Tetesan air menetes dari rambut basahnya, Farrel baru saja mencuci rambutnya itu.
Handuk kecil bertengger di atas kepalanya, perlahan Farrel menggerakkan handuk kecil itu ke kepalanya untuk mengeringkan rambutnya.
Gerakan tangannya terhenti ketika ia mengingat sesuatu, kepalanya menengok ke samping tepat dimana benda itu berada.
Farrel memandang lekat sebuah foto yang sudah terlihat usang tetapi masih terawat di atas mejanya.
***
Langkah kakinya terhenti ragu saat tanggannya hendak memegang knop pintu yang bertuliskan nomor 207 di hadapannya.
Talisha ingin sekali bertemu dengan seseorang yang berada di dalam, tetapi ia tahu mamahnya pasti tidak akan mengijinkan dirinya untuk bertemu dengan seseorang yang berada di dalam.
Langkah kaki Talisha berputar, ia hendak menjauh dari ruangan itu.
Talisha tidak ingin mamah dan papahnya kembali bertengkar hanya karena dirinya, Talisha tak mau jika mamahnya akan semakin membenci dirinya.
"Talisha" Ucap lembut seorang pria dari belakang Talisha.
"Papah" Ucap Talisha pelan menatap papahnya yang sedang berdiri di depan pintu ruangan itu.
Pria yang di panggil papah oleh Talisha pun berjalan menghampiri Talisha yang masih berdiri mematung menatap dirinya.
"Kenapa enggak masuk?" Tanya papahnya.
Talisha hanya menggelengkan kepalanya dengan senyum yang sangat tipis.
"Masuk aja mamahmu enggak ada di dalam kok" Ucap nya seakan tahu apa yang sedang di pikirkan oleh anaknya itu.
Matanya berbinar mendengar ucapan papahnya itu.
"Talisha boleh masuk pah?" Tanya Talisha dengan ragu.
Papahnya tersenyum lalu mengganggukkan kepalanya pertanda boleh, perlahan senyum Talisha merekah lebar dari wajah cantiknya itu.
"Makasih ya pah" Ucap Talisha tersenyum memeluk papahnya.
"Yaudah Talisha masuk dulu ya pah" Ucap Talisha.
Papahnya hanya menatap dirinya dengan senyuman yang sangat lebar sambil menganggukkan kepalanya.
Perlahan kaki jenjang Talisha mendekati ruangan itu, tangannya mendorong knop pintu yang bertuliskan nomor 207 itu.
Pertama kali yang ia lihat adalah dinding yang bernuansa serba putih dimana ada seorang wanita yang sedang terbaring lemah di atas kasur rumah sakit.
Perlahan kaki jenjang Talisha mendekati wanita itu, ia merasa senang dan sedih.
Senang sebab ia bisa melihat wajah wanita itu lagi, dan sedih sebab ia melihat wajah cantik wanita itu kini terlihat sangat pucat.
"Hai kak" Ucapnya mendekati perempuan yang ia panggil kak itu.
"Maaf ya Rara baru nengokin kakak sekarang, kakak apa kabar?" Tanya Talisha mengajak ngobrol kakaknya itu.
Rara itu panggilan sayangnya ketika ia masih kecil.
"Kakak harus kuat ya kak demi mamah sama papah, mereka berharap banget kakak bisa bangun" Ucapnya merapihkan helaian rambut yang menutupi wajah cantik kakaknya itu.
"Rara kangen banget sama senyuman kakak, Raran juga kangen waktu kakak kuncirin rambut Rara, ya walaupun berantakan tapi itu bisa bikin kita ketawa dengan sendirinya." Ucap Talisha tersenyum simpul mengingat kejadian dahulu.
"Rara pengen banget liat kakak bisa bangun, Rara lebih suka kakak yang terus-terusan ngomelin Rara daripada diem kayak gini." Talisha masih terus mengajak ngobrol kakaknya itu.
"Rara tahu kakak pasti kuat, Rara yakin kakak pasti bisa ngelawan penyakit kakak ini" Ucap Talisha dengan mata berkaca - kaca.
"Kakak harus sembuh demi mamah sama papah terutama mamah, aku liat mata mamah bengkak kak" Ucapnya terjeda.
"Pasti mamah tiap malem nangise karena ngeliat kondisi kakak yang kian hari semakin memburuk, aku pengen banget bisa ngehibur mamah tapi aku enggak bisa karena cuman kakak yang bisa ngehibur mamah" Ucapnya sedikit terisak.
"Coba aja aku yang ada di posisi kakak, apa mamah bakal khawatir sama aku kayak mamah khawatir sama kakak?" Tanyanya sedikit lirih.
Talisha menghela nafas menahan tangisnya.
"Bener ya kak yang mamah ucapin selama ini kalau aku ini anak pembawa sial, buktinya kedatangan aku kakak malah jadi kaya gini terus mamah sama papah jadi sering berantem" Ucap Talisha menghapus air mata yang akan menetes dari mata lentiknya.
"Aku harus gimana kak? aku enggak mau bikin semuanya sedih, aku pengen semuanya balik lagi kayak dulu." Dan seterusnya Talisha masih terus mengajak ngobrol kakaknya itu, meski ia tahu kakaknya tak bisa menjawab semua ucapannya tetapi ia tahu bahwa kakaknya pasti mendengar semua ucapan dirinya.
***
"Talisha" Teriak seseorang dari belakang dirinya.
Talisha menengok menatap orang yang memanggil namanya tadi, senyumnya hilang dari wajahnya cantiknya ketika tahu Reonlah yang memanggil dirinya.
Matanya menatap datar Reon yang hendak menghampiri dirinya.
Perlahan Talisha memutarkan badannya hendak berjalan menjauh dari Reon yang sebentar lagi sampai di hadapan dirinya.
Reon yang melihat Talisha malah memutarkan badannya menjauh darinya pun sedikit berlari menghampiri Talisha.
"Orang manggil tuh di jawab bukannya malah puter balik Ta" Ucap Reon yang sudah berada di samping Talisha.
"Emang lo orang" Ucap Talisha datar.
"Oh iya lupa, gue kan pangeran ya" Ucap Reon merapihkan rambutnya.
Mendengar itu langkah Talisha terhenti, Talisha menautkan alisnya menatap Reon secara intens.
Reon yang di tatap Talisha seperti itu hanya tersenyum lebar pasalnya Talisha tak pernah menatap dirinya seintens ini.
"Kok gue baru sadar ya kalau lo itu mirip pangeran" Ucap Talisha masih menatap intens Reon yang tersenyum lebar.
Reon menatap Talisha terkejut karena barusan Talisha memuji dirinya untuk pertama kalinya, catat pertama kalinya.
"Kemaren-kemaren kemana aja emang sampe baru sadar sekarang, oh iya gue lupa lo kan sibuk ngejar - ngejar si muka datar itu mulu ya" Cerocoh Reon.
"Tapi syukur deh kalau lo udah bisa buka mata lo lebar-lebar kalau si datar sama gue tuh masih cakepan gue" Cerocoh Reon lagi.
Talisha yang mendengar itu di buat kesal dengan kesekian kalinya, berani-beraninya Reon bilang bahwa ia lebih tampan di bandingkan Farrelnya.
"Iya lo mirip pangeran" Ucap Talisha sedikit menekan kata pangeran.
"Pangeran kodok" Lanjut Talisha langsung melenggang pergi dari hadapan Reon.
"Bintik-bintik dong gue" Ucap Reon pelan.
"Tapi gak papa deh masih tetep pangeran ini judulnya" Ucap Reon kembali.
"Pergi lagi dia" Ucap Reon ketika melihat Talisha yang meninggalkan dirinya LAGI.
Reon kembali mengejar Talisha yang sudah berada jauh dari hadapannya, dan Talisha sudah sangat di buat kesal oleh Reon sebab Reon terus - terusan nyerocos di sampingnya.
Dan Reon tersenyum senang di dalam hati karena setidaknya ia bisa mengobrol dengan Talisha meskipun itu hanya sebentar dan Talisha terlihat kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Choose
Teen FictionBagaimana jadinya disaat orang yang selama ini kita cari ternyata berada di sekeliling kita tanpa kita sadari? Namun di saat kebahagiaan itu datang satu persatu kebenaran terbongkar, kebenaran yang ga pernah lo percaya bahwa selama ini orang yang lo...