Bab 39. Keresahan Hati

11.4K 976 111
                                    

"Ketika sesuatu terjadi di luar keinginanmu, maka akan ada penolakan di hatimu. Tapi ketika kamu bisa berdamai dengan keadaan ... semuanya akan baik-baik saja~"

---BeautifulSea25---

•••

KAMAR Putri Ambar, Borealis Castle---Alaska

Kelopak mata yang tertutup itu bergerak-gerak sebelum terbuka sepenuhnya. Matanya mengerjap pelan guna menyesuaikan sinar matahari dari celah jendela kamar yang masuk ke retinanya. Putri Ambar melenguh saat dirasa tubuhnya pegal luar biasa dan sengatan ngilu di sekitar pahanya.

Tunggu? Sengatan ngilu?

Putri Ambar mencoba duduk. Mengabaikan tubuhnya yang terasa remuk dan berhasil menyandar pada kepala ranjang dengan susah payah. Ia meringis pelan. Apa yang terjadi padanya? Mengapa ia kesakitan? Apakah sesuatu terjadi-

"Jangan banyak bergerak atau kau akan semakin kesakitan, Tuan Putri,"

Putri Ambar menatap kedatangan Pangeran Laksya tajam. Lelaki itu duduk di sisinya dengan sebuah sup labu hangat di tangan. "Buka mulutmu," pinta Pangeran Laksya hendak menyuapi sang putri.

Dentingan sendok yang dibuang kasar terdengar memenuhi kamar. Makanan yang terserak mengotori lantai yang dingin. "Apa yang terjadi padaku, Pangeran? Mengapa pagi ini, aku merasakan semua gejala yang seharusnya aku rasakan setelah malam pertama kita?" Putri Ambar menatap sang pangeran penuh tuntutan.

"Apa yang sudah kau lakukan padaku, Pangeran?" tuduhnya mendesak.

Hembusan napas berat Pangeran Laksya terdengar tersiksa. Ia meletakan makanan itu di atas nakas. Perlahan, mengalirlah semua cerita dari bibirnya. Di mulai dari Putri Ambar yang semalam terkena hipotermia, berbagai cara untuk menghangatkan tubuhnya yang tak membuahkan hasil, hingga cara terakhir yang ia lakukan untuk menghangatkan-

"Siapa yang mengizinkanmu untuk melakukan itu?!" Putri Ambar menyela cerita Pangeran Laksya setengah memekik. "Kau sudah berjanji padaku untuk tidak melakukan itu sebelum pernikahan, Pangeran!"

"Maafkan aku," Riak wajah Pangeran Laksya tampak menyesal. "Aku tidak punya pilihan saat itu, Putri...."

Terlebih, aku memang menginginkannya sejak lama....

"Jawab pertanyaanku!" Tatapan nyalang Putri Ambar menatapnya kecewa. "Siapa yang mengizinkanmu melakukan itu, Pangeran?" desaknya penuh penekanan.

"Kedua orang tuamu," Napas Pangeran Laksya terdengar berat.

Putri Ambar terkesiap. "Apa?"

"Mereka memohon saat hidupmu dalam bahaya, Putri...," kata Pangeran Laksya. "Aku sudah menolak karena terikat janji padamu. Tapi, menyelamatkan nyawamu lebih penting dari apa pun."

Tatapan Putri Ambar tampak linglung. Ia masih terlalu terkejut mengetahui fakta bahwa orang tuanya sendiri yang memberi jalan ia kehilangan kehormatan sebelum pernikahan. Jika tak teringat wejangan Dewi Harnum, mungkin sang putri tak peduli jika Pangeran Laksya menginginkannya sebelum pernikahan. Masalahnya ... ucapan Dewi Harnum terdengar begitu jelas di telinganya. Sebuah peringatan.

"Tuan Putri ... jangan biarkan Pangeran Laksya menandai dan menyentuhmu tanpa ikatan,"

Putri Ambar mengernyit. "Mengapa? Berhubungan intim sebelum pernikahan di kalangan bangsawan itu wajar, Harnum,"

"Tetapi tak wajar jika Pangeran Laksya yang menyentuhmu, Tuan Putri,"

"Apa maksudmu?"

Permaisuriku~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang