Chapter 3

925 60 1
                                        

"Ayo kita menikah."

Ucapan Ino membuat kepalanya terasa berdenyut-denyut secara tiba-tiba. Ia meneguk ludahnya, dan mendekatkan telinganya pada Ino. "A-apa kau bilang?" Semoga saja ia salah mendengar.

Dan sayangnya, telinganya benar-benar baik dalam menyampaikan apa yang ia dengar ke otak. Ucapan Ino tetap sama, simpel, 3 kata...

Ayo. Kita. Menikah.

Ino tidak sedang berbohong, kan? Bukankah sepertinya gadis itu yang lebih pusing memikirkan tentang bagaimana membatalkan pernikahan mereka ini? Kenapa sekarang Ino mengajaknya menikah.

"Iya, kita m-memang akan menikah..." Ujar Naruto gugup. Semoga saja, maksud Ino berkata begitu adalah,

Ayo kita menikah. Maksudnya menikah dalam artian bohongan. Bukan benar-benar menikah. Arrrrgghhhh! Lagipula Naruto tahu, Ino masih menyukai pria bernama Sai itu. Dan juga... Ia masih mengharapkan Sakura.

"Maksudku... Menikah dalam artian sesungguhnya, Naruto." Bisik Ino penuh penekanan. Naruto benar-benar akan menolak, sebelum ia melihat dan mendapati mata Ino berkaca-kaca.

"Sai..." Gumam Ino pelan. "... Ia ada di sini. Kita tidak mungkin membatalkannya, kan?" Mata biru sapphire Naruto mulai menjelajahi setiap tamu di pestanya. Cukup lama ia dapat menemukan Sai diantara kerumunan itu. Tapi kemudian, tepat di meja yang paling jauh, ia melihat Sai dan Sakura.

Oke, ini benar-benar membuat amarahnya memuncak. Ino benar. Mau taruh dimana muka mereka, kalau mereka membatalkan pernikahan ini di depan Sai dan Sakura dengan alasan tak saling mencintai.

Ia tidak akan kalah dengan Sakura.

Ia akan membuktikan bahwa ia tidak akan terus-terusan terpaku pada gadis pinky itu.

Ia akan membuktikan pada Sakura bahwa ia sudah menemukan 'princess serenity'-nya.

Dan gadis itu adalah Ino. Tidak kurang tidak lebih. Ia bertekad akan mendatangi Sakura dan—kalau dibutuhkan—Sai, kemudian mengatakan ia mencintai Ino dengan suara yang keras. Kalau perlu, ia akan mencium Princess Serenity-nya agar mereka percaya.

Oke, itu terlalu berlebihan. Ia mungkin tidak akan melakukan hal itu jika masih ingin melihat matahari terbit besok.

Dan saat pertanyaan pendeta pun terdengar, Naruto menjawab dengan santai dan penuh keyakinan, seakan ia benar-benar berperan sebagai suami dari seorang Yamanaka Ino.

"Aku bersedia. Aku bersedia mencintai dan menjaga My Princess Serenity dalam keadaan apapun..." Naruto memberi jeda. Ia mengambil napas, kemudian menghembuskannya. Ino merasakan sensasi aneh ketika hembusan napas itu mengenai kulit wajahnya. Begitu hangat. "..., dan menjaganya sampai hembusan napas terakhirku. Bahkan, aku tetap tidak akan berhenti mencintainya, walaupun dunia memaksaku untuk berhenti..."

Semua yang berada di sekitar Ino terasa berhenti. Jantung gadis itu berdetak terlalu cepat, sehingga ia bisa mendengarnya sendiri. Ia terpaku. Mendengar ucapan yang terdengar seperti telah dipersiapkan itu keluar dari mulut pemuda Namikaze, membuatnya tak henti-hentinya menatap Naruto dengan raut wajah yang tak dapat diartikan. "Walaupun, ia sendiri yang memintaku berhenti mencintainya... Aku akan tetap mencintainya. Selamanya dan selalu."

Suara-suara disekitarnya terasa tak penting. Ia tak mendengar apapun, selain...

'Aku bersedia. Aku bersedia mencintai dan menjaga My Princess Serenity dalam keadaan apapun, dan menjaganya sampai hembusan napas terakhirku. Bahkan aku tetap tidak akan berhenti mencintainya, walaupun dunia memaksaku untuk berhenti, walaupun ia sendiri yang memintaku berhenti mencintainya... Aku akan tetap mencintainya. Selamanya dan selalu.'

My Princess SerenityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang