Chapter 8

632 57 4
                                    

Hari-hari yang Ino dan Naruto habiskan setelah bulan madu mereka di Suna, sebenarnya tidak jauh dari hari-hari biasa, namun lebih berwarna, dan entah bagaimana lebih hangat.

Ino berharap hidupnya akan terus begini.

Bisakah mereka?

My Princess Serenity

Chapter 8

By: Itou kyuu-chan

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Warning: Too much warning!

Pair: Naruto and Ino

.

.

.

Bagian favorite Ino adalah di pagi hari ketika ia akan bangun terlebih dahulu, menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah, termasuk menyiram tanaman bunga di halaman depan rumah mereka, dan menyiapkan sarapan untuk suaminya. Terutama adalah bagian ketika Ia datang menghampiri Naruto yang masih tertidur layaknya seorang bayi, dan kemudian mengecup kening pria itu. Seolah hanya itulah tujuan ia hidup.

Ino merangkat naik ke atas kasur, menaiki tubuh Naruto. "Tidakkah tidurmu sudah terlalu lama, Naruto?" bisiknya di telinga kiri suaminya.

Ketika ia tidak mendapatkan respon, Ia berbisik di sisi lain. "Kalau kau tidak bangun, tidak akan ada lagi morning kiss, Naru."

Saat itu juga, ia merasakan Naruto bergerak. Selalu berhasil, pikir Ino. Pria itu tersenyum masih dengan mata terpejam, ia menarik Ino dalam sebuah pelukan hangat, membuka matanya untuk melihat ke arah kedua bola mata biru istrinya yang memukau. "Apa aku baru saja mendengar morning kisses?"

Ino tersenyum. "Morning kiss. Hanya satu."

"Aku tidak boleh melewatkan ini kalau begitu." Naruto memberinya ciuman yang hangat, paling lembut yang bisa diberikan. Ino bisa merasakan kasih saying pria itu dari ciumannya. Dan tersenyum ketika ciuman panjang itu selesai.

"Kurasa, kita tidak perlu menebak apa warna mata anak kita nanti," kata Naruto, masih tersenyum lebar. "Pasti antara biru laut-mu atau biru langit-ku."

Ino tertawa. "Well, kita tidak akan membicarakan itu sekarang."

"Kenapa tidak?" Naruto melirik ke perut kecil Ino. "Kau bisa saja sedang mengandung sekarang."

Ino menggeleng, dengan raut wajah tidak tega ia berkata, "Aku baru saja mendapat jatah bulananku?"

Naruto mengerutkan kening. Ia menempelkan keningnya ke kening istrinya. "Aku tidak suka saat kau mendapat jatah bulanan."

Ino tertawa, melepaskan diri dari Naruto, ia menjauh dari kasur dan berdiri di ambang pintu. "Waktunya mandi, Namikaze-san."

"Baiklah, Mrs. Namikaze."

Naruto melompat dari kasur, menuju kamar mandi. Ketika pria itu sampai di meja makan, Ino sedang menggigit roti ketiganya. Dengan roti di mulutnya, wanita itu menuangkan kopi ke cangkir Naruto. Mereka duduk bersebelahan, menikmati pagi nyaman mereka ketika Ino tiba-tiba berkata, "Aku baru saja mendapat telepon dari otou-chan. Dia bilang nenek terkena Alzheimer."

Naruto memandangnya, terdiam.

Ino meminum tehnya dengan perlahan. "Dia tidak bisa mengingat otou-chan."

Naruto menyesap kopinya juga. Ia melirik ke arah Ino dengan lembut, memegang tangan wanita itu. "Itu normal. Suatu saat, kita juga akan mengalaminya, Ino."

Ino menatap dalam mata suaminya. "Aku tidak bisa membayangkan jika aku bangun di pagi hari, dan tidak bisa mengingatmu."

Naruto menariknya ke dalam pelukan. "Jika begitu, aku akan tetap di sampingmu. Memberikan pelukan seperti ini setiap paginya, memberikanmu morning kisses"

"Morning kiss." Ino tertawa.

" dan kemudian sebelum tidur, kita akan memegang tangan satu sama lain, saling mengingatkan kita akan membisikkan aishiteru satu sama lain sehingga kita tidak akan lupa."

"Jika aku sungguhan terkena Alzheimer, kau akan menjadi orang asing yang mengerikan bagiku. Pervert."

Naruto melepaskan pelukannya. "Orang asing yang sangat romantis."

Ino tidak perlu mengingatkan kembali dirinya sendiri bahwa ia mencintai pria ini. Karena ia percaya Naruto akan membuatnya mencintai pria itu lagi dan lagi mesikpun ia lupa.

Ino sedang menonton drama dengan semangkuk popcorn di pangkuannya ketika hujan deras tiba-tiba turun. Drama komedi yang ia setel di TV di hadapannya tiba-tiba saja tidak lucu lagi. Ino melirik ke jam dinding di ruang tengah rumahnya itu.

Naruto seharusnya sedang dalam perjalanan pulang sekarang, pikinya.

Tiba-tiba sebuah pikiran buruk melintas di kepalanya. Tidak ada sesuatu yang terjadi pada Naruto, kan? Mungkin ia terlambat pulang karena macet? Atau temannya mengajaknya mampir sebentar?

Ino melirik ke jam dinding lagi. Jika dalam 30 menit Naruto belum sampai, ia akan menelepon pria itu. Tunggu. Haruskah ia menelepon Naruto sekarang?

"Aku tidak paranoid," bisiknya pada dirinya sendiri sebelum menekan call. Naruto tidak mengangkatnya. Ino menggigit kuku jarinya. Tidak ada yang terjadi, kan? Ia menelepon berkali-kali tetapi Naruto tetap tidak menjawab. Hatinya mulai berdebar kencang. Pasti ada yang terjadi pada Naruto!

Ia mulai panik, masih menggigit kuku jarinya ketika ia mencoba untuk duduk di sofa. Tidak sengaja pantatnya menduduki remote televisi sehingga layarnya berganti.

Breaking News! Sebuah kecelakaan terjadi di dekat gedung Namikaze Corp. Sebuah mobil yang dikendarai pria berinisial N tertabrak sebuah truk. Kini pria tersebut dirawat di rumah sakit Konoha.

Oh, tidak.

Seseorang tolong katakan padanya bahwa ini tidak benar. Katakan padanya bahwa ini hanyalah sebuah lelucon.

Dengan tubuh yang bergetar, Ino mengambil mantelnya, mencoba untuk tetap tenang, dan berjalan keluar pintu rumahnya. Tetapi kemudian ia tidak bisa berlagak sok tenang, ia berlari kea rah mobil tanpa mengenakan alas kaki. Ia langsung menancap gas, masih mencoba menghubungi Naruto. Jika saja Naruto mengalami hal yang buruk, pasti seseorang akan mengangkatnya kan? Atau mungkin Naruto memang sedang baik-baik saja, ketiduran di suatu tempat?

Tolonglah.

Ia menerobos lampu merah, meningkatkan kecepatan mobilnya. Itulah saat tiba-tiba ponselnya bordering, ia melihat tulisan Naruto di layar ponselnya. Dengan tangan yang bebas, ia mengambil ponselnya, menekan tombol hijau sebelum berkata, "Halo—,"

Dan semua menjadi gelap.

Naruto merasa hatinya sakit.

Sepanjang hidupnya, ia tidak pernah lebih sakit lagi dari sekarang.

Seorang pegawai kantornya, Natsui, mengalami kecelakaan di depan bangunannya dan ponselnya tertinggal di mobil(kecelakaannya terjadi ketika Naruto hendak pulang), itulah sebabnya Naruto tidak mengangkat telepon dari Ino. Ketika ia menelepon balik, ada sebuah benturan yang sangat keras yang bahkan dirinya tak sanggup untuk membayangkan. Ia langsung memanggil ambulan, mengatakan secara tidak spesifik dimana kecelakaan itu terjadi. Tapi untungnya, ambulans langsung datang membawa Ino.

Naruto masih mengingat tubuh rapuhnya terbaring dengan penuh darah. Ia tidak bisa menahan tangis yang tidak bisa dihentikan. Ia menangis lagi dan lagi, bahkan setelah menyempatkan diri untuk menelepon ayahnya, ia masih menangis.

Barulah ketika Minato datang bersama istri dan orang tua Ino, ia tidak menangis lagi. Hanya memandang kosong ke arah lantai rumah sakit dan menunggu Ino yang sedang dioperasi.

"Kau baik-baik saja, Naru-chan?" Tanya Kushina yang meneteskan air matanya.

Naruto merespon dengan anggukan yang sangat kecil, tidak berusaha mengenali sosok di depan matanya. Ia hanya menunggu.

Minato menepuk pundaknya pelan. "Tidak apa jika kau ingin menangis."

Tapi sejujurnya, ia sudah tidak bisa menangis lagi.

.

.

TBC

Author's Note:
I'm really really really sorry for the late update🙏 semoga dimaafkan:( dan semoga suka🍀 jangan lupa vote n comment yaa! Thankyou very much!!

My Princess SerenityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang