CHAPTER 4

12 2 2
                                    

Rembulan terlihat sendiri di awal malam tanpa di temani satu bintangpun. Awan gelap sudah memenuhi langit malam. Siapapun yang melihatnya, bisa memperkirakan kalau cuaca sedang buruk.

Meisya yang baru tiba di rumah disambut dengan pertengkaran antara kedua orang tuanya. Meisya yang sudah muak melihatnya langsung menghampiri orang tuanya
" MAMA,PAPA STOP!" teriak Meisya.

Orang tua Meisya yang mendengar nya langsung menoleh kearah sumber suara.
"Mei" lirih Rina (mama Meisya).

" Kalian kalau pulang cuma buat bertengkar, mending gak usah PULANG SEKALIAN !" Teriak Meisya dengan nafas yang memburu. "PRAKKKK" suara tamparan menggema di seluruh ruang tamu. Meisya memegang pipinya yang baru saja ditampar oleh Rudi ( papa Meisya). "Beraninya kamu berbicara seperti itu sama orang tua" sahut Rudi tanpa menyesal telah menampar putri satu-satunya. " Mas apaan sih nampar Meisya kaya gitu. Dia gak salah, kita yang salah disini, kenapa kamu malah nyakitin putri kita" ucap Rani sambil memegang pipi Meisya. Meisya benar-benar tidak percaya dengan apa yang dilakukannya sang papa padanya. " Meisya kecewa sama papa" ucapnya langsung pergi.

Meisya POV

Rintik hujan seakan mengerti apa yang gue rasakan saat ini. Suasana taman yang sepi seakan menyadarkan gue tentang bagaimana mana hidup gue sekarang. " Tuhannnnnn gue lelah, gue capek dengan semua ini" teriak gue ditengah derasnya hujan. Keluarga. Yang kata orang tempat kita pulang saat kita lelah, tempat kita bercerita, dan tempat kita mendapatkan kasih sayang itu, seakan semua hanya omong kosong.

Pertengkaran, hanya itu yang gue dapat saat pulang. Tak ada senyum, canda, dan tawa di sana. Kasih sayang yang dulu gue selalu dapatkan kini hanya tinggal kenangan yang tidak akan pernah bisa terulang lagi.

Author POV

Hujan sudah reda namun Meisya belum juga beranjak dari tempatnya. Dengan keadaan badan yang basah kuyup dan badan yang menggigil, Meisya yang memang masih menggunakan seragam lengkap dengan tasnya, dengan tangan yang gemetar Meisya mencari handphone didalam tasnya.

Hanya sahabatnya lah yang saat ini dia butuhkan. Dengan cepat Meisya langsung mencoba menghubungi Sefi. Satu kali, dua kali, sampai panggilan ketiga pun tidak ada jawaban. Meisya yang baru ingat kalau jam segini Sefi pasti sudah tidur hanya bisa menarik nafas. "Oh iya gue lupa. Tuh anak kan jam segini udah ngebo" ucapnya dalam hati.
Akhirnya Meisya memutuskan untuk menelfon Al.

Disisi lain Al yang sedang asik baca buku di kasurnya harus terhenti karena suara dering hp yang ada di atas nakas. Dengan malas Al beranjak untuk mengambil hpnya.

Siapa sih malam-malam nelfon. Ganggu aja" ucap Al dengan kesal. Meisya ? Al yang melihat nama Meisya langsung mengangkat nya.

"Halo Mei" ujar Al
"All" lirih Meisya
"Mei lo kenapa??" Tanya Al dengan panik.
"Guee"
"Udah. Udah mending sekarang lo kasih tau gue lu dimana biar gue kesana" putus Al.
" Gue ditaman dekat rumah" jawab Meisya dengan gemetar.
"Yaudah lo jangan kemana-mana" perintah Al.

Tutttt.
Al langsung memutuskan sambungan nya.
Mendengar suara Meisya yang parau tadi, Al langsung menyambar kunci mobilnya yang ada di nakas. Al yang khawatir pun semakin mempercepat laju mobilnya. Setiba ditaman Al segera mencari keberadaan meisya.

Saat ditengah taman, Al melihat Meisya yang sedang duduk membelakanginya. Dengan cepat Al menghampirinya. " Meii" panggil Al. Meisya yang namanya dipanggil langsung menoleh kearah sumber suara. "Allll" sahut Meisya sambil menghambur ke dalam pelukan Al.

Sambil menangis Meisya mencurahkan isi hatinya saat ini. " Al gue lelah, ngeliat mereka yang terus bertengkar dengan masalah yang sama"

Memang pertengkaran ini bukan hanya sekali, tapi sudah berkali kali terjadi dan dengan alasan yang sama. yaitu tentang papa Meisya yg selingkuh.

Dengan lembut Al mengelus rambut Meisya agar lebih tenang. Sebenarnya Al tidak suka melihat orang yang ia cintai menangis dihadapan nya.

Cinta? Ya memang ia mencintai Meisya dan ia sendiri pun tidak tahu sejak kapan rasa itu ada.

Setelah sudah agak tenang Meisya melepaskan pelukannya. Al yang melihat ada bekas tamparan diwajahnya Meisya pun bertanya" pipi lo?

"Papa jahat Al dia nampar gue" jelas Meisya dengan air mata yang masih mengalir di pipinya.

Melihat itu Al langsung membelai lembut pipi Meisya yang merah. Meisya hanya diam saja dengan apa yang dilakukan Al.

Dengan suara seraknya Meisya bertanya pada Al " Al salah gak sih kalo gue berharap keluarga gue bisa kayak dulu??"

Al tau apa yang dirasakan Meisya saat ini. Karena dia sendiri pun juga merindukan orang tuanya. Karena kecerobohan nya lah orang tuanya pergi meninggalkan nya.

"Enggak kok, Lo gak salah, Jadi lebih baik gak usah dipikirin dulu lebih baik kita pulang ya?"
Tutur Al dengan lembut.

Meisya yang tidak mau pulang menggelengkan kepalanya. "Gue gak mau pulang kerumah "

Karena Meisya tidak mau akhirnya mereka memutuskan untuk pergi kerumah Sefi.

SAHABAT JADI CINTA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang