28. DI LORONG RUMAH SAKIT

671 69 13
                                    

28. DI LORONG RUMAH SAKIT

Kita tidak bisa memaksa seseorang yang gak cinta sama kita. Kalau tetap memaksa. Kalian akan saling menyakiti_Matya.

***

Iam memarkirkan motor merahnya di depan pintu garasi. Lalu, cowok itu turun dan membuka pintu garasi tersebut kemudian memasukkan motornya ke dalam sana. Badannya sangat lengket akibat berkeringat. Saat bazar stan-Nya benar-benar penuh dengan pengunjung belum lagi anak cewek yang selalu minta foto.

Iam masuk ke dalam rumahnya, dingin AC yang menyala di tengah rumah terasa sangat sejuk. Iam menjatuhkan badannya ke sofa berwarna abu menutup matanya dengan sebelah tangan kanan.

Tidak ada niat untuk membuka sepatunya. Sialnya Via tidak kembali setelah pergi membuat beban kepada kelompok mereka yang sangat butuh orang tambahan untuk membantu.

Hampir ia masuk ke dalam alam mimpi, ibunya mengguncang tubuh Iam dengan cepat. "Iam!  Bangun!" teriak Matya wajahnya tampak panik.

Iam mendengus kesal karena terusik tidurnya. "Apa, mah. Iam ngantuk ini," jawab Iam tapi matanya tetap tertutup.

"Kita kerumah sakit, nak. Ayo! Papah kamu masuk rumah sakit!" Matya langsung berdiri dan mengambil kunci mobil.

Sontak Iam langsung bangun dan mengikuti ibunya. "Bukannya papah gak ada kabar?" tanya Iam memastikan.

"Papah kamu gak ada kabar karena sakit. Karyawannya udah bawa papah ke rumah sakit di kota ini. Cepet! Kamu bawa mobil, mamah mau bawa Cica dulu." Matya melempar kunci mobilnya ke arah Iam dan langsung di tangkap.

Matya ke lantai dua untuk membawa Cica ikut, dan Iam langsung membuka pintu garasi mobil dan mengeluarkan mobil berwarna putih di dalamnya.

***

Matya berlari panik ke bagian resepsionis rumah sakit yang ayahnya di kabarkan di rawat disana. Sedangkan Iam terpogoh-pogoh menggendong Cica. Cowok itu masih memakai seragam lengkap, belum sempat menggantinya.

"Buset lu berat banget dek!" keluh Iam. Ia langsung menurunkan Cica ketika sudah sampai di resepsionis.

"Badan Cica kecil masa di bilang berat, mah," adu Cica kepada Matya.

"Cica sayang diam dulu ya cantik. Mamah mau cari dulu papah di ruangan mana," ucap Matya memberikan penjelasan kepada Cica.

Cica langsung diam dan Matya bertanya ke resepsionis. Setelah mendapatkan informasi letak ruangan rawat ayah Iam. Ketiganya langsung menuju ruangan rawat yang sudah di beritahu. Letaknya ada di lantai 3, mereka menggunakan lift. Matya sangat cemas, begitupun Iam. Tapi ia menyembunyikan rasa cemasnya untuk tetap tenang dan tidak panik. Jelas, ia rindu ayahnya.

Lift terbuka dan mereka sampai lantai 3. Mereka menyusuri lagi lorong rumah sakit yang sedikit orang disana memperhatikan pintu-pintu ruangan rumah sakit dengan nomer yang tertera di atasnya.

"Yam, ini masih kamae 215. Papah kamu nomer 220. Ayok cari ke sana," kata Matya. Iam mengikuti Matya dari belakang bersama adiknya.

Saat ia melihat sekeliling, matanya memicing saat melihat seseorang yang merasa ia kenal duduk di kursi besi rumah sakit bersama seorang lelaki yang memeluknya dari samping.

Mereka duduk jauh dari tempat Iam berdiri. Cowok itu mencoba berjalan mendekat kearah mereka karena penasaran, Iam  terkejut melihat kedua orang yang sedang berpelukan itu adalah Juhan dan Riri. Riri terlihat menangis di pelukan Juhan. Seketika Iam terpaku di tempatnya. Walau ia marah ke Riri bukan berarti perasaannya berubah terhadap cewek itu. Ia masih menyimpannya tapi ia bungkam.

IAM RAFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang