"Shh.."
Tubuh mungil itu bergerak, matanya berkedip pelan menyesuaikan cahaya, ringisan kesakitan keluar tepat ketika ia akan merubah posisinya menjadi duduk. Sebelah tangannya naik, memegang kepalanya yang terasa pusing.
Mengedarkan pandangan, hanya kamar bernuansa dominan hitam dan abu-abu serta perabotan sederhana lainnya yang terlihat, nampak klasik dan elegan.
Setelah merasa kesadarannya sudah penuh, Andrea melepaskan selimut tebal berwarna abu-abu yang melingkupinya. Melirik kebawah, ia menggertakkan gigi ketika menyadari dirinya hanya memakai kemeja hitam oversized dan celana kain yang hanya menutup bagian paha, itupun tak sampai keseluruhan. Hingga membuat kaki mulus itu terlihat jelas.
Andrea bangkit, namun menyadari sesuatu ketika terdengar bunyi gemerincing karena tubrukan antara besi, di susul oleh kedua pergelangan tangan dan lehernya yang terasa pedih.
Sial. Ia di rantai.
Wajah Andrea memerah, merasa marah dan terasa di lecehkan karena keadaannya yang sekarang.
"Fuck! Who do this to me?! Get me out of here, Bastard!" Andrea memberontak, membuat bunyi rantai semakin nyaring terdengar dan leher serta pergelangan tangannya semakin lecet.
Fucking care?! Dia lebih mementingkan dirinya agar terbebas dari belenggu rantai sialan ini. Masa bodo dengan kamar yang terlihat nyaman sesuai keinginannya selama ini, apalagi dengan wangi maskulin dan menenangkan.
Andrea tidak merasakan peralatannya sama sekali, yang artinya ia tidak bisa terlepas dari rantai ini.
Gerakan brutalnya terhenti ketika pendengaran tajam itu mendengar langkah sepatu pantofel dari luar. Suara pintu terbuka, lalu kemudian tertutup rapat ; di kunci setelahnya.
Wajah Andrea semakin memerah marah dengan nafas memburu ketika melihat seorang pria tampan berjas lengkap yang sangat ia kenal berdiri didepannya dengan wajah tak berdosa.
Apalagi dengan smirk sialan itu.
"Keluarkan aku dari sini, Sialan!" Andrea memberontak kembali. Air keluar di pelupuk matanya, merasa benci dengan dirinya yang seakan lemah di hadapan pria sialan ini.
Tak mempedulikan Andrea, Sang empu hanya membuka jasnya dan meletak sembarang arah. Melipat lengan kemeja putihnya hingga batas siku lalu membuka dua kancing teratas.
Terlihat menggoda.
But fucking care! Andrea tidak peduli untuk kesekian kalinya.
"What do you want?" Andrea kembali berucap, tetapi kali ini ia berusaha tenang dan menguasai diri. Hakikatnya sebagai pembunuh bayaran yang terkenal tenang dan cepat seakan hilang di depan pria ini.
Cih, jangankan hal itu. Melihat wajahnya saja dengan mudah menyulut emosi Andrea. Apalagi ditambah gestur mengejek dan wajah sombong itu.
Sial! Tangan Andrea gatal ingin memberi bogeman mentah pada wajah songong yang sialnya Ia akui tampan itu.
"Aku dilema. Di satu sisi, aku menyukai wajah marah dengan rona merah di pipimu yang terlihat sexy, tapi kini raut tenang mu itu juga terlihat menggemaskan, apalagi dengan kemeja milikku yang tidak ku sangka akan sangat cocok padamu." Si pria akhirnya berkata, sambil berjalan ke arah Andrea. Mengukungnya dengan erat dari sisi samping ranjang.
Andrea menggertakkan giginya. Jari tangannya membentuk kepalan, sedangkan kakinya menekuk kuat kedalam. Lupakan! Ia ingin sekali wajah itu babak belur karenanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Obsession | Bl
Fanfiction[ First story ] Mereka tersembunyi. Berada di sekelilingmu, Bahkan di dekatmu. Berbaur dengan baik. Siasat yang cerdik. Rencana nan apik. Dan senyum yang tersembunyi di balik topengnya yang cantik. Berhati-hatilah. Mereka ada hanya untuk satu alasan...