembali berbaring.

"Gak usah. Jangan panggil ibu. Kasian ibu lagi repot bikin sarapan," balas Angan dengan mata terpejam dan sedikit berbisik.

"Ibu udah selesai bikin sarapan dari tadi. Gue juga udah sarapan. Tapi malah ketiduran pas jagain lo,"

Oh, jadi Randu selain tidur disini tadi malam, dia juga menghabiskan paginya disini.

"Maaf ya randu,"

Randu menggeleng. "Gak perlu minta maaf. Wajar kali kalau gue khawatir dan pengen jagain elu,"

Angan hanya balas tersenyum karena kepalanya benar-benar berdenyut tak karuan. Sementara Randu juga betah pada posisinya disebelah tempat tidur Angan. Memperhatikan wajah Angan yang jelas sekali menunjukkan rasa tak nyaman.

Randu juga tidak bohong kalau tadi malam dia tidak bisa tidur karena memikirkan Angan. Setelah mendengar cerita yang ayah sampaikan, Randu hampir gila rasanya. Sempat kesal juga kenapa ayah dan ibu tak menceritakan itu padanya. Kalau sudah begini kan, rasa bersalah Randu jadi membuncah.

Secara tidak sengaja Randu menghadirkan hal mencekam yang sedang Angan coba untuk lupakan. Secara tidak sengaja Randu sudah memanggil masa lalu kelam yang sedang Angan coba untuk kubur dalam-dalam. Secara tidak sengaja Randu sudah menyakiti Angan.

AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang