7: khawatir

379 46 7
                                    


☀️☀️☀️

Sejak tadi Angan mendengar berbagai macam suara dari kamar Randu. Entah apa yang sedang Randu lakukan. Di mulai dari suara buku yang jatuh, kemudian pintu kamar yang terbuka dan tertutup, lalu suara benda jatuh atau bertabrakan lainnya. Sementara Angan didalam kamarnya berusaha untuk tenang. Bersiap ke sekolah dalam diam. Bukan Angan tak semangat, hanya saja dia sudah cukup terhibur dengan keributan yang diciptakan Randu. Pagi nya jadi semakin berwarna.

Randu tidak bangun terlambat atau yang lainnya. Hanya saja dia terlalu bersemangat untuk masuk sekolah hari ini. Apalagi berangkat ke sekolah nya tidak sendirian. Rasanya Randu tidak sabar untuk mulai sekolah lagi. Randu rindu suasana sekolah yang ramai. Dia juga rindu dengan yang namanya belajar di dalam kelas. Tambah lagi sekarang ada Angan. Pasti banyak hal seru yang bisa ia lakukan bersama Angan.

Masih dengan semangat yang sama, Randu yang sudah mengenakan celana hitam dan kemeja putih itu berlari menuju tangga setelah dia meneriakkan nama Angan. Tapi sayang sekali, semangat nya malah membuat nya jatuh tak jauh dari tangga.

Suara gedebuk yang cukup keras, membuat Angan yang baru membuka pintu kamarnya terkejut. Dengan cepat ia berlari menghampiri Randu yang memegang kepalanya. Jatuh tersungkur dengan jidat bertemu lantai keramik rasanya lumayan juga.

"Randu?! Kamu gak apa-apa?! Mana yang sakit?" teriak Angan panik dengan kedua tangannya berada di pipi Randu. Mengecek setiap sudut wajah Randu.

Randu sendiri masih memproses apa yang baru saja terjadi. Apalagi ini pertama kalinya ia mendengar Angan bersuara lantang. Wajah Angan bahkan sampai memerah.

"Tarik nafas Angan," kata Randu malah menyuruh Angan untuk tenang.

"Kamu jawab aku dulu kamu gak apa-apa kan?" tanya Angan masih panik.

Randu melepaskan tangan Angan yang masih berada di wajahnya. Lalu Randu tersenyum lebar menampakkan barisan giginya. Senyuman secerah matahari di luar sana.

"Gue gak apa-apa. Sakit sih. Tapi gak apa-apa ini. Paling benjol sedikit lah nanti," jawab Randu sambil memegang keningnya.

"Beneran? Gak pusing? Atau yang lain?" ternyata kata-kata Randu tidak cukup untuk membuat Angan tenang.

"Yang di khawatirin apa angan? Ini gue nabrak lantai dikit doang. Gak apa-apa,"

Angan masih meneliti setiap inci wajah Randu. Kemudian beralih pada kaki dan tangan Randu.

"Disini gak ada yang sakit?"

Randu menggeleng masih dengan senyum nya. "Gak ada. Udah yuk! Kita sarapan! Nanti telat lagi,"

Angan tetap terus memegangi tangan Randu saat berjalan sampai Randu menghela nafasnya.

"Udah ya ampun! Udah khawatir nya, udah," kata Randu setelah melihat wajah Angan yang masih tak tenang.

"Gimana gak khawatir? Kamu jatuhnya gak enak banget dilihat,"

Randu tertawa mendengar ucapan Angan. "Mana ada sih jatuh enak dilihat,"

Angan mengerjapkan matanya. "Iya bener sih. Tapi tetep aja aku khawatir. Kan kamu saudara ku?"

"Khawatir kenapa?"

Suara ibu mengalihkan perhatian Randu dan Angan. Ternyata mereka sudah hampir sampai pada meja makan. Ibu sedang berdiri di dekat sofa ruang tengah sambil memegang ponsel nya.

"Eum, itu tadi Randu jatuh bu," jawab Angan dengan keraguan.

"Jatuh dimana? Kok bisa?" tanya ibu sekarang berjalan mendekat pada Randu.

AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang