"Terima kasih telah datang, Kiba." Naruto tersenyum lebar.
Kiba, tanpa Akamaru tentunya, tersenyum kecil, meskipun sebenarnya ia ikut merasakan kesedihan Naruto. Ia menepuk pundak teman baiknya itu, memberikan cengiran sebelum kemudian menghilang dari balik pintu.
Menghela napas, Naruto memutar tubuh hendak masuk ke ruangan Ino, tetapi sesosok pria berbaju putih menangkap perhatiannya. Naruto mengangguk memberi hormat.
"Hatake-sensei," sapanya.
Dokter bernama Hatake Kakashi itu tersenyum dengan sangat ramah. Ia adalah dokter yang melakukan operasi pada Ino, orang yang telah menyelamatkan Ino, dengan kata lain merupakan orang yang sangat Naruto hormati saat ini. Kakashi mendekat ke arah Naruto, memegang lengan kekarnya. "Kau adalah wali dari Yamanaka-san, kan?"
Naruto memaksakan senyum mendengar itu. "Aku suaminya. Suami dari Namikaze Ino."
Kakashi mengangguk-angguk seolah mengerti. "Ah, kau suaminya? Maafkan aku, Namikaze-san. Terkadang aku bingung ketika ada banyak pasien."
"Tidak apa, Hatake-sensei." Naruto terdiam beberapa detik sebelum bersuara, "Sensei mengenal Ino?"
Kakashi tersenyum lebar padanya. "Hanya sedikit." Pria itu memalingkan wajah, memberikan sinyal bahwa ia tidak ingin menceritakan lebih lanjut. "Akan sangat baik jika Namikaze Ino-san bisa terbangun lebih cepat. Anda bisa memanggil kami ketika ia membuka mata."
Naruto hanya menggangguk, saat ini Ino-lah prioritasnya, jadi ia tidak perlu memikirkan hal yang tidak penting. Setelah pria itu menghilang dari hadapannya, Naruto masuk ke ruangan Ino. Ia melirik ke tubuh Ino yang telah terbaring selama 3 hari. Hari ini masuk hari ke 4, meskipun begitu Ino belum menunjukkan tanda-tanda akan bangun. Naruto menyuruh dirinya sendiri untuk tetap tenang, bersabar. Ia tidak bisa terburu-buru seperti orang gila, ia harus mengerti bahwa kondisi Ino membuat wanita itu harus terbaring lebih lama.
Terlintas di pikirannya untuk terus menunggu dan menunggu, hingga bertahun-tahun sekalipun tidak peduli seberapa lama, asalkan Ino bangun pada akhirnya. Dan saat wanita itu terbangun, Naruto ingin dengan gagahnya menampakkan senyuman. Ia tidak bisa membayangkan seberapa bangganya Ino padanya nanti.
Tangannya bergerak menyentuh rambut pirang Ino, mengelus untaian lembut itu dengan penuh kasih. Tangannya bergerak mendekat ke alis yang sama warnanya. Kemudian mendekat ke mata. Naruto mengusap lembut tulang pipi Ino ketika gerakannya terhenti.
Mata Ino bergerak.
Kemudian terbuka. Nampak mencoba mengenali sekeliling.
Tapi Naruto membatu di tempat. Barulah ketika mata mereka bertemu, ia tersadar. Dengan sangat cepat ia menekan tombol di sisi ranjang Ino, mengelus kepalanya dengan tatapan tidak percaya.
"Ino Ino" bisiknya. Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Naruto.
Dan tubuhnya kembali membatu untuk yang kedua kalinya di hari itu ketika suara serak dan pelan Ino terdengar, "Sensei?"
Naruto tidak bisa menjawab. Tubuhnya melangkah menjauh dari tubuh Ino.
Apakah hal ini benar-benar terjadi kepadanya? Sungguhan?
Kakashi dan beberapa orang suster lainnya bergerak masuk ke dalam ruangan, memeriksa kondisi Ino. Naruto hanya berdiri di belakang, tetap diam ketika Kakashi menanyakan beberapa hal pada istrinya. Jantung Naruto berdenyut, membuat pria itu meremas dadanya dengan tangan kanannya. Ia memaksakan kedua kakinya untuk berjalan ke luar ruangan, kemudian bersandar di tembok. Raut wajah Ino tadi kembali terbayang olehnya. Raut wajah bingung. Raut wajah yang ditampakkan ketika kau tidak mengenal orang di hadapanmu.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Princess Serenity
Roman d'amourPertemuan Ino dan Naruto membawa keduanya masuk ke dalam sebuah permasalahan aneh. Pernikahan. Ditambah keinginan Kushina yang ingin menimang cucu dan cinta yang belum dapat dilupakan. Warning: too much. I took the cover image from: https://id.pinte...