Tidur nyenyak Taehyung terusik, ia mendengar seseorang menangis. Membuka mata perlahan ia menemukan papa barunya—Jeongguk—sedang mengusap punggung seorang wanita yang menangis.
"Papa." Jeongguk dan wanita itu langsung menoleh saat mendengar suaranya.
Sang wanita langsung menghampiri Taehyung yang terduduk diatas sofa. "Halo, namamu Taehyung ya? Kenalkan ini nenek." Taehyung menatap Jeongguk kebingungan.
"Tidak apa Tae, itu ibuku yang berarti dia nenekmu." Jeongguk menatapnya dengan pandangan teduh.
"Nenek." Ujarnya pelan. Wanita yang dipanggil nenek itu langsung merengkuh tubuh Taehyung dan menangis setelahnya.
"Nenek kenapa menagis?"
"Ini bukan menangis, hanya tadi kelilipan saja." Jeongguk memutar bola mata mendengar perkataan ibunya.
Nyonya Jeon tadi sempat menangis saat Jeongguk menceritakan kehidupan Taehyung, ia sedih bagaimana bisa seorang ibu melakukan hal sekejam itu pada putranya.
"Tae belum makan siang kan? Ayo nenek ajak pergi keluar untuk makan siang dan berbelanja." Jeongguk membulatkan matanya saat mendengar kalimat dari sang ibu.
Taehyung menatap Jeongguk meminta persetujuan, matanya berbinar, menandakan ingin ikut pergi dengan sang nenek. Jeongguk hanya mengangguk pasrah ketika melihat binaran dari mata Taehyung.
Sedangkan Taehyung tesenyum senang, bibir mungilnya membentuk senyuman kotak yang khas. Ia menatap wajah sang nenek dan menganggukkan kepalanya berkali-kali.
Dengan cepat nyonya Jeon pergi membawa Taehyung kepusat perbelanjaan dan meninggalkan Jeongguk dirumahnya. Jeongguk menghela nafas dengan kelakuan sang ibu.
Ia meraih ponsel dan meminta tolong pada rekannya untuk mencari informasi tentang Taehyung, terutama alamat rumahnya.
***
Dua jam telah berlalu yang berarti dua jam pula ia duduk diruang kerjanya dan mengurus berkas berkas perusahaan, dan juga dua jam semenjak kepegian Taehyung dan ibunya.
Ting
Pesan masuk dari ponsel miliknya. Ia melihat sang rekan mengirimkan berkas data mengenai Taehyung. Jeongguk membacanya sekilas, kemudian ia beranjak mengambil jaket dan kunci mobilnya.
"Bibi Song jika mama dan Taehyung pulang katakan aku ada urusan dan mungkin kembali sedikit malam." Bibi Song hanya mengatakan baik dan membiarkan sang majikan berlalu pergi.
Jeongguk mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, membelah jalan kota yang sedikit padat di siang hari yang terik. Ia membelokkan mobilnya menuju pinggir kota, kearah perumahan yang sedikit kumuh.
***
Jeongguk memandang sebuah rumah dari dalam mobil. Ia melihat ponselnya dan memandang rumah itu lagi. Benar ini alamatnya batinnya. Jeongguk meneguhkan hatinya, bagaimanapun juga ia harus mendapatkan hak asuh Taehyung.
Melangkahkan kakinya keluar menuju rumah kecil itu. Membuka pagar kayu usang dan mulai menapaki halaman rumah.
Ia mengangkat tangan dan mulai mengetuk pintu rumah. Tak lama seseorang membuka pintu rumah dan memandangnya terkejut.
"Kau?" Ujar sang wanita pelan. Wajahnya pucat dengan kantung mata yang mulai menghitam. Matanya sedikit basah dan bengkak, seperti habis menangis lama.
"Ah, masuklah dulu." Sang wanita langsung membuka pintunya lebih lebar, mempersilahkan Jeongguk masuk.
Jeongguk mendudukkan dirinya di sofa usang itu. Otak pintarnya memikirkan sesuatu yang tampak serius.
Sebuah teh panas dengan uap yang mengepul tersaji di hadapannya, Jeongguk hanya memandangi teh itu tanpa berminat menyesapnya.
"Kau mencari siapa kemari?" Sang wanita tadi memecahkan keheningan yang sempat terjadi.
"Ibu dari Kim Taehyung." Balasnya menatap sang wanita.
"Dia ada dihadapanmu." Jeongguk mengeraskan rahangnya mendengar penuturan sang wanita.
"Kau ibunya? Bisa bisanya kau tega menyiksa putramu." Jeongguk berdecih, meremehkan wanita yang mengaku ibu dari Taehyung.
"Aku memiliki alasan melakukan itu." Ujarnya tenang. Jeongguk hanya menatap tajam dengan rahang yang mengeras.
"Dia lahir karena kecelakaan, ayah biologisnya tidak menginginkannya, membuatku hamil tanpa seorang suami. Keluargaku marah besar dan mengusirku, tapi bagaimanapun aku tetap mempertahankannya, bayi merah yang tidur dalam pelukanku saat pertama kali aku melihatnya." Sang wanita menghela nafas berat saat mengingat masa lalunya.
"Semua berjalan baik awalnya. Aku sungguh menyayanginya, putraku yang tak akan meninggalkan ku sendiri. Namun semua berubah ketika Taehyung berumur 5 tahun, aku divonis penyakit kanker stadium akhir." Air mata mulai mengalir dari pipi tirusnya.
"Aku menyuruh Taehyung bekerja keras, dengan harapan agar saat aku tiada nanti Taehyung dapat mengandalkan dirinya sendiri. Aku memperlakukan putraku sangat kejam, aku sadar itu. Tapi aku juga punya harapan padanya agar tidak menjadi lemah." Isakan kecil mulai menemani ceritanya.
"Malam itu, aku mendapat kabar bahwa kesehatanku semakin memburuk, rasanya frustrasi sekali mendengar umurku hanya dapat bertahan beberapa hari. Aku tak ingin meninggalkan Taehyung sendiri, aku menyayangi Taehyung, sungguh. Namun saat ia pulang kerumah dan tidak membawa uang, aku marah besar. Aku tak ingin ia menjadi lemah, dunia ini keras aku ingin ia menjadi lelaki yang kuat." Jeongguk tertegun mendengarkan ucapan wanita di depannya.
"Akhirnya kata itu keluar begitu saja, aku mengusirnya, aku mengusir malaikat kecilku, aku membiarkannya pergi di tengah gelap malam. Aku sempat mengikutinya, berharap ada seseorang mau menolong malaikatku." Lanjutnya.
"Saat ia pingsan dipinggir jalan aku ingin menolongnya, namun ku urungkan saat melihatmu menolong Taehyung. Aku benar-benar berterimakasih padamu, sungguh. Mungkin ribuan kata terimakasih tak cukup, tapi aku bersungguh sungguh berterimakasih padamu." Wanita itu menatap Jeongguk dengan mata yang basah dan wajah memerah karena tangis.
"Aku turut prihatin mendengar kisah hidupmu. Tapi saat aku melihat Taehyung yang tergeletak di pinggir jalan malam itu, sesuatu di hatiku tergerak untuk melindungi tubuh mungil itu. Dia memikat hatiku saat menatap dengan mata hitamnya." Jeongguk menyesap teh yang ada di hadapnnya sambil memutar ulang adegan pertemuannya dengan Taehyung di otak pintarnya.
"Jadi, aku kemari untuk memintamu mengalihkan hak asuh Taehyung padaku, apakah kau bersedia?" Ia bertanya sambil menatap mata sang wanita.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Called Papa's Love [END]
FanfictionKaki kecilnya memar. Tangan kecilnya juga penuh luka. Bibi pemilik toko bunga mengusirnya. Dan sang mama juga mengusirnya. Dimalam penuh bintang dengan bulan yang bersinar terang, ia harus keluar dari rumah yang sudah ditinggalinya selama beberapa...