-16-

15K 1.2K 20
                                    

Hari ke-80

Jakarta, langit ibu kota saat ini tidak terlalu cerah. Neyza, gadis itu langsung masuk ke restorant yang di suruh oleh Bundanya, sesuai janjinya. Sehabis pulang kuliah, Neyza langsung dateng.

"Neyza," Bunda ngelambaikan tanggannya kearah Neyza, ketika Neyza baru aja masuk ketempat yang di kasih tau. "Sini, Ney."

Senyum canggung Neyza keluarkan ketika pertama kali menyapa pria yang saat ini duduk di depan Bundanya. Neyza enggak berani nilai pas pertama kali ngeliat, takut dikira enggak sopan. Tapi jujur, Bunda sangat pandai memilihnya, kira-kira dapet dimana Bunda laki-laki kaya gini?

Neyza diem pas Bunda ngenalin dirinya sama laki-laki itu, gitu juga sebaliknya. Laki-laki itu tersenyum kearah Neyza.

Arkana Rezhaky Dewantara, laki-laki berusia dua puluh tujuh tahun yang mempunyai cabang perusahaan dimana-dimana. Seorang pembisnis muda. Uwaw, cukup masuk tipe Neyza, sangat malah. Neyza tersenyum, mungkin ini yang bisa buat dia ngelupain Pak Ravin.

Percakapan-percakapan ringan mengalir begitu saja. Neyza sangat senang karena bisa menghabiskan waktunya dengan Arkan.

Karena, Arkan dengan Pak Ravin itu berbeda. Arkan orangnya baik, sopan juga tentunya. Kalo dibandingkan dengan Pak Ravin, sangat bedah jauh karena Pak Ravin mempunyai sikap yang sama sekali enggak mencerminkan wajahnya. Yaa, biasanya kan wajahnya tampan, attitudenya juga bagus, kalo yang kaya Pak Ravin itu udah jelas cacat mental.

Ngomong-ngomong soal Bunda, Bunda udah pulang dari tadi. Katanya enggak mau ganggu momen kebersamaan antara Arkana dan Neyza.

"Mas Arkan keren loh. Udah punya perusahaan dimana-mana padahal masih muda."

Arkana tersenyum, "Sebenarnya juga aku enggak mau melanjutkan perusahaan itu."

"Kenapa, Mas?"

"Aku enggak terlalu suka berbisnis." Arkana menyeruput kopinya, "Perusahaan itu punya mendiang Papa, dan hanya itulah satu-satunya peninggalannya. Yaa, mau enggak, mau, aku harus menjalaninya."

Neyza ngangguk-ngangguk, dan saat itu juga ada dua pesan dari Pak Ravin.

Dosen Kampret
Neyza, coba kamu kerumah saya

Dosen Kampret
Saya butuh kamu

Neyza
Jangan ganggu saya, Pak. Saya sibuk

Dosen Kampret
Kamu sibuk? Saya tidak percaya.

Karena Neyza kesel, Neyza langsung block nomornya Pak Ravin. Neyza pun bernafas lega. Arkana tersenyum, "Neyza, kamu suka es krim?"

Neyza ngangguk, membuat Arkana langsung menggandeng tangan Neyza keluar dari tempat makan itu. Laki-laki itu tersenyum, "Ayo kita cari toko es krim."

Sepertinya mulai hari ini Neyza akan menemukan kebahagiaannya.

***

"Mas Arkan enggak mau?" Neyza menggeser mangkok es krim yang isinya berbagai macam rasa dan topingnya, es krim yang pucuknya di beri buah merah, alias cherry. Maklum, Neyza emang maniaknya es krim.

"Boleh," Arkana menggeser mangkok es krimnya menjadi di depannya, mengambil sendok yang ada di tangan Neyza dan mengambil es krim yang langsung di suapkan di mulutnya. "Sekarang suapin aku Neyza."

Neyza mengangguk, akhirnya dia punya partner bucin. "Aaa...Mas." Neyza tersipu.

Arkana tersenyum, "Kamu kalo weekend suka kemana aja?"

99 Days with Pak Dosen [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang