2. Drama Sebelum Melamar Kerja

12 2 0
                                    

Assalamu'alaikum....
Selamat membaca....
Semoga suka ya dengan cerita ini, jangan lupa beri vote dan komentar kalian ya.

•••

Tok...tok...tok...

"Wanita!! bangun...bangun woyy...."

Mataku belum mau terbuka rasanya, masih sangat berat untuk menyapa dunia. Perlahan kubuka mataku sedikit demi sedikit, aku berusaha mentralkan pandanganku dengan memandangi ke seluruh kamar. Mataku sempat melirik ke arah jam di dinding kamarku. Samar-samar aku lihat jarum pendek di angka tiga, dan jarum panjang di angka satu. Jam 03.05, oohhh...ini masih sangat dini hari rasanya. Kenapa alarm manualku sudah berbunyi menggangguku?

Dengan malas ku lepas selimut dan melangkah gontai untuk membuka pintu karena alarm ku sudah semakin kencang berusaha membangunkanku.

"Hmmm..." Jawabku sambil mengucek mata dan menopangkan kepalaku di kosen pintu.

"Ya Allah, jam segini baru bangun? Ini jam berapa? Udah sana siap-siap, mandi, terus langsung sholat subuh." Oceh Almira. Mbak Rana terlihat membuka pintu dan menatap kami tanpa bersuara.

"Heh, liat tuh. Kamu bukan cuma ganggu aku tidur, tapi kamu ganggu sholat Mbak Rana, dan mungkin temen-temen yang lain juga terganggu karena teriakan kamu. Udah ahh aku juga mau nyusul Mbak Rana ke surga." Jawabku melewati Almira yang kini seperti orang kebingungan.

"Mbak Rana, emang ini sudah subuh ya?" Tanya Almira dengan polosnya karena melihat Mbak Rana menggunakan mukenah.

Aku menghentikan langkahku yang sudah berada di depan kamar mandi. Aku menoleh ke belakang untuk melihat Almira yang seperti orang pikun.

"Almira, mau ikut ke surga bareng aku dan Mbak Rana gak?"

"Maulah, tapi jangan sekarang dong."

Aku menarik napas panjang. Manusia ini, dia sungguh lemot dalam berpikir. Aku tahu, saat ini ia tidak paham dengan perkataanku.

"Terus ngapain di situ?" Balasku. Ada rasa kesal di hatiku karena ia membuang waktuku untuk segera berwudhu dan menunaikan sholat tahajud. Tetapi, aku berterima kasih banyak padanya karena menjadi perantara untuk membangunkanku hingga aku bisa melaksanakan sholat.

Almira masih berdiri mematung, menatap tembok di hadapannya.

"Kalau mau masuk surga bareng, ayo kita sama-sama ngumpulin amal kebaikan." Ajakku. Almira pun langsung menghampiriku, dan sepertinya otaknya sedang mencerna ucapanku.

"Ini jam berapa sih? Udah subuh ya?" Sahutnya sambil menghampiriku.

Aku hanya bisa menepuk jidatku sendiri. Ada rasa gemas ketika harus berhadapan dengan Almira yang terkadang sulit untuk memahami sesuatu. Ia sering bertingkah menyebalkan, tetapi ia sangat-sangat baik. Seperti sekarang ini, aku tahu ia sangat senang karena mengetahui bahwa aku akan melamar pekerjaan. Ia yang sibuk sendiri sampai membangunkanku di jam yang ia sendiri tidak tahu, lucu memang. Tetapi itulah Almira.
Sedangkan Mbak Rana, sedari tadi ia diam. Aku tahu ia merasa terganggu karena teriakan Almira. Ia diam karena ia masih ingin fokus dengan sholatnya. Aku tahu, ia selalu mendoakan orang-orang terdekatnya, termasuk aku dan Almira. Dia yang diam, bukan berarti tak perduli padamu. Dia yang diam terkadang dia yang paling perduli, tetapi caranya memperdulikanmu yaitu dengan mendoakanmu di setiap sujudnya. Seperti Mbak Rana yang tak banyak bicara, namun ia banyak berbuat dan mendoa.

Aku bersyukur karena Allah telah mempertemukanku dengan orang-orang baik seperti mereka. Semenjak kehilangan ayah, aku langsung pindah ke kosan ini, bukan tanpa sebab, aku sengaja pindah karena bayaran kontrakan yang sebelumnya aku tempati bersama ayah lebih mahal jika dibandingkan dengan harga sewa kosan kecilku ini, dan alasan yang kedua, setiap aku duduk sendiri di kontrakan aku selalu melihat bayang-bayang ayah di sana. Itulah alasanku untuk pindah. Dan ternyata, di sini aku menemukan sahabat yang benar-benar perduli padaku, mereka sudah aku anggap sebagai keluargaku, walaupun perkenalan kami baru lima bulan yang lalu.

Baku BekuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang