Tidak ingin seperti ini

1 0 0
                                    

Saat aku terbangun, aku sudah berada di sebuah Rumah Sakit. Aku sangat membenci Rumah Sakit semenjak Ka Raka meninggal di Rumah Sakit. Tidak ada siapa-siapa dikamarku saat ini. Seseorang mengetok pintu dan masuk.

"Dit, gue masuk ya" sahut Reihan.

"Eh iya, masuk aja. makasih ya udah nolongin gue. Tadi, lo tau gue ada di toilet darimana?" tanyaku.

"Kalau soal itu.... soal itu..." Reihan menjawab dengan gagap.

"GUE CARIIN LO KEMANA-MANA GADA. GUE TANYA SAMA TEMEN LO SI SISKA SAMA CANTIKA. LO ADA DI TOILET!" bentak Reihan.

"Yaampun, santai bang HAHAHA"

Aku tertawa mendengar pengakuan Reihan, benar-benar seperti anak kecil kehilangan ibunya. Aku melihat pipi Reihan tersipu karena malu, aku benar-benar tidak dapat menahan untuk tidak tertawa. Tapi, itu sangat tidak mudah.

"Udah-udah gausah merah pipinya dong Rei HAHAHA, lagi pula gue udah baikan. Lo bolos kelas lagi ya?" tanyaku

"Kalau soal bolos membolos, itu udah hal biasa untuk hal ganteng seperti aku ini"

Sifat percaya dirinya tidak hilang-hilang ya, walaupun tadi dia malu. Memang memiliki pribadi yang banyak. Pikirku.

"Rei, tadi udah makan?"

"Belum ma!" teriak Reihan.

"Anjir, najis, masa gue emak lo, cari emak lain sana!" usirku kepadanya.

"Aku hanya sayang kepada satu perempuan didunia ini. Yaitu kamu DITA!" teriak Reihan lagi-lagi dengan semangat yang membara.

"Udah-udah, capek lo nanti. Duduk aja dulu, gue tidur lagi nih kalau lo teriak-teriak terus"

"Becanda doang sih Dit" ujar Reihan dengan cemberut.

"Kalau lo kayak gitu lagi. Gue bener-bener bakalan ngusir lo dari sini. Jijik woi. Inget umur inget umur" ujarku.

"Umur aku masih 17 tahun ko qaqa" Reihan menjawab dengan suara yang dia buat sangat menjijikan,pikirku.

Saat aku dan Reihan sedang berbicang-bincang, aku mendengar dengkuran dari suara perut seseorang. Aku melihat ke arah Reihan ternyata perutnya yang berteriak minta makan.

"Yaudah,sana lo makan dulu" perintahku

"Gamau,maunya nemenin lo" ujar Reihan dengan menggeleng-gelengkan kepala.

"MAKAN LO MAKAN"

"GAMAU GAMAU" teriak Reihan dengan nada yang lebih tinggi dari teriakanku.

"Yaampun, maaf qaqa aku ngalah aja deh" ujarku dengan nada yang aku buat seperti ketakutan.

"Dit"

Aku melihat kearah Reihan yang sedang menatapku dengan lekat, lalu tersenyum. Aku tidak mengerti maksud Reihan apa melakukan itu kepadaku.

"Kenapa" tanyaku

"Lo boleh jalan kan kata suster tadi?" tanya Reihan

"Boleh" ujarku dengan mengangguk-an kepala

Lalu, seketika ada yang menarik tanganku dan membawa alat untuk mengisi sesuatu kedalam tubuhku. Aku melihat Reihan menggengam tanganku, tapi rasanya aneh seperti ada sebuah sengatan dari tangan Reihan, detak jantungku yang semula normal tiba-tiba bergerak dengan cepat. Aku seperti sedang lari marathon.

"Udah nyampe dit dikantin, lo mau pesen apa?" tanya Reihan

"Eh?" aku menjawab dengan malu karena tidak tahu mengapa jantungku berdebar dengan cepat saat ini.

Reihan yang memperhatikan reaksi Dita mendadak ingin tertawa tapi dia tahan supaya Dita tidak tahu. Saat ini Reihan melihat bahwa kedua pipi Dita sedang merona padahal Reihan tidak sedang menggodanya.

"Ko jadi mendadak kaya malu gitu si" ujar Reihan dengan menyeringai

"Kamu suka ya sama aku?"

"Atau kamu kebanyakan makan mecin?"

"Atau karena aku emang ganteng?"'

"Aku tau aku ganteng, gausah gitu dong jadinya"

Dita yang mendengar pertanyaan-pertanyaan Reihan menjadi diam, tidak tahu mau menjawab apa.

"Gue... gue... beli roti aja satu" ujarku

Pikiranku saat ini adalah mungkin saat ini pipiku sedang memerah semerah apel busuk. Aku benci saat-saat seperti ini.

"Oke,roti ya? roti apa?" tanya Reihan

"Apa aja"

Aku masih menundukan kepalaku karena malu, aku malu saat ini, rasanya ingin kembali ke kamar aja, ingin berteriak tapi ini rumah sakit bukan kelas. Kalau pun kelas tidak mungkin seorang Dita berteriak, sangat tidak mungkin.

Reihan berdiri dan memesan pesanan ke mba-mba kantin. Beberapa menit kemudian, Reihan kembali dengan membawa pesanaku dan pesanannya.

"Nih" ujar Reihan dengan memberi roti kepadaku

"Makasih"

Sudah 15 menit kami dikantin, tapi tidak ada seorangpun yang ingin kembali ke kemarku. Walaupun begitu, aku tidak menginginkan lagi dirumah sakit karena aku ingin pulang, suster pun belum mengatakan kepadaku besok aku boleh atau tidak.

"Dit, kita udah lama disini bosen ni. Ke kamar lo yuk"

"Yaudah ayo" ujarku

Tiba-tiba Reihan kembali menggengam tanganku. Aku yang diperlakukan seperti itu tidak tahu mau bertindak apa. Rasanya udara disitu pun sedikit, aku butuh ruang untuk bernafas sekarang.

"Rei, gue ke toilet bentar ya"

Aku ingin pergi cepat-cepat dari situ dan ingin menghirup udara yang terasa tercekat ditenggorokan.

"Gue tunggu disini ya, jangan lama-lama. Kalo kenapa-kenapa kasih tahu gue"

Aku berlari meninggalkan Reihan dan pergi ke toilet. Saat ditoilet aku masuk ke salah satu kamar mandi.

"Puftttt..... akhirnya bisa benafas" ujarku dengan lega

"Tapi tadi kenapa jantung gue berdetak cepat ya?, ada yang aneh ni"

Setelah memutuskan untuk tidak mau berpacaran lagi, aku sudah pernah sakit hati dari seseorang yang sekarang sedang berada di Swiss. Dia sekolah disitu karena disuruh oleh orangtuanya. Dan sayangnya, kakaknya menyukai mantan aku ini, andai saja kakakku tidak menyukainya, andai saja. Dan itulah alasan aku tidak ingin orang-orang tahu bahwa aku ini adeknya kak Raka.

RapuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang