Chapter 3

222 26 3
                                    

Suara dentingan piring dengan sendok dan garpu tak terlewatkan dalam ruangan ini. Bahkan, para tamu pun terkadang berbicara dengan nada yang sangat pelan sembari menikmati hidangan yang disajikan.

Pria berjas, wanita dengan gaun lengkap dengan aksesorisnya. Itulah penampakan di tempat ini.

Kalian bisa tebak lokasinya?

Ya, sebuah restoran bintang lima. Itulah tempat dimana pasangan ayah dan anak bersurai blonde itu berada. Karena sang ayah memang sengaja mengajak anaknya untuk makan malam ditempat itu agar sang anak tetap mendapatkan perhatian dari orang tuanya.

Walaupun terkesan berlebihan, namun hanya itulah yang bisa dilakukan oleh seorang Tenshouin Eichi. Karena, semenjak menjadi single parents, yang ia pikirkan hanya kebahagiaan anaknya dan kelancaran karirnya.

"Bagaimana dengan makan malamnya? Apa kau ingin memesan sesuatu, Anakku?" tanya Eichi setelah meminum bir dengan penuh kewibawaannya.

"Aku memesan makanan seperti biasanya, Yah," jawab Ayumu.

Tak lama kemudian, Eichi pun memanggil butler yang bertugas dan mengatakan pesanan yang akan mereka makan untuk malam ini.

"Bagaimana dengan sekolahmu?" tanya Eichi dengan nada santai.

"Tidak ada yang berbeda. Masih sama seperti sebelumnya," jawab Ayumu.

"Ayah harap, kau tak membuat banyak masalah," ucap Eichi.

"Akan ku usahakan untuk menjauhi masalah, Yah," ucap Ayumu dengan nada serius namun terkesan santai dan disambung, "Dan Ayah juga, jangan memancing masalah."

Mendengar nada kekhawatiran yang keluar dari anaknya itu membuat Eichi tertawa.

Senang?

Tentunya Eichi senang. Baru kali ini ada yang mengkhawatirkannya selain Keito, unit idolanya, dan mendiang istrinya.

Tapi, bukankah itu wajar dikatakan oleh seorang anak?

Tentunya Eichi tahu jika itu wajar. Namun, bagi Eichi, ucapan anaknya adalah hal spesial yang harus ia lakukan agar ia tak terjun dalam lubang yang sama.

"Ayah ... jangan tertawa seperti itu," tegur Ayumu yang kini menampakkan raut khawatirnya.

"Tenanglah, Ayumu. Ayah berjanji akan menghindari masalah. Dan jika pun bertemu masalah, ayah bisa melindungi diri ayah sendiri," jelas Eichi yang membuat sang anak terdiam.

'Sekuat itukah Ayah?' pikir Ayumu.

Keheningan pun sempat tercipta diantara mereka. Namun, hal itu berhasil dipecah oleh Eichi dengan menanyakan anak dari para idola yang berada dalam asuhannya, Ensemble Square (ES).

"Anak-anak para idola itu? Mereka baik-baik saja," jawab Ayumu yang tak mengerti mengapa ayahnya bertanya demikian.

Namun, saat hendak bertanya, Ayumu dipotong oleh kehadiran butler yang mengantarkan pesanan mereka. Sepiring sup jagung serta steak daging sapi pun telah tersaji di meja dan siap untuk disantap.

*****

Disisi lain, seorang gadis bersurai hitam, Hidaka Mai yang kini tengah menatap bintang seorang diri di halaman belakang rumah kakeknya. Seakan-akan bisa berbicara, terkadang ia tersenyum pada sang bintang yang telah menemaninya malam ini.

Setiap malam, Mai selalu kesepian. Bukan karena tak memiliki teman untuk diajak bicara, melainkan ayahnya yang selalu jarang pulang.

Ia pun tidak tahu mengapa ayahnya bersikap demikian. Namun, jika ia menyambut kepulangan ayahnya, hanya tersirat kesedihan yang sulit diartikan untuknya.

'Aku harap, Ayah baik-baik saja,' batin Mai.

Set~

Tubuh Mai tiba-tiba menghangat dengan benda lembut yang menyelimuti tubuhnya.

"Kakek," ucap Mai sembari tersenyum pada seorang pria yang telah termakan usia. Namun, tidak dengan penampilannya yang selalu tampak awet muda.

"Tidak baik jika melamun seorang diri," tegur Seiya yang kini telah duduk disebelah cucunya yang manis.

Mendengar ucapan kakeknya, Mai hanya bisa tersenyum. Setidaknya, masih ada kakeknya yang perhatian pada dirinya.

"Kakek sendiri .... mengapa Kakek kemari? Bukannya kakek bilang jika udara malam membuat tulang kakek nyeri?" ucap Mai yang sedikit iseng pada kakeknya.

"Hm? Kakek baik-baik saja. Kakek masih sangat kuat untuk melindungi cucu kakek," ucap Seiya sembari tersenyum yang membuat cucunya tersenyum pula.

'Setidaknya, aku harus terus hidup hingga Hok-chan mau angkat bicara mengenai ibu mereka,' batin Seiya.

"Ah! Bintang jatuh, ayo buat permohonan!," ucap Mai dengan riang.

Setelahnya mereka pun menangkupkan kedua tangan mereka dan mulai memejamkan mata. Lalu, isi hati mereka pun mengatakan hal apa yang ingin mereka lihat.

Tak lama kemudian, mereka pun telah selesai menyampaikan impian dan memandang langit bersama.

*****

Berbeda orang, maka berbeda hal yang mereka alami. Terkadang pun mereka mengalami nasib serupa, namun tak selalu sesuai dalam penyelesaiannya.

Banyak hal yang harus dilalui agar hasil yang diperoleh sesuai dengan apa yang diharapkan. Tak lupa, prinsip yang dipakai pun harus searah dengan tujuan pula.

Tetapi, beberapa hal pun akan hadir. Entah itu sebagai penghancur atau penguat keyakinan. Atau justru sebagai jalan terakhir yang harus dipilih.

Begitu lah yang ada dipikiran Amagi (Name) setelah ia diangkat menjadi tangan kanan sang emperor secara mendadak. Bukannya ia tak mau, hanya saja ... ia terlalu malas untuk ikut campur. Meskipun pada akhirnya, ia menyetujuinya.

Mempertaruhkan seluruh energi hanya untuk mengurus ratusan murid yang belum tentu bisa mengikuti aturan mereka. Belum lagi, jika ada pemberontakan kecil-kecilan yang lama-lama akan menjadi api besar bagi sekolah. Sungguh merepotkan.

Namun, (Name) bukanlah salah satu keturunan Knights yang bisa melawan secara tepat. Ataupun keturunan Fine yang bisa membuat semua orang patuh.

(Name) hanyalah keturunan dari seorang idola yang gemar berjudi. Menghabiskan malam dengan minuman keras hingga lupa waktu. Dan selalu mempertaruhkan segalanya pada mata dadu.

Semudah itukah hidup?

Tentunya (Name) tahu jika apa yang ia putuskan tadi telah menjadi cambuknya. Ia akan mengubur jauh-jauh sikap ayahnya yang menurun padanya. Bukan masalah mabuk-mabukan, tetapi masalah mempertaruhkan diri pada dua mata dadu yang tak bernyawa.

Mengapa (Name) melakukan itu?

Tentunya semua orang punya alasan khusus untuk berubah yang tak selalu bisa dijelaskan dengan kata-kata. Dan tanpa orang lain ketahui, setiap orang selalu berubah-ubah tiap detik, menit, dan jam.

Namun, satu tujuan yang sangat ingin (Name) raih, alasan dibalik Tenshouin Ayumu menunjuk dirinya sebagai tangan kanannya. Ya, alasan itulah yang harus ia cari. Walaupun sulit, akan (Name) lakukan, bagaimanapun caranya.

Sungguh, ini pemikiran yang sangat rumit untuk kisaran anak SMA pada umumnya.

Namun, disela-sela pemikirannya, ponselnya pun berdering singkat. Ia pun segera membuka ponselnya dan terkejut akan isi pesan yang dikirimkan oleh seseorang.

Only Your Stars : PolifonikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang