Chapter 25

177 20 2
                                    

"Aku ... maaf, aku seharusnya tidak mengatakan ini. Tapi, aku memang harus mengatakannya jika aku adalah reinkarnasi dari seorang wanita bernama (Last name) (Name)," ucap (Name) pelan, namun masih dapat didengar oleh seluruh penghuni rumah ini.

"Kau bohong kan ...."

"Apakah itu juga alasan dari ... tiap bersamamu, aku merasa lebih nyaman dan hangat," ucap Yui yang menundukkan kepalanya dengan kepalan tangan yang siap ia layangkan pada siapapun.

"Hei, tidak mungkin jika seorang reinkarnasi bisa mengakui semuanya," ucap Eri.

"Aku rasa bisa ... semua tidak mungkin jika berhadapan dengan sihir," jawab Fumi.

"Karena itulah, kami ingin meminta persetujuan kalian. Kalau kami ingin menikahi Amagi (Name), dan kita akan hidup seperti semula," ucap Eichi.

"Aku menolak," tegas Rie, "Bagaimanapun aku menolaknya. Apakah Papa tidak cukup jika memiliki kami dan hidup bersama?"

"Tolong, mengertilah kondisi kami, Papa Eichi," ucap Miho.

"Ya, ini memang sulit. Aku tahu ... aku pun tidak menginginkan ini. Aku hanya ingin kalian tahu jika ...."

Ucapan (Name) sama sekali tidak dapat didengar oleh mereka. Dan setelahnya, (Name) segera berlari dari mansion itu.

Bahkan, ia sempat melihat ke kebelakang. Sebelum semuanya akan hilang dalam kenangan.

'Terima kasih, Tuhan. Kau telah memberikanku kesempatan untuk melihat mereka lagi,' batin (Name) yang langsung meneruskan larinya.

Ia tidak peduli jika ada orang yang menatapnya dengan tatapan aneh. Bahkan ia tidak peduli jika namanya dipanggil.

Karena, yang ia tahu hanyalah ...

Kehadirannya tidak dianggap sama sekali.

Saat ini, (Name) tidak tahu akan tinggal dimana. Ia terlalu takut untuk pulang, ataupun meminta bantuan pada Akashi Seijuuro.

'Kejamnya, seharusnya aku tidak pernah kembali kemari,' batin (Name) dengan senyuman kecut di wajahnya.

"(Name), itukah kau?"

Suara itu masih dapat (Name) kenali. Bahkan, jika seseorang itu termakan usia.

"Papa Seiya!" ucap (Name) yang langsung memeluk dan menangis dalam pelukan pria itu.

"Sstt ... tidak ada yang perlu kau tangisi," ucap Seiya sembari menepuk pelan punggung putri kesayangannya.

(Name) hanya bisa menangis. Bahkan, ia tidak tahu harus berkata apa.

Sakit, itulah yang (Name) tahu. Bagaimana tidak? Bayangkanlah jika harapanmu kembali ke dunia terwujud, namun tidak seorangpun ada yang mau menerimamu.

Sungguh ironi.

"Papa, menikahlah dengan Tante Anzu," pinta Hisa.

"Onee-sama," gumam Suou yang masih tidak menerima kenyataan jika selama ini istrinya telah hidup kembali dan ia selalu berada di samping putrinya.

"Tidak, keputusan mereka sudah bulat. Kalian tidak bisa merubahnya lagi," ucap Ayumu yang langsung maju menghadap ayahnya.

"Selain itu, bukankah pertanyaan kalian sudah terjawab tentang perasaan kami tiap bersama Amagi (Name)?" ucap Madara dengan santainya.

Namun, tetap saja, bagi gadis-gadis itu, hal ini sangat sulit dimengerti. Teman mereka adalah ibu mereka.

'Oh ayolah, ini bukan sinetron. Dimana teman sendiri menjadi ibu tiri,' pikir Hoshina.

"Tidurlah, kalian sudah lelah, bukan? Dan kamar kalian ada di lantai lima," ucap Yuzuru dengan penuh perhatian yang membuat sang gadis segera menuruti ucapannya.

Di lantai lima, mereka sangat terkejut atas kamar-kamar yang begitu banyak. Bahkan, mansion ini lebih pantas disebut dengan hotel bintang lima.

"Sekarang aku tidak mengerti, bagaimana dengan Onee-sama!?" ucap Suou sesaat setelah para gadis ke kamar mereka masing-masing.

"Kurasa, kali ini kita harus merelakannya. Karena, tidak mungkin jika kita melukai hati putri kita," jelas Hokuto yang mencoba tegar.

"Tidak, ini tidak boleh terjadi. Putri kita memang penting ... tapi, bukankah kebahagiaan kita juga penting?" ucap Subaru yang sedari tadi telah menahan diri.

"Dan Hiyori, mengapa kau terlebih dahulu memberitahu putrimu semuanya?" ucap Nagisa dengan tatapan menusuk.

"Aku tidak bisa menyimpannya seorang diri. Dia putriku, dan dia berhak tahu siapa dan dimana ibunya," ucap Hiyori.

"Aku rasa ... waktu kita sudah habis. Tidak ada ruang lagi untuk (Name) berada disini. Semuanya ... semua yang dulu kita rasakan, tidak akan kembali seperti semula," ucap Sena yang mendasar pada realita.

"Selain itu, inilah saatnya untukku kembali dengan Ruri," gumam Leo yang langsung mendapat bentakan dari Suou.

"Yuzuru ... aku tidak ingin (Name) berada dalam rangkulan orang jahat seperti Akashi," gumam Tori yang berusah menahan tangisnya.

Mendengar hal itu, Yuzuru hanya bisa memberikan senyuman. Lalu, ia mengelus pelan punggung majikannya itu dengan harapan, tuannya mengerti jika semua akan baik-baik saja.

"Master, mengapa tidak lakukan beberapa sihir?" tanya Sora yang berusaha memberikan ide pada rekannya, Natsume Sakasaki.

"Sayangnya, hal seperti itu tidak bisa dilakukan dengan sihir," ucap Wataru sembari melihat mawar merah yang telah layu, "Bahkan, mawar yang indah pun bisa berubah, bukan?"

"Nii-chan," gumam Ritsu yang langsung mendapat tatapan lembut dari Rei, "Kitalah yang membuat tembok pada mereka. Dan mengapa kita juga yang harus menghancurkannya?"

Empat puluh satu laki-laki itupun langsung menatap Rei dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Benar juga. Kita yang memilih menjauhkan mereka dari ibunya," ucap Mademoisselle.

Nito pun tersenyum lebar, "Benar! Mari kita bangun kepercayaan pada mereka. Agar mereka bisa menghancurkan tembok yang membatasi pikiran dengan kepercayaannya."

"Tapi, apakah itu mungkin? Kita telah berbohong selama empat belas tahun," ucap Shino yang membuat Nito sedikit berpikir.

"Um, pasti mungkin! Karena, mereka adalah anak kita dengan (Name). Pasti, di dalam diri mereka ada sifat (Name) yang terkubur rapat. Sifat yang pemaaf, menerima apa adanya, penyabar, lembut, dan penuh kasih sayang," ucap Aoba.

"Lagipula, mansion kita juga sudah selesai di renovasi. Jadi, kita semakin banyak waktu luang untuk menemani mereka dan menceritakan siapa ibunya yang sebenarnya," ucap Natsume.

"Ide bagus. Dan aku akan menyimpan banyak kue untuk camilan mereka," ucap Arashi dengan riangnya.

"Baiklah, dengan ini ... aku harap mereka akan mengerti kondisi yang kita alami. Dan juga, mohon bantuannya," ucap Eichi dan setelahnya, ia pun merasa lemas. Bahkan pandangannya buram.

"Eichi!"

"Eichi!"

"Ei ...."

Pendengarannya perlahan melemah dan Eichi pun pingsan. Bahkan, tubuhnya pun lebih lemah dan terasa lebih panas dari sebelumnya. Dan dengan segera, Keito menelepon dokter pribadi mereka untuk segera kemari.

"Kaichou! Tahan ya! Tahan Kaichou!" ucap Tori.

"Cepat, bawa Eichi ke kamarnya!" titah Keito.

Only Your Stars : PolifonikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang